Tapteng, Demokratis
Desa Mela Dolok, Kecamatan Tapian Nauli, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), dua mingguan berakhir menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat. Hanya dihuni lebih kurang 12 kepala keluarga (KK), desa yang berada di perbukitan ini memperoleh Dana Desa sebesar Rp 792 juta lebih.
Perbincangan ini menyeruak setelah Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menyinggung desa fiktif dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (4/11) lalu. Sri Mulyani mengungkapkan adanya laporan banyak desa tak berpenduduk yang dibentuk agar bisa mendapat kucuran dana desa secara rutin tiap tahun.
Beberapa lembaga sosial kemasyarakatan menyoroti kondisi ini. Salah satunya LSM LIPPAN (Lembaga Independen Pengawasan Pejabat dan Aparatur Negara) Wilayah Tapanuli Tengah. Mereka menegaskan, jika peryataan Sri Mulyani yang menyebutkan kriteria paling mudah untuk mengidentifikasi bahwa sebuah desa adalah desa fiktif yakni jumlah penduduknya yang berada di bawah 1.000 atau bahkan 100 orang, sangat mudah ditemukan di Tapanuli Tengah.
“Jika dikalkulasi, Desa Mela Dolok yang hanya berpenduduk sekitar 12 KK, jumlah jiwa yang menghuninya tidak lebih dari 50 orang,” ungkap Heri Kiswanto SPd, Sekretaris LSM LIPPAN Wilayah Tapanuli Tengah, Rabu (20/11).
Lebih dari itu, sambung Kiswanto, jika mengacu kepada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, jumlah penduduk untuk wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 jiwa atau 800 Kepala Keluarga. Sementara jumlah penduduk Desa Mela Dolok tidak lebih dari 12 Â KK. Dalam hal ini Kiswanto menegaskan persyaratan memiliki potensi sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi pendukung tidak terpenuhi.
“Artinya, Desa Mela Dolok tidak legitimate dan cacat hukum untuk menerima Dana Desa,” timpalnya.
Masih menurut Kiswanto, jikapun Desa Mela Dolok merupakan sebuah desa warisan, namun Dana Desa yang dikucurkan tidaklah harus sebesar jumlah yang diterima saat ini. Karena Dana Desa yang dialokasikan untuk suatu desa sangat tergantung dengan jumlah penduduk desa yang bersangkutan. Dalam hal ini, data kependudukan Desa Mela Dolok diduga digelembungkan. Bahkan diduga, dokumen administrasi seperti berita acara musyawarah desa dan kepengurusan lembaga desa syarat pengkondisian.
“Kita memukan inkonsistensi data jumlah penduduk dan luas wilayah. Bisa dikatakan desa siluman, ada nama tapi tidak berpenghuni,” imbuhnya.
Terpisah, Kepala Desa Mela Dolok Hot Nauli Tarihoran, kepada awak media mengatakan jika dirinya dilantik menjadi kepala desa dua tahun lalu. Diterangkannya, Desa Mela Dolok yang merupakan kampung yang dibuka marga Silalahi memiliki nilai sejarah dalam perjuangan kemerdekaan RI.
Masyarakat Mela Dolok mencari nafkah dari hasil tanaman keras, seperti karet, durian, mangga, dan lainnya. Untuk lahan persawahan tidak ada. Meski penduduk Mela Dolok sedikit, desa itu selalu memperoleh kucuran DD setiap tahunnya. Tahun ini, desa tersebut memperoleh Dana Desa senilai Rp 1.1 miliar lebih, dengan rincian, Dana Desa Rp 792 juta lebih dan Alokasi Dana Desa Rp 432 juta lebih.
“Dana Desa tahun 2019 dimanfaatkan membangun jalan rabat beton sepanjang 215 meter,” ujarnya sembari menambahkan jika penduduknya banyak hijrah ke Mela II atau desa terdekat, namun secara administratif masih tercatat sebagai penduduknya.
Hot Nauli Tarihoran berterima kasih kepada pemerintah yang mengucurkan Dana Desa dengan harapan ke depan pembangunan jalan rabat beton bisa berlanjut sampai tembus ke Desa Mela II.
“Kita berharap beberapa tahun ke depan jalan sepanjang 3 kilometer dari Mela Dolok menuju Mela II bisa tembus,” harapnya.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas PMD Kabupaten Tapanuli Tengah, Jonnedy Marbun, saat dikonfirmasi perihal Desa Mela Dolok, tidak banyak berkomentar. Melalui aplikasi WhatsApp, mantan Camat Kolang ini berjanji akan menelusuri kondisi desa yang hanya bisa dilalui kenderaan roda dua itu.
“Akan kita telusuri pak,” jawab Jonnedy singkat. (MH)