Banyak terminologi yang sulit dipahami meskipun istilah tersebut sudah dirubah ke bahasa Indonesia. Sebab, dari sananya memang sudah rumit. Apalagi bahasa asing.
Kata kawan saya, ia dosen di Universitas Islam Azzahra Jakarta, setidaknya terminologi itu harus dengan kasus, fokus dan perspektif. Beda kasus, beda maknanya. Beda fokus, beda artinya. Dan beda perspektif, beda pula uraiannya.
Sebab, makna dari kitab tergantug pada apa yang kita cari. Ekonomi, sosial, dan politik, semua yang kita cari ada di situ. Kita akan selalu memiliki perbedaan panjang yang tidak akan pernah selesai.
Orang berorientasi ekonomi akan mengutip dalil ekonomi terkait efisiensi, laba dan modal. Untuk rakyat banyak yang selalu disebut ekonomi kerakyatan.
Sementara sosial senang menyebut dalil yang bekaitan dengan keseimbangan dan ketenangan jiwa. Bagaimana program yang dapat membawa kemaslahatan. Sejauh mungkin sejahtera sampai ke anak dan cucu.
Masalahnya adalah kita selalu berselisih dalam terminologi. Ia mengatakan, yang benar adalah dirinya. Sementara yang lain, salah. Tidak ada kompromi. Sedikit pun.
Kata terminologi itu rasanya dekat dengan makna atau identik definisi (meaning). Apa makna terminologi radikal, misalnya. Kalau kita mendekati kekuasaan artinya mengambil kekuasaan dengan drastis melanggar undang-undang.
Kekuasaan dan kekuatan politik digunakan untuk menguasai negara misalnya. Itulah sebabnya terminologi politik diwaspadai.
Berdasar paparan di atas, definisi terminologi kita ambil jalan tengah agar tercapai yang diharapkan. Agar tidak menghasta kain sarung, situ ke situ saja. Supatutnya ada progres atau kemajuan.
Memang berorientasi—istilah sahib saya Muhamad Natsir Zubaidi—sekarang katanya, kita memerlukam manajemen manyeluruh. Kata dia, ini penting supaya kita maju. Sebab, manajemen manusia itu inti dari manjemen.
Barangkali Muhamad Natsir Zubaidi betul. Kerusakan pada manusia amat serius. Dari pada kerisaun bidang lain. Sebabnya adalah kerusakan manusia amat parahnya. Demikinan Muhmad Natsir Zubaidi.
Sebagai penutup kita sedarilah dan mari berkontribusi untuk membangun manusia. Ketimbang hanya berpro dan kontra soal terminologi tapi tidak menyumbang masa depan. Mudah-mudahan.
Jakarta, 1 April 2022
*) Penulis adalah Dosen Paskasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHMKA) Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com