Jakarta, Demokratis
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim belum menyentuh modus pungutan sekolah setelah hampir sebulan menjabat sebagai menteri milenial yang mewakili generasi anti korupsi.
Pungutan tersebut dilegalkan dengan alasan dana pendamping BOS yang tidak mencukupi yang diatur dengan Permen Nomor 75 Tahun 2018 yang membolehkan pungutan di bidang pendidikan.
“Padahal janjinya pendidikan akan dibebaskan dari pungutan. Realitasnya sampai sekarang Permen tersebut belum pernah dicabut”.
Ini dikatakan Abdul Fikri Faqih Wakil Ketua Komisi X yang membidangi Pendidikan dan Pendidikan Tinggi di Jakarta (29/11/2019).
Negara pada tahun 2019 telah mengaloksikan anggaran pendidikan sebesar Rp 500 triliun atau setara dangan 20% dari APBN sebesar Rp 2.500 triliun.
“Saya mempertanyakan alokasi tersebut apakah sudah benar dialokasikan secara tepat untuk pendidikan seutuhnya. Ini yang harus dibongkar,” katanya.
Di sisi lain, tambahnya, masih ada anak usia sekolah yang tidak bersekolah, ada usia sekolah yang putus sekolah di tengah jalan. “Orang tua murid yang dibebani pungutan sekolah setiap awal penerimaan siswa baru, hingga sampai masalah guru honorer yang tidak terurus dengan baik,” kata Fikri.
“Tak hanya itu, malah sekarang ini ada istilah baru yakni Dana Transfer Umum padahal masih ada sekolah yang cuma dengan satu guru dalam belajar mengajar,” tambahnya. (Erwin Kurai)