Indramayu, Demokratis
Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, M. Taufid Hidayat mendapatkan hambatan ketika ingin melakukan penelitian ilmiah di Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumdam) Tirta Darma Ayu (TDA) Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Hambatan tersebut terjadi ketika dirinya menyambangi Perumdam TDA, satu hari pasca penyerahan Surat Izin Penelitian dan Surat Permohonan Wawancara, pada Jumat (20/5/2022).
Menurut pengakuan Taufid, pihak Perumdam TDA melalui Humas, tidak dapat menindak lanjuti proses pengajuan penelitian dirinya, dikarenakan pihak UIN Jakarta belum melakukan kerja sama dengan Perumdam TDA Indramayu.
“Menurut Bapak Dodi jika saya ingin melakukan penelitian di Perumdam Tirta Darma Ayu, kampus saya harus melakukan MoU terlebih dahulu dengan perusahaan, antara Universitas dan Perumdam Tirta Darma Ayu,” ungkap Taufid.
Saat itu, Taufid merasa sangat kecewa dengan apa yang disampaikan Perumdam Tirta Darma Ayu. Karena sepengetahuan dirinya dan berdasarkan pengalaman, jika ingin melakukan penelitian cukup dengan membawakan surat Izin Penelitian dan Surat Permohonan Wawancara.
“Padahal jika izin penelitian dan permohonan wawancara saya ditolak (oleh PDAM Indramayu) juga tidak jadi persoalan, itu lumrah dan biasa, hanya saja saya tidak terima ketika saya dijadikan fasilitator untuk mengajukan permohonan ke kampus untuk melakukan kerja sama dengan Perumdam Tirta Darma Ayu,” imbuh Taufid.
“Karena kapasitas saya datang ke situ sebagai mahasiswa yang ingin melakukan penelitian, bukan sebagai pihak staf kampus yang akan melakukan kerja sama. Jadi Perumdam Tirta Darma Ayu bukan pada tempatnya meminta kepada saya untuk menjadi fasilitator kerja sama,” Taufid menambahkan.
Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD) O’Ushj Dialambaqa angkat bicara terkait proses pengajuan penelitian salah satu mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumdam) Tirta Darma Ayu (TDA), Sabtu (21/5/2022).
Pasalnya rencana penelitian mahasiswa UIN Jakarta yang berjudul “Analisis Digital Public Relations Perumdam Tirta Darma Ayu pada Situs Pdamindramayu.co.id” mengalami hambatan, yakni pihak Perumdam meminta dilaksankan MoU antar lembaga terlebih dahulu sebelum dilakukannya penelitian.
“Jika Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumdam) Tirta Darma Ayu (TDA) menolak penelitian untuk kepentingan ilmiah, kepentingan pembuatan tesis oleh mahasiswa, dalam hal ini dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal itu menunjukkan bahwa Perumdam TDA milik masyarakat Indramayu sangat amat tidak profesional dalam manajemen tata kelolanya,” kata O’Ushj.
Menurut O’Ushj, hal tersebut menunjukkan ketidak-welcome-man sikap PDAM, apalagi beralasan harus ada MoU dulu dengan pihak universitas. Itu menunjukkan argumentasi “sampah” yang mengafirmasi kebenaran bahwa manajemen PDAM itu bukan lagi terindikasi manajemen sampah tetapi sudah menjadi fakta dan realitas konkret atas manajemen sampah itu sendiri.
“Itu baru salah satu contoh saja, masih banyak hal lainnya jika kita mau uraikan atau deskripsikan dalam berbagai kebijakan ditangan Dirut DR, DR, Ir. Ady Setiawan, S.H, M.H M.M, M.T,” ujar Direktur PKSPD.
O’Ushj melanjutkan, penolakan untuk kepentingan penelitian akademik itu mengafirmasi kebenaran atas ketidakprofesionalan manajemen. Karena pihak Perumdam memberikan penilaian yang disampaikan secara lisan, atau menggantung jawaban untuk bisa tidaknya melakukan penelitian untuk kepentingan ilmiah dan tesis akademik.
“Sangat kuat mengafirmasi kebenaran atas apa yang kita sebut sebagai manajemen bencong. Lagi-lagi itu baru salah satu kasus dari kebijakan manajemen PDAM,” tutur O’Ushj.
Dari kejadian tersebut O’Ushj menyimpulkan bahwa sudah saatnya untuk dilakukan adu argumentasi terkait pengelolaan manajemen salah satu BUMD Indramayu, yakni pihak Perumdam TDA.
“Apakah profesional atau sampah dan atau bencong dalam tata kelola PDAM, dari itu PKSPD menolak dengan alasan sampah, yaitu menyoal legal standing dan KBBI, padahal jelas itu merupakan hak konstitusional publik atau masyarakat Indramayu, dimana PDAM sahamnya adalah milik rakyat. Maka pertanggungjawaban manajemen atas kegiatan usahanya adalah kepada publik dan atau rakyat Indramayu,” jelasnya.
Pertanggungjawaban TDA kepada publik sudah sangat jelas, sebagaimana tercantum dalam PP No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD. Begitu juga soal transparansi dan akuntabilitas publik.
“Jika Dirut adalah seorang profesional itu pasti ngerti dan paham, tetapi jika profesionalitasnya hanya sebagai sebuah klaim saja, ya tentu yang menjadi fakta dan realitas yang tak bisa terbantahkan lagi, bahwa sebenarnya manajemen sampah dan atau manajemen bencong dengan salah satu faktanya adalah menolak penelitian untuk kepentingan ilmiah atau tesis akademik dari mahasiswa UIN Jakarta,” tegas O’Ushj.
O’Ushj memaparkan, problem utama Perumdam TDA semenjak dahulu hingga sekarang ini adalah pada lebel jajaran Direksi, Manager dan Dewan Pengawas serta Bupati sebagai KPM. Sedangkan problem pada level staf itu mudah, hanya perlu ditraining atau dilakukan pelatihan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya problematika tersebut terselesaikan.
“Mereka para staf hanya sekedar menjalankan SOP dari level direksi, sedangkan pada level direksi, manager dan dewas sudah tidak mungkin bisa dengan training, karena sudah menjadi mentalitas,” terang Direktur PKSPD.
Akhir kata O’Ushj Dialambaqa menyampaikan bahwa dirinya sanggup mengungkap fakta dan realitas lainnya dari manajemen sampah dan atau manajemen bencong Perumdam TDA.
“Akan PKSPD paparkan jika Dirut mau membuka dialektika intelektual akademik dalam forum yang terbuka, tentu analisis PKSPD berbasis data yang secara yuridis dan ilmiah bisa dipertanggungjawabkan,” pungkas O’Ushj Dialambaqa. (RT)