10 Agustus 1867 menjadi tanda dimulainya era perkeretaapian di Hindia Belanda atau Indonesia. Sejarah hari ini mencatat, pada hari itu, jalan rel kereta Semarang-Tanggung mulai dibuka untuk umum sekaligus menandai pertama kali kereta api di Hindia Belanda. Jalur kereta api pertama sepanjang 25 kilometer ini menghubungkan antara Stasiun Semarang di Semarang dengan Stasiun Tanggung di Grobogan, Jawa Tengah.
Dalam laman PT KAI disebutkan, Nederlandsch-Indische Spo`orweg-Maatschappij (NIS) sebagai perusahaan swasta operator pertama yang mengoperasikan jalur ini.
Kereta Semarang–Tanggung dengan beroperasi dua kali sehari, pagi dan sore hari dengan waktu tempuh selama 1 jam. Jarak Stasiun Semarang dan Tanggung sekitar 25 kilometer.
Kereta berangkat dari Stasiun Semarang pada pagi hari pukul 07.00 dan akan tiba di Stasiun Tanggung pada pukul 08.00 pagi. Sementara, pada sore harinya, kereta berangkat pada pukul 16.00 dari Stasiun Tanggung dan tiba pada pukul 17.00 di Stasiun Semarang.
Pada masa itu, NIS memberlakukan harga tiket kereta yang bervariasi, yaitu mulai dari 0,45 gulden, 1,5 gulden, hingga 3 gulden sesuai dengan kelas yang dipesan.
Jalur kereta api ini dibangun pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Baron Sloet van de Beele pada 17 Juni 1864.
Pembangunan jalan rel kereta ini dipimpin oleh JP de Bordes dengan biaya 80 ribu gulden untuk tiap kilo meter. Besarnya biaya pembangunan itu kemudian terbayar dengan keuntungan yang diperoleh oleh NIS selama mengoperasikan jalan rel kereta itu dalam satu tahun. Pada pertengahan 1868, NIS telah meraup keuntungan sebesar 4.489 gulden.
Delapan tahun kemudian Pemerintah Hindia mengembangkan pembangunan jalur kereta api negara, Staatssporwegen (SS), meliputi Surabaya-Pasuruan-Malang.
Selain di Jawa, pembangunan jalur kereta api juga dilakukan di Aceh (1876), Sumatera Utara (1889), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), dan Sulawesi (1922). Di Kalimantan, Bali, dan Lombok hanya dilakukan studi kemungkinan pemasangan jalan rel dan belum sampai tahap pembangunan. Sampai akhir 1928, panjang jalan kereta api dan trem di Indonesia mencapai 7.464 km dengan perincian rel milik pemerintah sepanjang 4.089 km dan swasta sepanjang 3.375 km.
Sejak 1876, Hindia Belanda membangun bermacam-macam jaringan kereta api, dengan muara pada pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya. Semarang memang dinilai strategis saat itu, tapi tidak memiliki pelabuhan untuk barang sehingga barang dikirim ke Jakarta atau Surabaya.
Kereta Api Listrik
Selama puluhan tahun akhirnya moda transportasi kereta semakin modern. Pada 1925, teknologi kereta api listrik masuk ke Indonesia. Kereta api ini menggunakan lokomotif listrik dan jaringan rel kereta api ini sudah dibangun dua tahun sebelumnya, tepatnya pada 1923.
Kereta api listrik ini pertama kali beroperasi hanya di Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor), lalu juga dibuat dari Meester Cornelis (Jatinegara) ke Tanjung Priok. Kendaraan ini sekarang juga kita kenal sebagai Commuterline.
Di masa penjajahan Jepang, operasional kereta api diutamakan untuk kepentingan perang. Pembangunan jalur kereta di masa penjajahan Jepang adalah lintas Saketi-Bayah dan Muaro-Pekanbaru. Jalur tersebut dibangun untuk mengangkut hasil tambang batu bara yang digunakan untuk menjalankan mesin-mesin perang. Jepang juga melakukan pembongkaran rel sepanjang 473 km dan diangkut ke Burma untuk pembangunan kereta api di sana.
Setelah Indonesia merdeka, stasiun dan kantor pusat kereta api yang dikuasai Jepang diambil alih. Puncaknya pengambilalihan Kantor Pusat Kereta Api Bandung pada 28 September 1945, yang kini menjadi peringatan Hari Kereta Api Indonesia. Pengambilalihan ini juga sekaligus menandai berdirinya Djawatan Kereta Api Indonesia Republik Indonesia (DKARI). Belanda kembali ke Indonesia pada 1946 dan membentuk kembali perkeretaapian bernama Staatssporwegen/Verenigde Spoorwegbedrif (SS/VS), gabungan SS dan seluruh perusahaan kereta api swasta.
Namun setelah Konferensi Meja Bundar pada Desember 1949, aset-aset milik Hindia Belanda diambil alih oleh Pemerintah Indonesia. Pengalihan dalam bentuk penggabungan antara DKARI dan SS/VS menjadi Djawatan Kereta Api (DKA). Seiring berjalannya waktu, nama perusahaan kereta api tersebut terus berganti nama hingga akhirnya yang kita ketahui saat ini yaitu PT. Kereta Api Indonesia (Persero). ***