Bagi warga negara India, pembataian di taman Jallianwala Bagh pada 13 April 1919 atau yang dikenal sebagai pembantaian Amritsar, adalah peristiwa kelam tetapi sekaligus menjadi penggugah semangat mereka untuk membuat India merdeka.
Pada hari itu, tentara Inggris dan Gurkha membunuh sedikitnya 379 pengunjuk rasa yang tidak bersenjata. Penembakan itu berlangsung sekitar 10 menit dan 1.650 butir peluru ditembakkan. Itu artinya 33 butir peluru per prajurit.
Sejarah ini hari memaparkan kembali latar belakang dan dampak dari kejadian itu. Bahkan, pembantaian itu menurut seorang bedah sipil Dr. Smith, menewaskan 1.526 warga India dan 2.000 orang terluka.
Menurut sebuah sumber, 1.000 orang lebih tewas, dan 2.000 orang lebih terluka. Dr. Smith, seorang dokter bedah sipil, mengatakan bahwa ada sekitar 1.526 orang tewas.
Pada hari itu, sekitar 13.000 warga berkumpul di taman tersebut untuk melakukan unjuk rasa secara damai. Warga yang terdiri dari lelaki, perempuan, tua, muda, dan anak-anak menentang larangan majelis umum di wilayah Punjab dan memprotes penangkapan dua pemimpin nasional, Satya Pal and Saifuddin Kitchlew.
Tanggal 10 Maret 1919, Inggris yang menjadi kolonialis di India saat itu, mengeluarkan kebijakan Rowlatt Act, yang memberikan kewenangan mereka menangkap pemimpin atau orang-orang yang dianggap revolusioner India untuk memenjarakan mereka selama dua tahun.
Pemerintahan Inggris juga melarang warga India berkumpul dengan jumlah massa yang banyak, yang membuat warga India tidak puas dan melakukan unjuk rasa.
Tanggal 13 April sekitar 13.000 warga berkumpul di Jallianwala Bagh untuk melakukan protes. Dan kebetulan juga di taman yang luas itu, ada kegiatan massa lainnya.
Unjuk rasa justru direspon dengan telak oleh komandan pasukan tentara Inggris saat itu yakni Brigjen Reginald Dyer. Dia memerintahkan sekitar 50 tentara untuk menembaki massa yang tidak bersenjata.
Senjata pun menyalak yang diarahkan kepada kerumunan massa. Selama 10 menit sebanyak 1.650 butir peluru ditembakkan. Massa pun kacau untuk menyelamatkan diri.
Akibatnya menurut tim dari Inggris jumlah orang tewas sebanyak 379, namun menurut sebuah sumber, 1.000 orang lebih tewas, dan 2.000 orang lebih terluka. Dr. Smith, seorang dokter bedah sipil, mengatakan bahwa ada sekitar 1.526 orang tewas.
Warga yang tewas selain karena terkena tembakan juga banyak yang tewas karena terinjak-injak akibat suasana kacau pada saat terjadinya penembakan.
Di Inggris, peristiwa itu berusaha ditutup-tutupi oleh pemerintahan Inggris, namun lambat laun terkuak, yang membuat parlemen marah dan memanggil Dyer.
Anehnya, ketika dia kembali ke Inggris, pendukungnya memberikan dia sebuah pedang berhias permata bertuliskan, “Saviour of the Punjab”. Dan sang jenderal tidak pernah dipenjara atas perbuatannya.
Dalam suratnya Dyer mengatakan bahwa dia menyerang kerumunan karena mereka berkumpul dalam pemberontakan terbuka melawan kerajaan.
Kemudian hari, PM Inggris Winston Churchill menyebut pembantaian para demonstran India pada 1919 mengerikan. Ratu Elizabeth mencapnya sebagai bekas luka yang memalukan dalam sejarah hubungan Inggris-India. Namun, tidak pernah ada kata maaf yang keluar dari mereka.
Meski demikian, sejumlah sejarawan menyakini bahwa Pembantaian Amritsar adalah kunci untuk menjatuhkan Raja Inggris di India. Sebagian besar percaya bahwa kemerdekaan India tidak terhindarkan pada saat itu. ***