Jakarta, Demokratis
Maraknya praktek pelacuran dan prostitusi online yang terjadi di DKI Jakarta, ternyata selama ini dimanfaatkan oleh pemilik atau pengelola hotel nakal, untuk mendulang dan meraup rupiah sebanyak-banyaknya, di kala pandemi Covid-19 sedang melanda ibu kota Jakarta, terkesan pemilik hotel melecehkan semua larangan dan imbauan yang ada, pemilik atau pengelola hotel seakan tak perduli sama sekali dan tutup mata.
Jakarta saat ini dalam keadaan parah dan zona merah beberapa waktu yang lalu, hal ini terungkap ketika Demokratis melakukan penelusuran dan investigasi di Hotel Fidusia Otista Jakarta Timur, tepatnya pada hari Rabu (8/9/2021) silam, berdasarkan penuturan dan pengakuan Helen (bukan nama sebenarnya-red), ketika bertemu dengan Demokratis di Hotel Fidusia beberapa waktu yang lalu, Helen merupakan salah satu pekerja seks komersial (PSK), yang tinggal cukup lama di Hotel Fidusia.
Helen adalah primadona sekaligus bintang bagi tamu pria hidung belang yang datang dan berkunjung ke Hotel Fidusia, untuk mencari kenikmatan sesaat dan melampiaskan hasrat birahi. Helen menuturkan dirinya biasa mencari tamu secara online melalui Twitter dan Michat, bahkan masih munurut penuturan Helen, karyawan Hotel Fidusia terutama office boy dan receptionist, sering membantu dirinya mencari tamu.
“Dengan cara menawarkan kepada tamu hotel yang datang dan menginap, terutama tamu yang datang dari luar kota,” tuturnya
Helen juga mengaku sudah lama buka room di Hotel Fidusia. “Saya sudah lama stay di Hotel Fidusia Otista, bang. Semua karyawan hotel tahu dan kenal baik dengan saya. Abang jangan waswas dan khawatir, karena di sini aman dan nggak ada razia,” tuturnya.
Lalu Demokratis bertanya kepada Helen, “Dari mana kamu tahu, kalau Hotel Fidusia aman dan nggak razia?”.
Lalu Helen menjawab, “Setiap hari, bang, office boy dan receptionist hotel saya bagi rejeki, saya kasih uang dan rokok sebungkus, supaya mereka nggak resek dan nggak ganggu tamu saya, yang penting intinya tahu sama tahu (TST) lah, bang, dan sama-sama tahu,” tutur Helen kepada Demokratis, namun sangat disesalkan, Helen nggan menyebutkan, berapa jumlah nominal uang yang diberikan kepada office boy dan receptinist Hotel Fidusia setiap harinya, yang menurut Helen adalah jatah wajib harian.
Masih menurut penuturan Helen, bukan hanya dirinya saja yang stay dan open BO di Hotel Fidusia Otista, namun ada beberapa cewek yang juga stay dan open BO di Hotel Fidusia Otista, bahkan mereka menggunakan jasa joki, untuk mencari tamu secara daring atau online di Twitter dan Michat. Ketika didesak oleh Demokratis untuk menyebutkan kira-kira ada berapa cewek yang stay dan open BO di Hotel Fidusia, Helen nggan memberitahu dan hannya menjawab singkat.
“Pokoknya ada banyak cewek yang stay dan open BO di Hotel Fidusia,” jawabnya singkat.
Mereka juga sama seperti Helen, setiap harinya memberi jatah wajib harian, berupa uang dan rokok sebungkus kepada office boy dan receptonist Hotel Fidusia Otista supaya aman, bahkan dengan percaya dirinya, Helen mengaku dalam sehari mampu melayani sampai delapan tamu di Hotel Fidusia.
Menanggapi hal ini, konsultan hukum sekaligus pengamat sosial dan lingkungan, Trihadi SH MH anggkat bicara. “Benar-benar sangat memprihatinkan dan memalukan, hal ini tidak dapat ditoleransi dan dibenarkan atas dasar apapun, seharusnya pemilik atau pengelola Hotel Fidusia berupaya mencegah, atau melarang tempatnya dijadikan ajang mesum dan maksiat, bukannya mencegah atau melarang, malah menjembatani terjadinya perbuatan mesum dan maksiat, apakah pemilik atau pengelola Hotel Fidusia, tidak mengerti dan memahami semua aturan yang ada. Peraturan berupa undang-undang dan peraturan Gubernur (Pergub) serta peraturan daerah (Perda),” tutur Trihadi mempertanyakan.
Lalu Trihadi melanjutkan, “Demi terwujudnya tata kehidupan yang baik dan sehat di masyarakat, bebas dari praktek prostitusi dan pelacuran, pornografi dan porno aksi, perbuatan cabul atau perbuatan asusila dan lain sebagainya, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, yang mengatur tentang perkawinan dengan jelas menegaskan “Perbuatan cabul dan prostitusi adalah bagian dari pelacuran” dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 296 yang berbunyi, “barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan terjadinya perbuatan cabul, oleh orang lain dengan orang lain dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan” serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 506 yang berbunyi, “barang siapa yang menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita, dan menjadikannya sebagai mata pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun penjara.”
“Terlebih adanya Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007, yang mengatur tentang ketertiban umum, pasal 42 ayat (2) menegaskan, setiap orang dilarang : (A). menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial, (B). menjadi penjaja seks komersial, (C). memakai jasa penjaja seks komersial, bagi yang melanggar ketentuan ini, dikenakan ancaman pidana kurungan, paling singkat 20 hari dan paling lama 90 hari, atau denda paling sedikit Rp500 ribu rupiah dan paling banyak Rp. 30 juta rupiah,” tutur Trihadi menegaskan.
Trihadi berharap kedepannya, pemilik atau pengelola Hotel Fidusia bisa berbenah diri dan menjadikan Hotel Fidusia menjadi lebih baik lagi, bebas dari segala bentuk praktik pelacuran dan prostitusi, menjadi hotel yang nyaman dan aman untuk pengunjung, atau tamu keluarga yang ingin menginap, terlebih kepada pengunjung atau tamu keluarga yang membawa anak-anak. (Anto Maulana)