Jakarta, Demokratis
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj mempersilakan apabila ada rakyat Indonesia yang belajar ke Timur Tengah. Namun, Said meminta ketika nanti pulang ke Indonesia, para pelajar tersebut bukan membawa budaya luar, melainkan ilmu pengetahuan.
Said menyampaikan itu dalam webinar bertajuk “Langkah Nyata Merajut Kebhinekaan NKRI” yang digelar secara virtual oleh Badan Pelayanan Nasional Pembaruan Karismatik Katolik Indonesia, Jumat (20/8/2021).
“Saya sering sekali mengatakan, silakan mencari ilmu ke Timur Tengah. Saya 13,5 tahun di Arab, dari S-1 sampai S-3. Gus Dur di Mesir dan Irak, Mustofa Bisri di Mesir, Quraish Shihab di Mesir, Alwi Shibab juga di Mesir, Timur Tengah lah. Tapi kita pulang membawa ilmu, bukan membawa budaya. Tidak membawa cara berpikir orang Arab, tidak,” kata Said.
Begitu juga dengan warga negara Indonesia (WNI) yang belajar di Amerika Serikat, Eropa atau negara-negara barat lainnya. Said mengharapkan mereka pulang membawa ilmu dan teknologi untuk diterapkan di Indonesia, bukan membawa budaya Barat untuk diimplementasikan di Tanah Air.
“Begitu pula kita harapkan, silakan yang kuliah di Amerika, Eropa, dimana pun, pulang bawa teknologi, jangan budaya Eropa atau barat. Enggak cocok. Kita punya budaya, kepribadian, jati diri, harga diri dan dignity yang harus dipertahankan. Saya yakin itu lebih baik, lebih mulia daripada orang Arab dan orang Eropa,” kata Said.
Lebih lanjut Said mengatakan, sila kelima dari Pancasila masih jauh dalam penerapannya. Hingga kini, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia masih sulit diterapkan. Bahkan hingga memasuki era Reformasi masih terasa orang sudah mencari keadilan.
“Sila pertama, kedua, ketiga dan keempat sudah jalan lah. Tapi kalau keadilan sosial mandek, berhenti, belum ada perubahan, orang kecil mencari keadilan tanpa uang, semua orang tahu lah. Apalagi orang biasa-biasa saja berhadapan dengan orang yang lebih kuat untuk mendapatkan haknya susahnya luar biasa. Ini kenyataan sehari-hari,” tutur Said.
Kondisi ini juga dapat terlihat dari 91 juta anggota Nahdlatul Ulama (NU) yang berada diseluruh wilayah Indonesia. Mereka berada di perkampungan dan pedesaan yang dekat dengan sumber kekayaan alam, tetapi kehidupannya tetap banyak yang miskin.
“Itu artinya apa? Artinya mereka butuh perhatian, butuh afirmasi, butuh pembelaan, keberpihakan kepada mereka agar dapat menikmati kekayaan yang ada,” tegas Said. (Red/Dem)