Indramayu, Demokratis
Kejaksaan Negeri Indramayu, Jawa Barat, diminta turut mendampingi dan atau mengawasi rencana kegiatan pembangunan Mall Pelayanan Publik (MPP) lanjutan senilai 14 miliar rupiah lebih. Pasalnya, pada kegiatan pembangunan MPP di tahap pertama terdahulu pun, publik ada menduga telah terjadi permasalahan wanprestasi dalam pencapaian dan penilaian progres, antara kontraktor, dinas dan BPK perwakilan Jawa Barat.
Dugaan itu penyebabnya karena kontraktornya dari Jakarta dianggap tidak bonafide, sehingga waktu itu progres pekerjaan yang seharusnya mencapai tahap ngedak lantai dua, tidak terealisasi sampai batas waktu kontrak. Bahkan telah terjadi korban ratusan juta rupiah dari para supplair material lokal di pekerjaan itu, yang hingga saat ini belum menerima pelunasan haknya senilai 359 jutaan rupiah. Pekerjaan saat itu tercatat melibatkan bernama Andi selaku pihak perusahaan, Elinn sebagai pemodal dan Rosadi sebagai perantara perusahaan dengan supplair pengesub material dan atau Limstone.
Dari dasar peristiwa tersebutlah, publik berharap Kejari Indramayu berkenan proaktif mendampingi, mengawasi sejak awal proses kegiatan di pembangunan MPP lanjutan tersebut, dengan harapan dapat mencegah berbagai hal negatif. Seperti juga telah santer terdengar dugaan bahwa kinerja di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Indramayu masih menggunakan “modus” lama, yaitu dengan melakukan pengaturan dan atau plotting, dimana sebelum lelang dimulai sudah ditentukan perusahaan mana yang akan memenangkan lelang, sehingga pelaksanaan lelang proyek sifatnya hanya formalitas saja.
Bahwa modus penetapan paket (plotting) ini, secara detail pernah disampaikan terdakwa (Bupati) pada Rinto Waluyo selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten Indramayu pada sidang terbuka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung beberapa waktu itu.
Diketahui dari sumber Demokratis dan dari situs lpse.indramayukab.go.id menyebut, pekerjaan MPP lanjutan dimenangkan oleh CV Abadi Citra Graha beralamat Jalan Wiralodra nomor 254-E Indramayu. Dengan nilai pagu Rp14.516.667.000,00 menjadi HPS Rp14.509.881.769,76.
Dari awal proses di LPSE, item tersebut dikawal oleh satu organisasi konstruksi, ketika menang terjadi polemik antara pihak organisasi dengan pihak pemilik bendera dan atau kelompoknya yang berinisial KBL.
“Sehingga ada dugaan terjadi sewa pinjam bendera dan jual beli paket tersebut sangat nyata, karena pihak yang konon sebagai pemilik dan atau pemenangnya masih bingung terkait soal kemampuan finansial,” ujar sumber Demokratis yang tidak mau namanya disebut.
Konfirmasi yang telah dilakukan Jumat (22/07/2022) kepada dua pejabat Tata Bangunan (Tabang) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Indramayu melalui pesan singkat belum mendapat jawaban kongkrit. Mereka terkesan sungkan dan tertutup untuk menjawab. Dari yang berinisial Y mengatakan, “Ketemuan aja bapak, biar enak jelas. Lagian udah lama nggak ketemuan, besok waktunya pagi sekali, sebab rada siang saya akan ke Bandung.”
Namun sayang, ditunggu di kantornya hingga pukul 08:30 WIB, Y belum bisa ditemui. Terpisah, jawaban yang diproleh dari pejabat di bidang yang sama berinisial C pun idem menjawab singkat, “Maaf pak, saya kurang tau hal-hal tentang LPSE.”
Kabar terakhir menyebutkan, hingga hari ini Minggu (24/7/2022) pemenang masih bingung soal modal kerja. Padahal batas waktu kerja penyelesaian sampai bulan November 2022. (S Tarigan)