Judul Harga Mati ini maksudnya dalam konteks ukhuwah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI tidak bisa berjalan maksimal seperti yang diharapkan. Hanya dengan terkawalnya ukhuwah Islamiyah MUI dapat berjalan lancar.
Belakangan ini muncul gejala yang menghubungkan ukhuwah dan fungsi Majelis Ulama Indonesia. Banyak pernyataan yang menilai bahwa betapa pentignya ukhuwah Islamiyah dalam fungsi Majelis Ulama Indonesia itu dalam menjaganya. Lalu terbitlah istilah mengidentikkan ukhuwah Islamiyah itu harga mati seumpama harga mati Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Bagi bangsa Indonesia, NKRI harga mati. Tidak boeh diubah-ubah lagi. Seperti yang lain. Lantaran yang lain itu bukan prinsip melainkan tambahan. Ibarat pohon yang tidak berprinsip itu seperti dahan dan ranting.
Keberadaan dahan itu pelengkap sebatang pohon. Bercabang dan beranting hanya menandakan pohon itu subur atau tidak. Semakin banyak cabang dan rantingnya berarti semakin subur pohon itu.
Tetapi ruh atau nyawa pohon itu terletak di lain sisi. Maka kategori nyawa disebut sebagai ruh dan nyawa sebuah pohon. Nyawa dan ruh tidak dapat dirubah-rubah. Tidak berarti jika ruh pohon dan nyawanya tidak ada.
Maka istilah harga mati itu adalah menunjukkan begitu urgensinya. Maka bagi negara dan bangsa Indonesia nyawa dan ruh itu dinamakan NKRI adalah harga mati. Menjadi prinsip yang tidak main-main.
Harga mati seperti itu dinisbahkan oleh Sekretis Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia Doktor Amirsyah Tambunan. Bagi MUI harga mati itu adalah ukhuwah Islamiyah.
Tak ada arti MUI bila tiada ukhuwah Islamiyah. Artinya MUI berfungsi bila ukhuwah Islamyah masih berfungis. Sebiliknya bila tak ada ukhuwah Islamiyah akan musnah fungsi MUI itu.
Bagi bangsa Indonesia memerankan fungsi MUI dengan ukhuwah Islamiyah kian rapat. Kita sependapat dengan Amirsyah Tambunan di atas. Yakni tak ada kata yang bisa memutus peranan MUI dengan ukhuwah Islmiyah.
Sekaranglah masanya kita semua merawat ukhuwah Islmiyah itu. Agar jangan sampai MUI tepisah dari fungsi ukhuwah Islamiyah. Kita lakukan bersam-sama.
Diawali dengan perilaku dan kata serta perbuatan yang baik. Hanya hal itu dapat meningkatkan dan melestarikan uhkuwah Islamiyah kita. Mudah-mudahan!
Jakarta, 12 Mei 2022
*) Penulis adalah Doktor Dosen Univeristas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com