Jakarta, Demokratis
UUD yang baru hasil amandemen nanti harus merumuskan NKRI dan sistem Presidensial lebih tepat lagi. Oleh karena itu, diperlukan Komisi Konstitusi untuk merumuskan UUD 1945 yang oleh Soekarno disebut sebagai Konstitusi Sementara.
Ini dikatakan J Kristiadi mantan anggota Komisi Konstitusi di Gedung MPR Jakarta, Senin (11/11/2109).
Pembentukan Komisi Konstitusi, katanya, berbeda dengan wewenang MPR. Komisi Konstitusi hanya sebagai wadah para tokoh yang hanya untuk merumuskan Konstitusi, sedangkan MPR berwenang merumuskan dan mengesahkan UUD.
“Meski Komisi Konstitusi tak dikenal dalam UUD. UUD juga bukan kitab suci yang tidak bisa dirubah,” kilah peneliti CSIS ini.
Bahwa tidak banyak yang tau jika amandemen UUD tahun 2002 adalah amandeman atas UUD 1945 yang sementara. “Ini kata Bung Karno,” tegasnya.
Sementara itu, dari pertemuan Ketua MPR Bambang Soesatyo dengan Surya Paloh Ketua Partai Nasdem di Jalan Gondangdia Jakarta (13/11/2019).
“Surya minta agar amandemen yang dilakukan oleh MPR agar tidak merubah pembukaan UUD 1945. Serta sistem politik agar dikembalikan kepada Pancasila dan Sila ke 4. Yang selama ini pada prakteknya telah free fight,” sitir Bamsoet atas ucapan Surya Paloh setelah digelar pertemuan tertutup.
MPR periode 2019 – 2014 telah menerima rekomendasi dari MPR sebelumnya terkait dengan rekomendasi amandemen UUD secara terbatas dan menetapkan GBHN sebagai haluan pembangunan.
“Akan tetapi sampai kini MPR masih belum menerima usulan amandemen UUD dari Fraksi-fraksi di MPR,” ungkap Bambang. (Erwin Kurai)