Jakarta, Demokratis
Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Chatarina Muliana Girsang mengatakan, kekerasan seksual masih menjadi tantangan besar di pendidikan tinggi Indonesia. Ia menekankan, kekerasan seksual merupakan satu dari tiga dosa besar pendidikan.
“Kekerasan seksual sebagai salah satu (dari) tiga dosa besar pendidikan selain perundungan dan intoleransi. Hal ini masih menjadi tantangan besar bagi kita karena sebagaimana kejahatan khusus lainnya kekerasan seksual sebagai kejahatan fenomena gunung es, di mana yang dilaporkan jauh lebih sedikit,” kata Chatarina dalam Rapat Koordinasi Pengawasan Satuan Pengawas Intern (SPI) PTN se-Indonesia 2022, dikutip dari keterangan Kemendikbudristek, Kamis (31/3/2022).
“Segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, akan menghambat terwujudnya pelaksanaan program strategis program Kampus Merdeka dan pencapaian tujuan program tersebut,” imbuhnya.
Chatarina mengatakan, kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan kekerasan seksual di satuan pendidikan mulai PAUD, SD, SMP dan SMA/SMK. Karena itu, perlu pemahaman yang holistik dalam pencegahan dan penanganannya.
“Penanganan yang dilakukan oleh kampus dan proses APH (aparat penegak hukum) harus mampu mencegah kejadian berikutnya dan memberikan keberpihakan kepada korban,” katanya.
Sebelumnya, Kemendikbudristek mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi pada September 2021.
Menurut Chatarina, Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 merupakan pemicu keberanian para korban dan warga kampus yang selama ini diam untuk melaporkan kejadian yang pernah mereka alami atau yang mereka ketahui terjadi di lingkungan perguruan tinggi.
Ketua Forum SPI PTN Andi Idkhan mengatakan, Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi merupakan awal terbentuknya satuan tugas atau satgas yang bertugas menindaklanjuti kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan PTN.
“SPI PTN harus sangat berperan dalam mengawal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di setiap kampus yang akan dilakukan oleh satgas,” kata Andi.
Lebih lanjut, diskusi pengawas SPI PTN membahas perangkat implementasi dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS), perkembangan pembentukan panitia seleksi (pansel) dan satgas PPKS oleh PTN, dan rencana tindak lanjut yang akan dikawal Kelompok Kerja (Pokja) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Kemendikburistek dengan SPI setiap PTN. (Albert S)