Subang, Demokratis
Di antara misi program sembilan bahan pokok (sembako) yang merupakan pengembangan dari program bantuan pangan non tunai (BPNT), mendorong usaha eceran rakyat untuk memperoleh pelanggan dan peningkatan penghasilan dengan melayani keluarga penerima manfaat (KPM) juga untuk memberikan akses jasa keuangan kepada usaha eceran rakyat dan KPM.
Namun alih-alih misi itu bisa terwujud, pasalnya banyak pihak yang memanfaatkan program itu menjadikannya ajang bisnis, regulasi ataupun pedoman umum program itu diabaikan dan banyak diterabas, sehingga pelaksanaan program sembako terkesan amburadul dan semerawut serta terjadi persaingan tidak sehat antara e-Warong.
Fenomena itu dipicu adanya dugaan kongkalikong (kolusi) antara oknum petugas TKSK dan sejumlah e-Warong dalam pelaksanaan program sembako. Di satu sisi kedapatan e-Warong yang memonopoli pelayanan KPM, sementara e-Warong lainnya hanya melayani KPM seadanya bahkan ada yang gigit jari tidak melayani satupun KPM (nihil).
Hal itu seperti diungkap LSM Fesomas Kabupaten Subang dalam rilisnya yang diterima awak media, belum lama ini. Pentolan LSM Fesomas Dedi Supriatna mendapati fakta di lapangan, seperti terjadi di sejumlah desa-desa wilayah Kecamatan Kasomalang. Modusnya pemilik e-Warong di Desa Sindangsari berinisial Ek diduga berkolaborasi dengan oknum petugas TKSK Kasomalang An mengarahkan para KPM melalui para ketua RT/RW untuk berbelanja di e-Warong milik Ek dengan terlebih dahulu menghimpun kartu ATM/KKS di wilayahnya masing-masing.
Lebih ironisnya lagi, oknum pemilik e-Warong Ek ini setelah menerima kartu ATM/KKS malah menggesek/mencairkan uang elektrik itu tanpa seijin KPM, lalu membelanjakan dan membagikannya sembako/bahan pangan itu kepada KPM dalam bentuk paket.
Tak hanya itu, TKSK juga diduga berkolaborasi dengan sejumlah pemilik e-Warong tertentu mengarahkan para suplayer komoditas untuk memasok ke e-Warong-eWarong dengan imbalan mendapat success fee.
“Bila saja success fee-nya dikalkukasi dari setiap KPM/Kg beras atau bahan pangan lainnya untuk se-wilayah Kecamatan Kasomalang maka akan terhimpun fulus makruh puluhan juta rupiah,” ujar Dedi.
Awak media ketika investigasi mendampingi pentolan Fesomas menemui TKSK Kasomalang Ani di kediamnnya, Rabu (8/9/2021), dirinya membantah bila telah mengkondisikan atau mengarahkan KPM atau suplayer dengan sejumlah pemilik e-Warong. “Tidak.. tidak yah. Saya tidak melakukan hal-hal yang di luar ketentuan Pedum, mereka para KPM dipersilahkan untuk memilih berbelanja di e-Warong mana saja dan memesan bahan pangan yang dia butuhkan. Mendistribusikan KKS atau kegiatan administrasi lainnya saja sudah mumet,” kilahnya.
Sementara pemilk e-Warong Eka mengaku dirinya tidak pernah mengambil/menghimpun kartu ATM/KKS dari para PKM secara door to door. “Saya menerima kartu ATM dari para ketua RT/RW dan saya kira sudah atas seijin pemilik ATM/KKS (KPM) sehingga saya mencairkannya,” ujarnya berkilah.
Berbeda dengan pengakuan salah seorang pemilik e-Warong yang keberatan disebut identitasnya menyebutkan bila dirinya pernah diminta/disuruh memilih alternatif dua pilihan oleh Eka. Jika bahan-bahan pangan (komoditi) dipasok oleh Eka (kuli gesek-red) diberi imbalan Rp5.000/KPM, tapi bila pemilik e-Warong menyediakan/belanja pengadaan bahan pangan sendiri, maka dia harus memberikan fee Rp5.000/KPM kepada Eka.
Jika komitmen ini disepakati, maka e-Warong ybs akan diatur seberapa banyak akan mendapat pelanggan (KPM). “Tapi kami menolak kedua pilihan itu, sehingga saya hanya mendapat KPM seadanya,” ungkapnya.
“Yang lebih ironis sejumlah KPM Desa Pasanggarahan eksodus ke desa tetangga (Sindangsari), ya itu tadi karena diarahkan, padahal di desa ybs ada e-Warong. Maka itu kami minta keculasan dan karut marut ini harus sudah diakhiri,” tandasnya.
Dari pengamatan dan temuannya Dedi menyebut, dalam realisasi periode terakhir yang mendominasi melayani pelanggan (KPM), diketahui di Desa Sindangsari pemilik e-Warong Ek, pemilik e-warong Ar, dan Us gigit jari (nihil), di Desa Pasanggrahan pemilik e-Warong Kom mendapat pelanggan (KPM) seadanya. Sementara di Desa Kasomalang Wetan yang mendominasi pemilik e-Warong Uj, sementara As dan Hab gigit jari (nihil), padahal mereka katanya sudah ngasih angpau ke oknum TKSK Kasomalang dan Sekdes Kaswet sebagai salam tempel, tetapi tetap tidak mendapat pelanggan (KPM).
Pihaknya menyesalkan adanya ketimpangan yang mencolok atas berjalannya program BPNT ini, sepertinya tidak ada rasa keadilan dan pemerataan berpihak kepada golongan (pemilik e-Warong) yang lemah alias tidak berdaya, harus sampai kapan fenomena ini berlangsung.
Untuk menyikapi kasus ini, pihaknya sudah konfirmasi ke pihak-pihak berkompeten, seperti Pinca BRI Kabupaten Subang, Kabag Pemerintahan Setda Kabupaten Subang dan Dinas Sosial Kabupaten Subang, beberapa waktu lalu, sehingga diharapkan dalam penyaluran ke depannya ada perubahan yang siginifikan.
Dirinya juga mempertanyakan peran Tim Koordinasi Bansos Pangan Kecamatan dan Desa, terkesan tidak melaksanakan tupoksinya secara serius, faktanya masih adanya dugaan ketua RT/RW yang menghimpun kartu ATM/KKS, padahal camat dan kepala desa sebagai penanggung jawab tim di tingkat masing-masing mestinya melakukan pemantauan, evaluasi dan pembinaan terhadap perangkat desa terkait pelaksanaan program.
“Aparat penegak hukum harus segera bergerak melakukan penyelidikan, tanpa harus menunggu laporan, karena ini kasusnya bukan delik aduan melainkan peristiwa pidana,” tegasnya.
Pada bagian akhir rilis, LSM Fesomas memberikan panduan apa saja yang termasuk dalam pelanggaran dalam penjualan bahan pangan program sembako oleh e-Warong, yakni:
- Jika e-Warong melayani pencairan tunai dana bantuan program s
- Jika e-Warong melakukan pemotongan/pungutan dana bantuan program s
- Jika e-Warong menjual bahan pangan jauh di atas harga pasar.
- Jika e-Warong melakukan pemaketan bahan pangan program s
- Jika e-Warong menggesekkan ATM/KKS sebagai pembayaran tanpa langsung memberikan bahan pangan kepada KPM.
- Jika e-Warong menjual bahan pangan dengan kualitas yang tidak layak/tidak baik.
- Jika e-Warong menimpan ATM/KKS dan/atau PIN KPM.
(Abh)