Indramayu, Demokratis
Melalui Surat Keputusan (SK) nomor 590.05/ Kep. 114/ DPKPP/ 2021, Indramayu pada tahun lalu telah membentuk GTRA sebagaimana Peraturan Presiden (Perpres) tentang reforma agraria. Dari SK tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu sejauh ini dinilai belum dapat menjalankan dan melaksanakan GTRA sepenuhnya.
Sebagai manifestasi dari kelembagaan reforma agraria yang diamanatkan dalam Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, telah terbentuk kelembagaan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten atau kota dengan melibatkan berbagai kementerian lembaga di pusat, pemerintah daerah, dan tokoh masyarakat.
GTRA sendiri merupakan wadah serta bertujuan untuk mewujudkan dan mengoperasionalkan kelembagaan payung penopang Program Reforma Agraria agar secara efektif mampu mendorong percepatan pencapaian target-target nasional, baik yang terkait dengan penataan aset atau asset reform (legalisasi dan redistribusi lahan), maupun penataan akses/access reform (pemberdayaan masyarakat dan peningkatan produktivitas tanah).
Seperti yang dikatakan oleh Dewi Kartika Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (Sekjen KPA) kepada Demokratis (07/06/2022), GTRA bertugas untuk menjawab tujuan-tujuan sebagaimana yang diuraikan.
Kemudian menurutnya, isu tersebut pun bukan hanya sekedar sertifikasi tanah. Sertifikasi tanah tanpa landreform maka negara sedang mengukuhkan ketimpangan dan mengabaikan konflik. Karena di daerah-daerah konflik agraria terdapat jurang ketimpangan yang sangat tajam.
“GTRA dalam prakteknya tidak dijalankan sesuai tujuan RA. Tujuan RA sesuai di Perpres 86”, Ujar Dewi Ketika dikonfirmasi.
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Indramayu melalui Puspo mengklaim bahwa GTRA di Kabupaten Indramayu telah terbentuk pada tahun 2021 dan hingga saat ini masih berjalan. Jajaran tokoh masyarakat dalam GTRA dari BPN sejauh ini belum dilibatkan. Sebab, sejauh ini BPN Indramayu baru melakukan penataan aset dan penataan akses.
Bahkan dari BPN mencatat terdapat sejumlah wilayah berpotensi yang bersinggungan dengan kehutanan di Indramayu. Diantaranya menurut Puspo, Desa Leuwinggesik dan Kalianyar Kecamatan krangkeng hanya desa potensi untuk di legalisasi aset melalui Reforma Agraria. Sehingga dari wadah GTRA, maka pemerintah dapat menyelesaikan konflik-konflik agraria.
“Disitu ada tanah timbul puluhan tahun yang potensinya adalah penggaraman. Karena meskipun tidak banyak, tapi di Indramayu ada garapan-garapan yang bersinggungan dengan kehutanan”, Ujar Puspo ketika memberikan keterangan kepada Demokratis, pada Senin (06/06/2022).
Adapun dampak dan nilai positif dengan adanya GTRA di Kabupaten Indramayu, masyarakat mendapatkan kepastian haknya yang menginginkan untuk menguasai selama puluhan tahun tanpa adanya penyelesaian oleh pemerintah.
“Yang diharapkan dengan adanya GTRA dapat menyelesaikan soal sengketa tanah. Nilai positifnya disitu”, tutupnya. (RT)