Jumat, September 20, 2024

Sidang Perkara Gugatan Ahli Waris Ibrahim Bin Jungkir di PN Depok, Tergugat Hadirkan Dua Saksi

Depok, Demokratis

Pengadilan Negeri Kota Depok kembali menggelar sidang perkara sengketa lahan garapan eks Departemen RRI yang dibangun Kampus Universitas Islam Indonesia Internasional (UIII) di ruang sidang 3 Candra, Kamis (18/8/2022).

Sidang perkara perdata Nomor: 259/Pid.Sus/2022/PN.Dpk hadirkan dua saksi dari pihak tergugat.

Penggugat I. Ibrahim bin Jungkir.

Penggugat 2. Namin.

Penggugat 3. Arif.

Penggugat 4. Abdulah.

Penggugat 5. H. Ifet Barjah

Penggugat 6. Hariyanto Darmawan. L.

Penggugat 7. Arju Junaedi,

Penggugat 8. Ahmad Tohir, dan Penggugat 9. Muhammad Salim.

Tergugat I, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (dahulu Depen Cq, Direktorat Radio Cq, Proyek Massa Media Radio RI) Dkk. Tergugat 2, Lembaga Penyiaran Publik Radio RI. Tergugat 3, Kemenag RI Cq, Direktur Pendidikan Tinggi. Tergugat 4, Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII). Tergugat 5, Kantor Pertanahan Kota Depok (dahulu Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor). Tergugat 6, Kanwil BPN Provinsi Jabar. Tergugat 7, Kementerian Agraria dan Tata Ruang / BPN RI.

Tergugat yang hadir hanya 6 lembaga tidak dihadiri oleh pihak BPN Provinsi Jawa Barat.

Sedangkan tergugat 2 yakni, Lembaga Penyiaran Publik Radio RI menghadirkan dua orang saksi, antara lain Alboin Simanjuntak dan Misron pensiun dari RRI Cimanggis, mereka berdua diambil sumpah untuk memberi keterangan tentang Pemancar RRI di Cisalak–Cimanggis.

Sidang gugatan dipimpin oleh majelis hakim Dipo Adrianto SH bersama Medika Prakasa, SH Hakim Fausi, SH.

Dalam gugatan tersebut majelis hakim mempersilahkan saksi memberikan fakta yang diketahui oleh saksi terkait keberadaan lahan pemancar RRI dan kampus UIII.

Saksi Misron mengaku tinggal di kompleks RRI sejak tahun 1979 hanya kantor dan ada warga, ada bangunan tua bekas Belanda, lokasi tanah pemancar RRI Cimanggis kurang lebih seluas 187 hektar, batas batasnya, Cisalak, Pondok Duta, Bojong Lio, Yanmar, sebuah jalan umum dan Desa Kalimulya.

“Saya pernah menjabat ketua RW 01 di kompleks RRI, dulu di komplek RRI ada 13 RW, memang ada Kampung Bojong,” tuturnya.

Sementara saksi Alboin Simanjuntak yang pernah bekerja di RRI Cimanggis sejak 1978 sampai 1998 dan bekerja di RRI Bogor pada tahun 1998 – 3009, mengatakan, bahwa pemancar RRI berdiri sejak tahun 1950.

“Mengenai sertifikat pemancar RRI, saya pernah melihat sertifikat hak pakai RRI No, 1 namun pada tahun 1985 gedung RRI terbakar bersama sertifikatnya,” pungkas dia.

“Soal ada Bojong Malaka atau tanah Eigendom Pervonding dan tanah adat serta perkebunan karet, juga gedung tua yang panjang, saya tidak tahu,” katanya.

Soal batas batas tanah RRI Cisalak, Cimanggis, diakuinya ada kampung Bojong Lio, pihak tergugat juga menanyakan ke saksi, pernahkan anda mendengar tanah adat, tanah jalan Juanda dan tol, soal itu saya tidak tahu, sebab, dari tahun 1989 hingga tahun 1998 barulah ada warung warung dilingkungan lahan pemancar RRI tersebut, kata Albion menjawab pertanyaan tergugat.

Saat di temui awak media, Vikri Wijaya penasehat hukum ahli waris Ibrahim bin Jungkir mengatakan bahwa dasar hak pakai pemancar RRI di daftarkan di tahun 2016 itu tidak tahu seperti apa, inipun menjadi alibi kita. Dan kita tidak tahu yang kita lihat fakta dipersidangan, saksi dihadirkan menyampaikan keterangan karena mereka pernah bekerja sebagai pegawai RRI, menerima gaji artinya keterangan mereka otomatis menguntungkan buat pihak mereka dong.

Pada saat saya tanya kepada saksi yang lebih mendalam bahwa saksi tersebut tidak banyak mengetahui. Artinya tidak ada persesuaian antara saksi 1 dan saksi 2, yang saksi 1 menyatakan bahwa di situ ada kampung Bojong tanahnya sebagai objek yang kita persoalkan begitu saksi ke 2 menyampai keterangannya, justru tidak mengetahui, padahal dia bekerja di bagian umum pada saat itu.

Tentunya majelis hakim itu pasti bisa menelaah keterangan saksi I dan saksi II serta lebih objektif dalam melakukan penilaian terhadap saksi saksi ataupun saksi saksi dari pihak tergugat.

Sementara itu, Yoyo Efendi sekjen LSM Kramat selaku kuasa ahli waris menjelaskan, soal tanah pervonding mereka mengakui bahwa itu tanah adat kita,” imbuhnya.

Oleh karena itu, kita semakin yakin bahwa kebenaran itu semakin terbuka. Mudah mudahan dalam waktu dekat sebagaimana yang di informasikan bapak Presiden Jokowi selaku pemimpin kita, bahwa sebelum akhir Agustus ini, pihak yang berkaitan sudah tidak berubah lagi.

Kita dengarkan dan sudah menyimak sebelum mereka mengajukan saksi bahwa saksi yang mereka ajukan tidak menyentuh pada dasar obyek tanah yang sesungguhnya, karena persoalan dasar tanah itu adalah tanah adat atau tanah verponding.

Hal dasar itu adalah dasar hukum atau tanah vervonding atau tanah adat yang mereka bicarakan itu tanah pemancar RRI Cisalak – Cimanggis.

Yoyo sebutkan bahwa tanah RRI dulunya adalah kebun karet, pada 1957 mereka masuk ke situ membangun pemancar RRI di sebelahnya ada kp Bojong yang oleh saksi di nyatakan memang ada kp Bojong, ucap Yoyo.

lanjutnya, kesaksian mengenai lokasi RRI itu luasnya 66,7 ha bukannya 187 ha.

Sebab lahan RRI seluas 66.7 ha yang di bangun oleh RRI pada tahun 1957 sisanya 120 ha punya warga Bojong. Keterangan saksi itu memperkuat untuk hak kepemilikan ahli waris, pengkas Yoyo Efendi.

Sidang perkara persata laga Eks pemancar RRI dilanjutkan hingga Kamis 25 Agustus 2022, pihak tergugat II Departemen RRI akan menghadirkan saksi ahlinya. (PWON/Reny)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles