Jakarta, Demokratis
Di tengah merebaknya penularan Omicron, Direktur Sekolah Dasar Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Sri Wahyuningsih, memaparkan alasan pemerintah tetap menjalankan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen yang mulai diterapkan pada awal tahun ini.
Sri menilai penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang terlalu lama telah menimbulkan berbagai persoalan di bidang pendidikan, salah satunya penurunan kualitas atau mutu capaian pembelajaran.
“Perlu banyak yang harus kita kejar dari kurang lebih 2 tahun dan 4 semester saat anak-anak kita harus belajar dengan berbagai persoalan,” kata Sri dalam sesi webinar bersama media pada Kamis (20/1/2022).
Kondisi penurunan tersebut juga disumbang oleh sekolah-sekolah di daerah dengan level PPKM aman, namun masih belum melaksanakan pembelajaran tatap muka. Hal tersebut, kata Sri, akan berpengaruh pada capaian kualitas pendidikan.
Selain itu, masalah-masalah psikologis yang dialami peserta didik selama hampir dua tahun belakangan, seperti penurunan kualitas interaksi sosial, juga menjadi alasan lain bagi pemerintah untuk menyegerakan pelaksanaan pembelajaran tatap muka.
“Itulah kenapa PTM didorong untuk segera dilaksanakan. Untuk daerah yang level 3, PTM-nya ini tidak 100 persen, masih terbatas. Walaupun ada yang 100 persen, masih ada sisi-sisi lain yang harus betul-betul dikawal oleh Dinas Pendidikan dan Satgas Covid-19 setempat,” ujarnya. Menurut Sri, Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri telah mencakup berbagai aturan dan antisipasi pelaksanaan PTM saat pandemi.
Melalui SKB tersebut, pihaknya mendorong setiap satuan pendidikan yang berada di dalam wilayah PPKM level satu dan dua, serta memiliki capaian vaksinasi dosis 2 pendidik dan tenaga kependidikan setidaknya 80 persen, agar dapat menyelenggarakan pembelajaran tatap muka dengan jumlah peserta didik 100 persen.
Dengan menerapkan PTM 100 persen, maka satuan pendidikan tersebut dapat melaksanakan kegiatan belajar setiap hari di sekolah dengan durasi maksimal sekitar enam jam pelajaran per hari. Sri mengatakan penyelenggaraan PTM terbatas juga dapat ditutup atau dihentikan sementara apabila terjadi lonjakan kasus Covid-19. Ketika PTM ditangguhkan, maka sekolah bisa kembali ke metode PJJ.
“Sekolah, sebagai fasilitas pendidikan, semuanya betul-betul harus fokus mengawal PTM ini bisa berjalan dengan baik mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga proses anak belajar,” ujarnya. Ia menegaskan seluruh pihak semestinya memiliki kesadaran mengejar ketertinggalan capaian pendidikan setelah dua tahun terjebak pandemi.
Di samping itu, Sri juga mengatakan bahwa sudah menjadi kewajiban pemerintah memberikan hak perlindungan kepada anak-anak serta memprioritaskan kesehatan dan keselamatan mereka.
“Pemerintah sudah berupaya dan kita semua sadar betul bahwa sehat dan selamat itu yang utama, tapi pendidikan juga tidak kalah utamanya,” kata dia. (Djoni)