Jumat, September 20, 2024

Gabak di Hulu

Baru-baru ini, ada perdebatan soal pawang hujan. Sebab, ada yang percaya, ada juga yang tidak. Jadi, apa sih sesungguhnya pawang hujan tersebut?

Ungkapan gabak di hulu sering digunakan untuk meramalkan adanya hujan yang akan turun. Sekadar ikut dalam keramain tersebut tuisan ini diturunkan. Ini istilah hujan yang akan turun. Biasanya oleh peramal cuaca yang mempunyai ilmu tentang meteorologi alias indikasi akan adanya hujan turun.

Orang berilmu dan terpelajar tidak akan mengembankan cara berpir semacam itu. Boleh dipercaya, boleh tidak, namanya juga dugaan atau ramalan. Bisa benar, bisa salah. Ya, lihat saja kenyataan yang terjadi. Inilah yang diperdebatkan.

Tingkat kebenarannya adalah sedikit. Karena itu, kita ambil tingkat keberannya yang lebih tinggi. Karena mitos kebenarannya lebih rendah kita tinggalkan. Kita memakai kebenaran ilmu.

Seperti yang berlaku pada Rara sang pawang hujan di balapan MotoGP di Sirkuit Mandalika, baru-baru ini. Ia diminta untuk agar membuat hujan tidak turun, tapi yang terjadi hujan tidak berhenti sampai balapan harus tertunda sampai satu jam. Padahal pawang sudah dibayar. Itu resiko seorang pawang jika berhasil dipuji, kalau gagal dimaki!

Seorang teman mengeluh dan kesal serta menyataan saat ini sudah era idustri 4.0 tapi masih juga berpikir dan percaya kepada paganisme. Maksudnya masih percaya kepada dukun atau pawang. Atau masih saja berpikir masa kuno. Tidak berpikiran maju.

Ia tamatan fakultas teknik. Sekarang mengajar di fakultas teknik di Universitas Negeri di Semarang. Kerisauannya itu pun cukup beralasan.

Kata Auguste Comte dalam bukunya History of Biology, ada tiga tahapan bepikir manusia. Yaitu, berpikir mitos, berpikir ilmu dan berpikir filsafat. Sekarang berpikir mitos yang dasarnya percaya kata orang. Tidak berdasar dari pemikiran yang alasannya jelas.

Metodenya dan alasan serta sumber datanya sukar dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Maka itulah sebabnya percaya kepada paganisme yang didominasi oleh para dukun.

Berbeda dengan tahap dua. Dengan metode dan sumber data yang bisa dipertanggung jawabkan secara rasional dan ilmiah. Demikian juga tahap tiga, berpikir yang dapat dipertanggung jawabkan dan dapat dikembangkan ke tahap ilmu berikutnya.

Akhirnya saya hendak mengatakan bahwa berpikir membawa kemajuan. Yang oleh Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menyatakan ilmu itu: laazrztul makrifajh (ilmu itu bermakrifat).

Maksudnya berarti yang jelas. Ada alur berpikir yang bisa dicek kebenarannya. Pokoknya yaitu tidak sekadar tahu tapi bermakna. Ilmu harus memberi hikmah. Oleh karena itu, harus ada pertanggung jawaban yang jelas.

Jakarta, 26 Maret 2022

*) Penulis ada adalah Doktor Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles