Sebetulnya kepulauan India, yang diartikan dan diringkaskan dengan kata atau nama Indonesia, tidaklah benar dan terlalu sempit maknanya, buat memeluk bagian bumi dan manusia, dengan ilmu bumi serta ilmu kebangsaan dan kebudayaan (kultur) jaman sekarang.
Pada jaman purbakala, kepulauan Indonesia yang sekarang ini, bersatu dengan Birma, Siam, dan Annam di utara, serta Australia bagian selatan. Syahdan dalam ilmu bumi, Birma dan India adalah dua bagian bumi yang berlainan bentuk dan hawa, pun keduanya dipisahkan oleh barisan gunung, yang dahulu kala sebelum Inggris datang.
Hubungan Birma dan India, dahulunya dipisahkan oleh lautan. Dahulu kala, bila melalui darat, pulau Jawa lebih dekat dari Birma dari pada Benggala, walaupun posisinya cuma di belakang dan di balik barisan gunung Assam saja. Begitupun bila menurut ilmu kebangsaan, yang berdasarkan atas ukuran fisik, seperti tinggi badan (postur), bentuk kepala dan muka (wajah), warna kulit, mata dan rambut, serta bentuknya rambut penduduk Birma, Siam dan Annam, tampak 100 persen sama dengan rakyat Indonesia, dan 100 persen berlainan dengan penduduk India.
Demikian juga akhirnya soal kepercayaan asli penduduk Birma, Siam dan Annam, dan kepercayaan sekarang penduduk asli Annam, bangsa Naga, Lao dan sebagainya, amat berlainan dengan Hinduisme, dan sama 100 persen dengan kepercayaan penduduk Indonesia yang sekarang, sepert Dayak, Toraja, Baduy dan lain-lain khususnya. Tetapi di sini akan dijelaskan sepatah dua kata saja tentang perkara yang berkaitan.
(1) Menurut ilmu sejarah bumi, maka pada jaman dahulu kala, kepulauan Indonesia bertaut dengan Asia dan Australia. Hawa bentuknya Birma, Siam dan Annam dan sebagainya, lebih cocok dengan Indonesia dari pada dengan India seluruhnya. (2) Race theory (ilmu kebangsaan) modal baru sekali, untuk mengakui penuh Ke-Esaan bangsa Indonesia sekarang dengan penduduk Birma, Siam dan Annam, atau Haddon Smith dan lainnya. Mereka namai atau sebut bagian manusia ini dengan Oceani Mongols, Tartaria samudra. Jadi di luar golongan bermacam bangsa di Hindustan, yang termasuk golongan bangsa Kaukasia.
(3) Kepercayaan asli dari bangsa Tartaria samudra ini, ada persamaan dengan kepercayaannya suku Naga di Assam dan suku Lao di pegunungan utara Siam dan Annam yang semuanya belum dipengaruhi Hinduisme. Kepercayaan mereka banyak sekali persamaannya dengan kepercayaan suku bangsa Indonesia, yang belum pernah dipengaruhi Hinduisme dan lainnya, seperti suku Batak, Dayak dan Toraja. Perkara bumi, bangsa dan kebudayaan, terutama perkara ke Bangsaan, lebih lanjut akan dibahas dan diuraikan pada buku lain.
Di sini sementara akan saya ajukan, bahwa sebetulnya nama Indonesia itu “pincang” dan sempit. Kepincangannya, karena betul kepulauan Indonesia itu pernah bersatu dengan dan atau masih bersamaan dengan Asia selatan, akan tetapi tidak bersamaan dengan India kususnya. Nama yang lebih cocok seharusnya ialah kepulauan Asia-Australia bersatu, hal itu sesuai menurut ilmu bumi atau ilmu kebangsaan. Dalam buku saya yang ke dua, bahwa bagian bumi yang memeluk Birma, Siam dan Annam serta semenanjung tanah Malaka, itu semua termasuk benua Asia selatan.
Kepulauan yang jadi bernama Indonesia itu saya pikir berasal dari sudut pandang para ahli fikir barat. Pandangan mereka cuma dari sudut mata saudagarnya saja, yang jeli mata untuk mengincar rempah rempah yakni cengkeh dan pala pada jaman Kompeni. Tragisnya, kesalahan itu, dibenarkan (disetujui) pula oleh sebagian dari bangsa Indonesia, yang menganggap India itu aslinya asal usul bangsa Indonesia, karena dongeng serta adat dan kesenian yang sangat terpengaruh dengan Hinduisme. Jadi sejarah atau cerita, dongeng dan omong kosongnya, Hindulah yang menjajah ke sini. Oleh rakyat Indonesia lambat laun diterima sebagai sejarahnya sendiri, mereka lupa atau tak tahu, bahwa walaupun kebudayaannya sebagian besar dari Hinduisme, tetapi jasmaninya sebagian besar berasal dari Mongolia dan Tibet.
Dahulu, nama Indonesia itu saya sendiripun memakainya, malahan sebelum kaum nasionalis jaman baru memajukan segala sesuatunya yang berkaitan dengan nama Indonesia itu. Saya sudah memakai kata Indonesia itu, sebagai kebiasaan saja, lihatlah di tulisan saya sebelum dan sesudah meninggalkan Indonesia. Di sini kata itu akan terus saya pakai, walau sekejap namun tidak melupakan. Bahwa perkara yang berhubungan dan akan diuraikan di sini ialah, bahwa kepercayaan penduduk Indonesia itu, juga menjadi kepercayaan aslinya bangsa atau rakyat yang menduduki Asia selatan dan Australia utara.
Kepercayaan penduduk Indonesia itu, terbagi pula atas tiga perkara, demikianlah contoh yang di bawah ini, dibagi pula atas tiga jenis. Perkara A- KEPERCAYAAN PADA KODRATNYA SEMUA. Perkara B- KEPERCAYAAN PADA JIWA. Perkara C- KEPERCAYAAN PADA HANTU. Contoh itu saya dapat dan ketahui sendiri dari sejumlah tempat. Untuk pembaca yang tinggal di luar Indonesia, atau mereka yang tinggal di Philipina, Birma, Siam atau Annam, tentu pula dipersilahkan memberi contoh secukupnya. (Madilog)