Jakarta, Demokratis
Sembilan karyawan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk tak pernah lelah untuk memperjuangkan hak-hak mereka pasca terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mereka pun tidak ketahui penyebabnya pada tanggal 30 November 2020 lalu.
Terakhir, Kamis (17/6/2021), sembilan karyawan BRI yang bekerja sebagai teller di sejumlah cabang BRI di wilayah Sumatera Utara ini, menggelar aksi unjuk rasa di kantor pusat PT BRI (Persero) Tbk di Jakarta.
Mereka mendesak agar PT BRI (Persero) Tbk dapat segera memenuhi hak-haknya sebagai karyawan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sebelumnya, mereka juga sudah melayangkan surat kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo agar tuntutan sembilan mantan karyawan BRI ini dapat segera terselesaikan.
Peristiwa ini berawal sejak tanggal 30 November 2020 lalu, sembilan karyawan BRI bekerja sebagai teller di sejumlah cabang wilayah Sumatera Utara dipecat tanpa alasan yang jelas, yakni:
- Tri Novalina Manurung (BRI Cabang Iskandar Muda Medan);
- Friska Daniaty Ginting (BRI Cabang Iskandar Muda Medan);
- Martha Panjaitan (BRI Cabang Iskandar Muda Medan);
- Rita Kardina Siahaan (BRI Cabang Sisingamangaraja Medan);
- Reny Mahrany (BRI Cabang Lubuk Pakam);
- Ori Aurora V Samual (BRI Cabang Iskandar Muda);
- Theresna Fransiska Sitorus (BRI Cabang Iskandar Muda Medan);
- Martha Anggi Sartika Simatupang (BRI Cabang Sisingamangaraja Medan);
- Braira Dixsa Evalina (BRI Cabang Stabat).
Sembilan mantan karyawan PT BRI dipekerjakan sebagai karyawan kontrak dengan jangka waktu yang sudah cukup lama tanpa jeda mulai dari yang sembilan tahun sampai 12 tahun lamanya tiba-tiba untuk periode kerja 1 Januari 2019 sampai dengan 30 November 2020 PT BRI (Persero) Tbk tidak membuatkan surat perjanjian kerja secara tertulis.
Karena merasa ada yang aneh, akhirnya mereka pun mempertanyakan hal tersebut secara tertulis dan memohon untuk dilakukan bipartite dengan PT BRI (Persero) Tbk terkait kejelasan status kerja mereka.
Namun malah bukan penjelasan yang mereka terima, PT BRI (Persero) Tbk langsung mengeluarkan surat keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada sembilan pegawainya tersebut.
PHK tersebut dianggap semena-mena karena dilakukan sepihak oleh PT BRI (Persero) Tbk. Sebab, selama bekerja mereka tidak pernah melakukan kesalahan dan hal tersebut dibuktikan selama bekerja mereka tidak pernah mendapatkan surat peringatan.
Akhirnya mereka pun meminta bantuan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan untuk memfasilitasi mediasi kedua belah pihak. Selanjutnya, mediasi pun dilakukan yang dihadiri oleh Komisi II DPRD Kota Medan, UPT Pengawas Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara, Dinas Tenaga Kerja Kota Medan, BPJS Tenaga Kerja Kota Medan, PT BRI (Persero) Tbk dan sembilan mantan pegawai BRI tersebut di Kantor BRI Wilayah di Gedung Uniland Medan.
Dalam mediasi tersebut, pihak Dinas Tenaga Kerja Kota Medan dan UPT Pengawasan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara menyatakan bahwa PT BRI (Persero) Tbk telah melanggar Undang-undang Ketenagakerjaan.
Selanjutnya Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara juga membuat perincian hak-hak sembilan mantan karyawan BRI tersebut dan menganjurkannya agar segera dibayarkan senilai Rp 270 sampai dengan Rp 290 jutaan.
Namun nyatanya sampai saat ini hak-hak yang seharusnya diterima sembilan mantan karyawan BRI belum juga dipenuhi oleh PT BRI (Persero) Tbk sehingga upaya mediasi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
PT BRI (Persero) Tbk melalui Kepala Devisi Human Capital malah menawarkan hal ini diselesaikan secara kekeluargaan dan mengundang sembilan mantan karyawan BRI tersebut untuk datang ke kantor PT BRI (Persero) Tbk di Jakarta.
Namun alangkah kecewanya sembilan mantan karyawan BRI tersebut setelah mereka mengetahui jika pertemuan mereka dengan Kepala Devisi Human Capital ternyata bukan di gedung PT BRI (Persero) Tbk dan juga di luar jam kerja resmi.
Kekecewaan mereka pun semakin bertambah setelah mereka mendengar jika Kepala Devisi Human Capital tidak mau membicarakan terkait pemenuhan hak-hak sembilan mantan karyawan BRI tersebut dan langsung menawarkan mereka untuk kembali bekerja dengan status kontrak atau menerima kompensasi atas keselahan yang telah dilakukan oleh PT BRI (Persero) Tbk yang nilainya sangat jauh dari yang dianjurkan oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara.
Sementara itu, Robinson Sirait Ketua Perjuangan Rakyat Nasionalis Relawan Jokowi (Parmonas) yang mendampingi sembilan mantan karyawan BRI tersebut di Jakarta menegaskan bahwa mereka tidak akan pernah berhenti memperjuangkan hak-hak sembilan mantan karyawan BRI tersebut agar segera direaliasikan sesuai dengan anjuran oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara.
“Kami juga akan melaporkan hal ini Kementerian Tenaga Kerja, DPR maupun Ombudsman sehingga hak-hak sembilan mantan karyawan BRI segera dapat direalisasikan secepatnya,” tegasnya saat mendapingi sembilan karyawan BRI menggelar aksi demo ke PT BRI (Persero) Tbk di Jakarta. (Red/Dem)