Amal diterima dan tertolak kiranya amat penting disadari. Lantaran tak jarang amal sia-sia belaka. Banyak beramal tetapi tidak sukses. Karena itu apa yang menjadi sebab amal tertolak.
Kajian yang menghubungkan amal yang diterima dan amal yang ditolak amatlah perlu menjadi perhatian agar amal itu maksmal dalam pelaksanaannya. Agar tercapai sesuai apa yang diinginkan dan yang dikerjakan. Bukan sebaliknya apa yang diusahakan lain yang didapat. Bila yang diupayakan tak berhasil. Berarti gagal dalam bekerja.
Oleh sebab itu, berusahalah dengan baik dan cermatlah berkerja. Hal itu sangat sesuai dengan anjuran agama, yaitu senantiasa nenjaga dan mengawal usaha. Apa pun pekerjaan yang dilakukan Anda lakukanlah dengan benar.
Ada tanda amal yang ditolak, meskipun amalnya banyak. Oleh karena itu, seharusnya amal yang kita buat memenuhi syarat yang ditentukan. Agar amal yang dilakukan mendapat imbalan yang diharapkan.
Seperti yang terdapat dalam Al Quran surat yang menyebutkan amilus shalihat, yaitu perbuatan amal yang baik yang dibalasi oleh Allah dengan yang baik pula. Bukan sebaliknya.
Bukankah kita beramal mengharapkan balasan. Tentu sejalan amal yang dibuat. Yang baik dibalasi (diijabah) dengan baik. Sejalan dengan janji Allah dan takkan mengingkarinya.
Jangan lupa ada syarat-syaratnya harus dipenuhi. Hal itu dan tidak boleh dilupakan maksudnya jangan ditinggalkan.
Dijelaskan ada tiga hal. Yaitu (1) yang beramal dengan ridha Allah ikhlas (2) yang ada aturannya menurut apa petunjuk dari nabi (3) yang berkelanjutan terus menerus. Ketiga syarat itu adalah simultan terikat satu dengan yang lainnya.
Pertama syarat amal yang diijabah yang dikabulkan adalah mencari ridha Allah. Bukan karena hal lain semisal ingin dihormati lantaran suka memberi menyumbang. Suka atau senang dibilang baik hati. Pokoknya diiringi dengan niat selain dari ridha Allah.
Soal ini terkait dengan nawaitu atau niat seseorang. Amal haruslah dengan nawaitu mengharapkan imbalan dari Allah semata. Seperti dijelaskan oleh agama, amal itu sesuatu tergantung niat atau nawitunya. Amal ditolak karena nawaitunya.
Kedua, amal yang tiada ilmunya. Ditolak tak sesuai apa yang diajarkan. Jadi ada hukum yang harus diikuti nabi. Umpamanya solat harus ikut yang diajarkan nabi. Kata nabi shollu roaitu usholli. Sholatlah kamu seperti aku sholat. (Hadis dari riwayat Malik bin Huwairis. Nomor hadis 346).
Oleh Imam Bukhari disahihkan dalam kitab hadisnya bernama Bulughul Maram. Mengutip hadis Rasulullah di atas. Demikian Imam Bukhari,
Maka menjadi jelas artinya hukum yang harus ditegakkan. Tidak boleh di luar hukum-hukum yang berlaku. Beramal yang menurut hukum itu wajib dilakukan. Beramal itu harus berilmu.
Ketiga, terus menerus atau kontinu. Beramal itu harus berkelanjutan. Maksudnya tidak boleh setengah-setengah hati. Seperti kadang mau kadang tidak.
Dengan meminjam ungkapam filsafat yaitu forenstan berkelanjutan. Tidak berupaya untuk berkelanjutan atau kontinuitas. Maksudnya jangan hanya bila ada kesempatan.
Demkianlah seharusnya jika amal ingin diijabah atau dikabulkan. Syarat dan rukunnya dipenuhi. Kalau tidak amal tidak dikabulkan karena tidak memenuhi kriteria.
Karenanya kita tidak ingin amal ditolak. Beramallah sesuai dengan niat, rukun dan berkelanjutan. Inilah kreteria amal yang sukses dan berhasil.
Baik berbentuk fi’il perbuatan, bacaan, niat, dan seterusanya. Telah komplit dan sempurna demikian itu berarti telah dilakukan dengan baik. Kemudian baru kita berdoa agar amal dikabulkan.
Ahirnya marilah setiap amal perbuatan ikuti syarat, rulun, ihklas dan berkelanjutan. Demikinlah syarat yang harus ditunaikan. Berniat yang benar berilmu sungguh-sungguh. Sukses akan datang. Insya Allah!
Jakarta, 1 Juli 2022
*) Penulis adalah Dosen Paskasarjana Universits Muhammadiyah Prof Dr Hamka Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com