Keris merupakan salah satu ikon kebudayaan di tanah Jawa. Tapi sejatinya, keris merupakan hasil budaya asli Nusantara.
Keberadaan keris tersebar di seluruh wilayah yang pernah di bawah kekuasaan Majapahit, termasuk Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi hingga Mindanao di Filipina Selatan. Bahkan keris sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia.
Senjata belati ini berbeda dari senjata pada umumnya. Ujungnya lancip dan tajam, namun berkelok-kelok pada bagian pangkal. Kemudian terdapat guratan logam cerah pada bilah.
Dulu keris digunakan sebagai senjata perang dan pelengkap sesajen. Namun sekarang keris lebih sering berfungsi sebagai bagian dari aksesori busana adat, di samping juga menjadi koleksi yang bernilai estetika.
Keris terdiri atas tiga bagian utama, yaitu bilah (wilah atau daun keris), ganja (penopang), dan hulu keris (ukiran, pegangan keris). Bilah menjadi komponen yang wajib. Sedangkan hulu keris, bisa terpisah atau menyatu dengan bilah.
Ganja atau penopang tidak selalu ada, tapi keris yang baik memilikinya. Selain besi, keris juga bisa dibuat dari logam mulia, kayu, gading, hingga emas.
Setiap keris biasanya dilengkapi dengan pelindung atau disebut warangka (sarung keris). Kebanyakan sarung keris terbuat dari kayu, yang dibuat dengan indah bahkan mewah.
Tidak ada yang tahu pasti asal-usul keris, walau istilah “keris” sendiri sudah tercantum dalam prasasti dari abad ke-9 Masehi. Dikatakan, keris berasal dari singkatan bahasa Jawa “Mlungker-mlungker kang bisa ngiris” yang berarti benda berliku-liku yang bisa mengiris/membelah sesuatu.
Keris kemungkinan mendapat pengaruh dari peradaban Tionghoa dan India. Senjata-senjata mirip keris banyak ditemukan pada peninggalan Kebudayaan Dongson dan Tiongkok Selatan.
Selain itu, keris juga sering dijadikan sebagai benda pusaka, selayaknya orang-orang India. Karena itulah, banyak yang percaya keris memiliki nilai magis yang menjadi keunikannya sebagai sebuah senjata tradisional. Konon, tokoh-tokoh penting Indonesia banyak yang menyimpan keris, salah satunya Presiden Pertama Indonesia Soekarno.
Salah satu jenis keris yaitu keris buda atau keris sombro yang merupakan bentuk keris sebelum era Kerajaan Kediri-Singasari. Bentuknya pendek dan lurus, dan dikatakan menjadi prototipe pertama keris. Keris buda memiliki bentuk yang mirip dengan belati yang nampak pada candi-candi di Jawa sebelum abad ke 11, masih memperlihatkan ciri India.
Sementara bentuk keris modern yang dikenal masyarakat pada saat ini diawali dari masa Majapahit. Umumnya keris ini dibuat dari campuran dua jenis bahan logam. Proses penyatuannya dilakukan dengan ditempa dan dilipat berulang-ulang pada suhu tinggi.
Logam yang masih berupa batangan lebih dulu dipanaskan pada suhu di atas 1.000 derajat Celcius. Nilai estetika keris dilihat dari seberapa banyak proses pelipatan dan penempaannya (saton). Setelahnya, campuran logam dipotong dua sama besar dan disisipkan sebatang baja. Lalu ketiga lapisannya ditemba kembali hingga menjadi keris mentah.
Keris mentah selanjutnya dibuat ornamen-ornamen (ricikan) dengan menggunakan kikir, gerinda, dan bor sesuai dhapur keris yang akan dibuat. Begitu bentuk ricikan yang diinginkan selesai dibuat, keris diberikan gaman (gagang) dan warangka (sarung). Tidak lupa, keris diberi wewangian sehingga menjadi keris yang sempurna.
Keris dipercaya sebagai benda pusaka dan manifestasi dari simbol-simbol tatanan hidup dan pemahaman ketuhanan. Bentuk dhapur sebagai pesan yang didapat dari hasil berguru pada kehidupan dan manembah (menyembah) Tuhan.
Bentuk lurus merupakan tuntutan untuk bertakwa kepada Tuhan, dan bentuk berlekuk-lekuk seperti asap dupa diartikan sebagai wujud kemanunggalan kepada Tuhan YME. Ratusan bentuk dhapur menggambarkan apa yang bisa diharapkan sebagai keutamaan berbudi luhur. ***