Jakarta, Demokratis
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menginginkan Pilpres 2024 diikuti oleh 3 pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Pasalnya, kontestasi yang hanya diikuti 2 paslon berpotensi terjadinya pembelahan masyarakat secara tajam sebagaimana terjadi pada Pilpres 2014 dan Pilpres 2019.
“Pada berbagai kesempatan, Mas Ketum AHY juga menyampaikan harapan agar setidaknya ada 3 paslon yang menjadi kontestan pada Pilpres 2024 nanti,” ujar Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani kepada wartawan, Selasa (3/5/2022).
AHY, kata Kamhar, mendorong agar mencegah dinamika politik yang menjurus pada terbentuknya hanya konfigurasi 2 pasang calon untuk menghindari pembelahan di masyarakat. Menurut dia, pengalaman dua kali pemilihan presiden (pilpres) yang hanya menghadirkan 2 pasangan calon harus menjadi pembelajaran penting, agar tak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bersama ke depannya.
“Tiga paslon atau lebih akan jauh lebih baik yang membuka kesempatan lebih luas bagi putra dan putri terbaik bangsa untuk tampil. Ini juga akan menyajikan pilihan lebih banyak bagi rakyat dan memberi peluang lebih besar untuk mendapatkan pemimpin yang kredibel dan kemampuan yang memadai untuk mengurus bangsa dan negara,” jelas Kamhar.
Partai Demokrat, kata Kamhar, terus membangun komunikasi politik lintas partai untuk kerja sama politik menyambut Pemilu Serentak 2024. Partai Demokrat, kata dia, adalah partai terbuka dan tak memiliki beban untuk bekerja sama dengan parpol manapun agar memenuhi ambang batas Pilpres.
“Namun demikian Partai Demokrat mensyaratkan kerja sama politik yang terbangun memiliki kesamaan platform yang menempatkan kepentingan dan kesejahteraan rakyat sebagai yang utama dan diutamakan,” tutur dia.
Lebih lanjut, Kamhar mengatakan Partai Demokrat juga berpandangan bahwa politik bukan hanya semata-mata memenangkan kontestasi dan berkuasa tetapi ada etika politik yang mesti dipedomani. Karena itu, kata dia, terdapat batas-batas kepatutan dan kepantasan yang tak bisa diterabas.
“Jadi, tak bisa menghalalkan segala cara, termasuk eksploitasi politik identitas yang berlebihan,” pungkas Kamhar. (Kurai)