Jakarta, Demokratis
Budayawan Malaysia Dato Megat Ahmad Shahrani yang masih berdarah Minang dari Pagaruyung mengatakan, masyarakat Melayu sekarang ini sedang memasuki peradaban baru dalam perdagangan era zaman 4.0 dengan dari dan untuk kaum Melayu.
“Tetapi bukan berarti kami ingin tertutup menolak asing. Sepanjang kami bisa produksi sendiri maka kami akan membeli produksi buatan kaum Melayu”.
Pendapat ini dikatakan Dato Megat Ahmad Sharani di Jakarta, Sabtu (23/11/2019) di sela-sela pertemuan Dunia Melayu Dunia Islam yang dibuka oleh Menteri Agama Fachrul Razi.
Pertemuan hari ini, katanya lagi, adalah merupakan pertemuan kebangkitan peradaban ekonomi baru oleh masyarakat, atau bukan cuma sekedar pertemuan peradaban budaya saja.
“Kita sudah membicarakan dari produk ekonomi yang dihasilkan oleh industri kita, dan kita juga telah membicarakan persaingan. Setelah kita tertinggal sangat juah jika dibandingkan dengan lima abad lalu saat orang Malayu maju secara ekonomi. Sebaliknya kini kaum Melayu telah dipandang sebelah mata oleh karena tidak punya hegemoni ekonomi yang kuat,” tegasnya.
Dikatakan, ibadah tetap perlu tetapi dalam kompetisi kita juga harus muncul. “Jangan malu untuk belajar pada asing demi kemajuan ekonomi di era perdagangan online,” ujarnya.
“Petronas dahulu belajar teknologi dari Pertamina Indonesia. Sekarang Petronas sudah bisa menghasilkan minyak oleh orang Melayu sendiri,” kata Ahmad yang berasal dari Selangor yang juga jadi pelindung perantau Minangkabau di Malaysia.
Salah satu penyebab, katanya lebih lanjut, bahwa yang membuat orang Melayu sakarang tertinggal dikarenakan oleh sikap prilaku pemimpinnya dimana antara cakap dan perbuatan berbeda demi untuk mengutamakan diri sendri.
Dikatakan, bilangan orang Melayu sekarang berjumlah 350 juta orang yang terbesar berada di Indonesia. Dunia Melayu Dunia Islam mau menyatukan ini lewat belanja ekonomi secara online dari usaha produksi dari 23 negara.
“Untuk itulah kita perlu tukar pikiran dengan konvensi dan kerjasama ekonomi halal antar Dunia Melayu, selain membangun networking yang luas untuk kerjasama antar Melayu dan investor asing. Seperti Arab yang datang ke sini dahulu dengan berdagang, bukan dengan cuma bercakap-cakap saja,” tegas relawan aktifis autisme di Malaysia ini.
“Jadi yang salah selama ini bukan budaya Melayunya. Yang salah adalah prilaku individu dan pemimpinnya,” jelasnya.
Melayu Riau memulai kembali dengan menggerakkan ekonomi rakyat dengan cara bersinergi. “Selain kita sangat perlu pembangkit baru yang selama ini kita sangat lemah dari sisi ekonomi,” kata Ajis Manaf tokoh Dunia Melayu Dunia Islam asal Siak Riau. (Erwin Kurai)