Oleh Dr Mas ud HMN
Menjelang akhir tahun 2019 dilangsungkan pertemuan penting yang dinamakan Muslim Summit. Ada 56 negara turut berpartipasi pada Kuala Lumpur Summit 2019 tersebut yang merupakan negara berpengaruh kuat di dunia Islam.
Yang Dipertuan Agung Raja Malaysia berkenan membuka acara secara resmi. Selain itu, Kuala Lumpur Summit 2019 diadakan seminar selama acara berlangsung.
Ada 6 kepala negara yang hadir, yaitu Perdana Menteri Malaysia, Presiden Turki, Presiden Iran, Emir Qatar, dan Presiden Pakistan. Sementara Indonesia karena kesibukan dalam negeri mengutus khusus Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Pertemuan itu sendiri berlangsung di Kuala Lumpur, dari tanggal 19 sampai 21 Desember dengan tema besar berkaitan dengan ekonomi, pendidikan dan kebudayaan serta keamanan.
Malaysia dengan kepemimpinan Perdana Menteri Mahathir Mohamad memperkasakan negeri Melayu itu bintang di langit zaman. Menjadi negara yang berkontribusi penting untuk kepentingan dunia Islam yang komunikasinya mandek pada masa belakangan ini. Sebab, negara Islam tersendera oleh konflik dan tantangan global. Inisiatif menyelenggarakan pertemuan negara Islam sesuatu peran yang signifikan.
Pada akhir pertemuan dikeluarkan pernyataan resmi berisikan beberapa poin, seperti disampaikan  Mahathir Mohamad sebagai Ketua Konferensi seperti berikut:
Diharapkan sebuah collective responsibility terhadap 7 pilar kesepakatan. Yakni good government culture and identity, perdamaian, keadilan, kebebasan investasi serta teknologi dengan kemerdekan yang mutual understanding.
Sebagai tindak lanjut esensi di atas, maka disampaikan kesepakatan yang diawali dengan fokus utama sebagai berikut:
- Mempertegas sikap bersama tentang pentingnya upaya kreatif ekonomi dengan benefit ekonomi demi kepentingan umat yang banyak.
- Menggarisbawahi poin di atas hasil pertemuan menyatakan akan meneruskan kerjasama negara luar negara G 8 serta kerjasama Konferensi Negara Islam (OIC). Hal tersebut digalang dengan join dialog di masa depan.
Bedasar butir di atas, maka konferensi menyatakan:
- Konferensi menyatakan penghargaan atas inisiatif pelaksanaan konferensi mengingat sulitnya situasi dalam rangka ekomomi pembangunan pada negara Islam.
- Mendukung upaya advokasi masalah keadilan (justice), kebebasan dan perdamaian serta persatuan.
- Konferensi juga mendukung kebebasan beragama sabagai bagian membangun hubungan kemanusiaan.
- Konferensi dalam masalah modernasi menyatakan bahwa umat dan modernasi harus dirujuk penuh kepada Al Quran. Mengingat gejala yang memisahkan antara Al Quran dan modernisasi berpotensi sebagai penyakit masa depan umat manusia. Perubahan yang terjadi kini di kawasan negara Islam.
- Dalam pembangunan ekonomi konferensi berpendapat untuk menjaga dan berjanji mengambangkan industri.
- Dalam soal radikalisme di dunia Islam diperlukan pemahaman dan persatuan semua pihak, mulai dari universitas, lembaga swadaya masyarakat dan pihak yang terkait lainnya.
- Konferensi menyatakan bertekad bulat kesatuan untuk kebangkitan peradaban Islam masa kini dan masa depan.
Demikian butir yang disiarkan oleh penyelanggara konferensi yang diambil dari sumber Kedutaan Besar Malaysia Jakarta. Rilis ini tidak menyeluruh karena berbagai keterbatasan teknis, namun ini poin yang esensial dalam dokumen konferensi.
Berkaitan dengan itu semua selagi lagi kita mencatat peran PM Mahathir Mohamad penting. Salain dunia dalam suasana yang relatif tidak favourable seperti konflik negara Timur Tengah, soal global dan posesif Cina menyebabkan negara sibuk tapi siapa kira PM Mahathir Mohamad berani dan mampu mengundang hadir duduk bersama di Kuala Lumpur.
Tokoh senior Malaysia sukses menghapus kebekuan, mencairkan kemandekan dalam komunikasi antara negara Islam. Inilah solusi kebekuan. Mahathir Mohamad menjadi bintangnya langit zaman yang gelap oleh ofensif global dan hilangnya cahaya agama dari langit.
Jakarta, 23 Desember 2019