Subang, Demokratis
Tindak pidana korupsi (Tipikor) tidaklah sama dengan tindak pidana lainnya. Tipikor merupakan sebuah kejahatan sangat luar biasa (extra ordinary crime). Disebut begitu lantaran dampaknya dapat menimbulkan disparitas ekonomi bahkan krisis ekonomi secara nasional, gagalnya pembangunan nasional, kerugian keuangan negara/daerah/desa sehingga dapat menimbulkan kesengsaraan masyarakat luas.
Tak sedikit elemen masyarakat yang merasa jengah dan muak dengan perilaku koruptif , sehingga ingin segera diterapkannya pasal hukuman mati bagi pelakunya, seperti di negeri Beruang Merah (baca : China).
Jika ada yang mengatakan bila penyakit Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sudah menjalar hingga ke tingkat pedesaan, fenomena itu memang telah lama berlangsung, hanya saja ada yang mencuat dan tidak mencuat ke permukaan.
Akan halnya dugaan perbuatan KKN itu, kini tengah membelit di tubuh Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Dwi Utama Mandiri Desa Gambrsari, Kecamatan Pagaden, Kab.Subang, Prov.Jawa Barat terkait dugaan korupsi/penyelewengan dana BUMDES bersumber dari Dana Desa (DD) dengan modal awal TA 2017 sebesar Rp.65 juta dan TA 2018 Rp.50 juta , totalnya mencapai Rp.115 juta yang dijadikan ajang korupsi, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/desa.
Ironisnya kata sumber, lebih memprihatinkan lagi bila di TA 2022 akan disuntik penambahan modal sebesar Rp.130 jutaa bersumber dari DD. Pihaknya menyayangkan kenapa BUMDES bermasalah masih akan mendapat suntikan dana lagi.
“BUMDes bermasalah tapi masih akan diberi suntikan permodalan baru, seharusnya dituntaskan terlebih dahulu permasalahan lama yang tidak jelas juntrungannya, BUMDes lagi sakit terkesan dipaksakan akan disuntik dana lagi. Ada apa ini?” tandasnya.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Gambarsari Agus Gustia Yugana, S.IP membenarkan jika BUMDes Dwi Utama Mandiri tersebut stagnan (baca: berjalan di tempat seperti mati suri) tidak ada aktivitas sama sekali.
“Sebetulnya kami pihak BPD sudah berulang kali melayangkan surat kepada pengurus BUMDes maupun kepada Kepala Desa selaku Komisaris terkait kegiatan usaha BUMDes Dwi Utama Mandiri, karena selama ini kami belum pernah menerima tembusan ataupun Laporan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) dari pengurus BUMDes,” ujar Agus dikutip putaran.id.
Pihaknya menyayangkan, dengan tidak berjalannya BUMDes Dwi Utara Mandiri tersebut yang seharusnya menjadikan salah sumber pendapatan APBDes.
“Kami kan jadi bertanya-tanya, apakah uangnya habis dipinjam seseorang untuk kepentingan pribadi ataukah dipinjam-dinjamkan ke masyarakat. Jika benar dipinjamkan ke masyarakat, justru masyarakat malah bertanya ke BPD terkait keuanagan BUMDes tersebut,” tandasnya.
Sementara, tokoh masyarakat desa setempat yang juga pentolan LSM Jaringan Aliansi Rakyat Anti Korupsi (JARRAK) Kabupaten Subang, Wawan Setiawan membenarkan bahwa BUMDes Gambarsari ini vakum dan terkesan amburadul. “Terbukti hingga saat ini kantornya pun tidak jelas dan tidak ada kegiatan sama sekali. Ironisnya lagi Bendahara BUMDes saat itu Apidin menolak menandatangani SPJ. Ini jelas bukti amburadulnya BUMDes Dwi Utama Mandiri,” ujarnya kepada awak media (25/4/2022).
Ketua BUMDes Dwi Utama Mandiri (kepengurusan lama) Edwin saat dihubungi dirinya mengakui dan siap untuk mengembalikan dana BUMDes semasa dirinya menjabat sebagai Ketua BUMDes.
“Kalau pribadi saya, saya menunggu sikap Kades selaku Komisaris, kapan bagusnya silahkan dipertemukan, tanyakan ke Pak Komisaris,” tuturnya.
Edwin menyebut dirinya sudah berupaya membuat unit usaha di BUMDes yang dipimpinnya dan dirinya juga mengakui bila BUMDes yang dikelola tidak berjalan sebagaimana mestinya.
“Secara kapasitas saya selaku ketua sudah berupaya membuat unit-unit usaha, walapun pada akhirnya tidak berjalan. Namun secara catatan insya Allah bisa dipertanggung jawabkan,” terangnya.
Edwin berharap, permasalahan dana BUMDes semasa dirinya memimpin bisa cepat terselesaikan.
“Saya juga berharap, kalau bisa diselesaikan dalam waktu secepatnya dan pihak-pihak terkait bisa ikut membangun iklim yang kondusif demi Desa Gambarsari,” harapnya.
Di kesempatan terpisah, Kepala Desa Gambarsari Wasnata, saat dihubungi dirinya menyatakan bila dana BUMDes di desanya dipakai oleh pengurus. “Ya, anggaran BUMDes tersebut dipakai oleh pengurus dan catatannya ada, siapa saja yang memakai ada,” ujar Kades.
Wasnata membantah bila dirinya tidak menikmati dana anggaran BUMDES tersebut. “Saya, tidak menggunakan anggaran BUMDes di luar ketentuan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Kades mengarahkan kepada awak media bila untuk memeperoleh yang lebih detail agar menanyakan kepada pengurus BUMDes yang lama.
“Silahkan tanyakan saja ke ketua BUMDes lama,” tuturnya mengarahkan, seperti dilansir portalberita.co.id.
Aktifis Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi –RI (GNPK-RI) Kabupaten Subang Udin Samsudin, S.Sos ketika dimintai tanggapan (26/4/2022) mengungkapkan, mencermati adanya dugaan KKN di tubuh BUMDes Desa Gambarsari, pihaknya mendesak aparat pengawas seperti IRDA dan Aparat Penegak Hukum (APH) bisa bergerak cepat untuk menyelediki kasus dugaan pelanggaran hukum ini. “Jerat oknum pelakunya hingga bisa diseret ke meja hijau. Tidak usah menunggu laporan pengaduan, karena kasus ini merupakan peristiwa pidana,” tegasnya.
Labih jauh Udin menyatakan, kendati kelak oknum yang bersangkutan mengembalikan dana yang digunakan, hal itu tidak mengurangi/menghapuskan perbuatan pidananya, tetap saja oknum yang bersangkutan harus diadili dimuka pengadilan.
Sebagai edukasi, bila yang bersangkutan terbukti bersalah/korupsi terancam dipadana denda dan kurungan badan. UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001, tentang Pemberantasan Tipikor, Psl. 2, ayat (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000,- ( dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Psl 8. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan dipidana denda paling sedikit Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), bagi Pegawai Negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
Pihaknya berjanji akan menelusuri dan menghubungi pihak terkait dalam penghimpunan data dan akan membawa kasus ini ke ranah hukum, bila kelak sudah mendapatai fakta yuridisnya secara lengkap. Pungkasnya. (Abh)