Cibinong, Demokratis
Rusmadi pemilik ruko di kawasan Jalan Raya Jakarta–Bogor KM 48 Kelurahan Nanggewer, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, menggugat Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bogor.
Gugatan tersebut diajukan lantaran Sertifikat Hak Milik Nomor. 4992/Nanggewer, 4993/Nanggewer, 5155/Nanggewer dan 5004/Nanggewer, milik H. Rusmaidi beralih hak menjadi nama orang lain.
Gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan Tata usaha Negara Bandung, saat ini gugatan sudah masuk pada tahap kasasi.
Perkara yang terdaftar di Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Nomor. 145/G/2020/PTUN.BDG, mengabulkan Gugatan Rusmaidi, sehingga pihak intervensi melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta.
Dalam putusannya, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Jakarta menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung, dan kembali pihak intervensi mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Menunggu harap-harap cemas, Rusmadi ketika ditemui di Kawasan Ruko miliknya mengaku optimis dan sangat berharap putusan kasasi akan berpihak kepadanya.
“Pengadilan tingkat pertama kita menang, tingkat kedua kita juga menang, saya yakin hakim kasasi juga akan berpihak pada saya,” jelas kakek berusia 70 tahun ini, Senin (13/6/2022).
Sementara itu, Kuasa Hukum Rusmaidi, Irawansyah, S.H, M.H menjelaskan, secara prosedur gugatan yang diajukan telah memenuhi semua persyaratan formil yang diawali dengan mengajukan Surat Keterangan Pendaftaran (SKP) pada Badan Pertanahan Kabupaten Bogor.
“Dalam keterangan tertulisnya ternyata Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor. 4992/Nanggewer, 4993/Nanggewer, 5155/Nanggewer dan 5004/Nanggewer, milik klien kami sudah beralih hak menjadi nama orang lain,” tutur Irawansyah yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bogor, saat dijumpai di kantornya, Selasa (14/6/2022).
“Atas dasar SKP dari BPN tersebut, kita mengambil langkah hukum berdasarkan PERMA Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintah dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintah. Kami harus mengajukan upaya administratif, namun setelah 14 hari upaya administratif yang kami lakukan tidak ada tanggapan dari Badan Pertanahan Kabupaten Bogor tidak ditanggapi maka kami ajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Bandung. Dalam gugatan tersebut kami meminta BPN Kabupaten Bogor agar membatalkan Peralihan Hak Sertifikat Hak Milik (SHM) milik klien kami menjadi nama orang lain,” tegas Irawansyah.
Menurut Irawan, peralihan hak dari kliennya menjadi nama orang lain berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) serta kuasa mutlak, padahal ada larangan penggunanaan kuasa mutlak berdasarkan Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 mengatur ketertiban umum dalam bertransaksi jual beli tanah. Huruf C konsideran instruksi tersebut menyebutkan “maksud dari larangan tersebut, untuk menghindari penyalahgunaan hukum yang mengatur pemberikan kuasa dengan mengadakan pemindahan hak atas tanah secara terselubung dengan menggunakan bentuk kuasa mutlak. Tindakan demikian adalah salah satu bentuk perbuatan hukum yang mengganggu usaha penertiban status dan penggunaan tanah”. Bahwa pada hakekatnya, jenis kuasa mutlak ini dilarang digunakan dalam proses pemindahan hak atas tanah/jual beli tanah.
“Larangan juga jelas tertuang dalam Pasal 39 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Bahwa ditegaskan: PPAT menolak untuk membuat akta, jika salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak,” jelas Irawan. “Seharusnya tergugat tidak boleh melakukan tindakan hukum pemerintah bersegi satu berupa peralihan hak atas tanah berdasarkan akta jual beli yang dasarnya merupakan surat kuasa mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak,” tambah Irawan.
Belum lagi, lanjut Irawan, jika dikaitan dengan AAUPB (Azas-Azas Umum Pemerintahan yang Baik), salah satunya yaitu azas kecermatan bahwa asas ini menghendaki agar pemerintah atau administrasi bertindak cermat dalam melakukan berbagai aktivitas penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi warga negara. Bahwa asas kecermatan mensyaratkan agar badan pemerintah sebelum mengambil keputusan, meneliti semua fakta yang relevan dan memasukan pula semua kepentingan yang relevan dalam pertimbangannya. Bila fakta-fakta penting kurang diteliti, itu berarti tidak cermat.
“Kami sangat optimis hakim Kasasi akan memberikan putusan yang memihak kepada kami, karna dalil-dalil yang kami ajukan didukung oleh bukti-bukti dan saksi-saksi yang sangat kuat,” pungkas pengacara low profile ini sembari menghimbau agar masyaakat lebih berhati-hati dalam melakukan perbuatan hukum, agar tidak menimbulkan dampak hukum di kemudian hari. Dirinya berharap kejadian yang menimpa kliennya semoga tidak terjadi pada orang lain.
Sementara itu dalam pokok perkara, pihak tergugat Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor dalam sidang PTUN Bandung antara lain menyatakan bahwa tindakan administratif tergugat dalam menerbitkan keputusan Tata Usaha Negara, adalah dalam rangka melaksanakan fungsi pelayanan publik di bidang pertanahan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) Jo Undang-Undang No 5 tahun 196O jo Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1961 Jo Peraturan Pemerintah No 24 tahun 1997 Jo Peraturan Menteri Negara Agraria /Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 tTahun 1997. (RY)