Medan, Demokratis
Sekjen DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto meminta para mahasiswa Indonesia untuk berani berimajinasi dan memupuk spirit kepemimpinan Indonesia di tingkat dunia. Seperti yang pernah ditunjukkan oleh para founding fathers Indonesia Soekarno, Hatta, dan para tokoh nasional lainnya.
“Mahasiswa jangan pernah takut berimajinasi. Semasa masih muda, bangunlah imajinasi dan spirit itu,” kata Hasto saat memberi kuliah umum bertema “Indonesia Dalam Geopolitik Global” di aula kampus Universitas Sumatera Utara (USU), Senin (14/3/2022).
Hadir dalam acara itu Rektor USU Muryanto Amin beserta jajarannya, ratusan mahasiswa, dan sejumlah tokoh di antaranya anggota DPR dari Fraksi PDIP Sofyan Tan dan Deddy Yevri Sitorus. Hadir juga sejumlah kepala daerah dari PDIP seperti Wali Kota Medan Bobby Nasution, Bupati Serdang Bedagai Darma Wijaya, Wakil Bupati Humbahas Oloan Nababan, Wali Kota Gunungsitoli Lakhomizaro Zebua, dan Bupati Batubara Zahir.
Hasto yang juga mahasiswa program doktoral Universitas Pertahanan (Unhan) itu menjelaskan soal pemikiran geopolitik Soekarno.
Hasto mengatakan pemikiran geopolitik Soekarno bertumpu pada sejumlah prinsip. Pertama, doktrin geopolitik Indonesia sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945. Bahwa kemerdekaan ialah hak segala bangsa, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaaan dan perikeadilan.
Kedua, pemikiran kemerdekaan Indonesia untuk membangun persaudaraan dunia, yang bebas dari imperialisme dan kolonialisme.
Ketiga, menekankan pada supremasi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemanusiaan, pembebasan (kemerdekaan), keadilan dan perdamaian dunia.
Keempat, geopolitik Indonesia bukan untuk memperluas wilayah, melainkan basis persatuan Indonesia untuk tatanan dunia baru berdasarkan Pancasila.
Apakah prinsip ini masih relevan? tanya Hasto. “Geopolitik itu tak pernah berubah. Yang berubah hanya bentuk penguasaan sumber dayanya. Kalau dulu misalnya perebutan komoditas dan sumber daya energi. Sekarang kolonialisme bisa berbentuk kolonialisme data,” kata Hasto.
Menurut Hasto, kini dunia dihadapkan pada perkembangan geopolitik baru. Ada persoalan Rusia dan Ukraina, kondisi di Timur Tengah, hingga dinamika di Laut Tiongkok Selatan. Maka dari itu para mahasiswa Indonesia perlu mendalami sejarah dan pengalaman sebenarnya yang sudah dilakukan di era Soekarno. Bagaimana para pendiri bangsa Indonesia sudah pernah menunjukkan ke dunia, bahwa Pancasila adalah the ultimate world ideology.
“Pancasila adalah suatu konstruksi tata dunia baru pasca perang dunia II yang dipelopori oleh Indonesia. Ini yang harus diimpikan mahasiswa Indonesia, 25 tahun ke depan seperti apa. Kalau anda ingin jadi pemimpin masa depan Indonesia, lakukan apa yang dilakukan pendiri bangsa itu. Anda harus memahami national view, regional view, dan international view,” beber Hasto.
“Kampus saatnya menjadi pusat kemajuan, pusat penguasaan ilmu dasar, kebudayaan, pemahaman bahwa kita adalah a great nation,” sambung Hasto.
Sementara itu, Rektor USU Muryanto Amin mengatakan kuliah umum yang disampaikan Hasto mengenai geopolitik Bung Karno membuka arti pentingnya pemahaman ilmu tersebut bagi para mahasiswa. Seorang Soekarno yang aslinya berlatar belakang ilmu arsitek, namun juga justru mendalami ilmu geopolitik hingga menjadi Bapak Proklamator bangsa.
“Kita akhirnya memahami bahwa ternyata geopolitik mempengaruhi apa pun yang kita dalami di ilmu-ilmu lainnya. Substansi geopolitik memang substansinya di ilmu sosial. Namun ada keterkaitan semua disiplin ilmu ketika hendak diwujudkan dalam kebijakan,” beber Muryanto.
Menurut Muryanto, pihaknya berencana menggelorakan kembali agar ilmu geopolitik masuk menjadi mata kuliah wajib di semua program studi.
“Ini akan menjadi mata kuliah wajib di program studi lainnya. Sehingga anak kedokteran sekali pun harus memahami geopolitik,” kata Muryanto.
“Ini penting sehingga kita semakin memperkuat keindonesiaan kita dengan keberagaman itu, bukan didominasi satu identitas semata. Generasi ke depan harus memahami keberagaman dan geopolitik Indonesia sehingga kita tak mudah diceraiberaikan oleh pihak yang luar yang berusaha memanas-manasi,” tambah Muryanto.
“Anak muda Indonesia saat ini yang akan jadi pemimpin di masa depan harus memahami pentingnya geopolitik Indonesia sehingga ketika saatnya memimpin nanti, bisa menjaga Indonesia yang beragam,” pungkasnya. (AS)