Pilihan hidup terbentang luas dan di situ banyak yang tersedia. Sehingga ada kata-kata orang bijak: Tak satu jalan ke Mekkah. Artinya, banyak jalan yang bisa menyampaikan seseorang ke Mekkah.
Dengan begitu banyak orang memilih jalan yang mana yang ia mau pilih. Baik yang melalui jalan darat, melewati jalan laut, maupun melalui jalan udara. Pokoknya sampai ke tujuan. Sesuai dengan waktu target yang ditetapkan.
Bagi muslim diberi petunjuk jalan agar sesuai dengan tujuannya. Jalan dan arah yang benar serta lurus. Hal itu disebutkan dengan jelas dalam kalimat surat Al Fatihah ayat 5 sampai 7 yang berbunyi:
Ihdinash shirathal mustaqim (5) Siratal lazi naan alaihim (6) Ghairil maghdubi alaihim Waladdhalin (7) Amiin. (Tunjukkanlah kami kami jalan yang lurus. Yakni jalan mereka yang Engkau beri nikmat. Bukan jalan yang sesat. Amiin).
Tujuan ayat ini menurut ahli tafsir, menjelaskan jalan yang diikuti umat Islam, yaitu lurus dan benar. Jalan yang tidak dimurkai Allah. Tidak jalan yang sesat.
Maka umat Islam itu menafsir ayat dan memahamkan ayat itu dengan faham yang jelas. Tidak sembarangan. Tidak asal. Asal mudah.
Dalam sejarah Islam dikenal kata firqah sebagai golongan yang mengambil faham dari luar jemaah Islam atau pendapat kaum di luar pemahaman Islam. Sehingga merekapun terbawa-bawa. Jelas akan membawa salah faham yang tidak perlu.
Dalam buku Quran Society yang ditulis Arum Titisari yang mungurai kata firqah dari huruf Hijayah. Yaitu Fa, Ra dan Qar. Ketiganya mengandung arti dasar sebagai pemisahan atau perbedaan dua hal. Jadi penyebabnya berawal dari dua arti pemisahan tersebut.
Sehingga kata Arum Titisari harus maksudnya dikembalikan ke dasarnya. Tidak menimbulkan hal yang tidak perlu. Yang memunculkan masalah fiqih dalam Islam seperti dilansir detik.com 16 September 2021, seperti ditulis Rahma Indira Rahbani dalam tulisan yang berjudul Arti Firqah Secara Bahasa, Penyebab Muncul, dan Jenisnya.
Sependapat dengan Arum Titisari tersebut Khairil Anwar dari Majelis Tarjih Muhammadiyah menyebut ada sembilan pokok firqah yang terdapat dalam Islam, yaitu:
Pertama, cenderung pada pikiran sendiri. Kedua, terjadinya perselisihan bidang fiqih. Ketiga, perselisihan tentang perbuatan Allah SWT. Keempat, hilangnya kuasa politik kekhalifahan. Kelima, memberi kekuatan tentang kedudukan nabi. Keenam, perbedaan faham. Ketujuh, tentang kedudukan para sahabat. Kedelapan, fanatisme pada bangsa Arab. Kesembilan, perbedaan faham tentang kedudukan khalifah.
Sembilan pokok persoalan ini menjadi perbedaan pendapat yang sulit didamaikan. Menurut Khairil Anwar, menjadi kebijaksanaan hal ini harus menjadi perhatian khusus umat Islam.
Apa yang menjadi temuan di atas memang hal yang sungguh keprihatinan umat Islam. Apakah lagi soal ekstrim umat Islam yang banyak menjadi hambatan tantangan kemajuan. Maka hal yang bersifat hukum yang mengikat harus dilakukan ekstra hati-hati. Jangan sampai menambah persoalan yang sudah ada.
Kita berpendapat kembalilah ke jalan yang diridhai Allah. Sehingga meninggalkan perbedaan dan perselisihan. Seperti firman Allah di Surat Annisa ayat 59 yang bunyinya:
Farudduhu illallah warasuluh (Kembalilah ke jalan Allah dan Rasulnya).
Semoga demikianlah yang terjadi.
Jakarta, 11 Januari 2022
*) Penulis adalah Doktor Dosen Paskasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com