Senin, November 25, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Bila NKRI Tidak Harga Mati, Dosa Siapa?

Oleh Suwarno Tarigan

Pemerintah bersama turunan strukturnya kerap melakukan narasi dalam bentuk lisan atau tulisan berwujud Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harga mati. Untuk mewujudkan NKRI harga mati, tentu harus menggunakan cara-cara konstitusi berdasarkan Undang-undang Dasar (UUD) 1945, dan kesepakatan bersama berdasarkan perkembangan zaman secara tatanan sosial kehidupan, sebagai keluarga bangsa. Kemudian bila pada waktunya NKRI tidak lagi harga mati, siapa yang pantas menanggung dosa Sumpah Pemuda tahun 1928? Penguasa, partai politik, tokoh agama, akademisi, cendikiawan, wakil rakyat atau rakyat jelata?

Judul dan tulisan ini adalah kekhawatiran penulis sebagai warga bangsa dalam menjalani kehidupan, serta menerima dan mengamati kebijakan publik dari pemerintah yang dirasa semenjak berdirinya NKRI pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga hari ini semakin jauh dari cita-cita bersama, yang sesuai dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan. Karena syarat menjadikan NKRI harga mati adalah, seharusnya memprioritaskan sila kedua dan ketiga Pancasila, yaitu sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab. Secara implisit ketika, sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab telah diwujudkan dengan sungguh sungguh secara positif, maka pada gilirannya akan terwujud pula secara implisit sila ketiga yaitu, persatuan Indonesia. Lalu bila dalam mewujudkan sila ketiga persatuan Indonesia secara positif, maka tidak ada lagi seharusnya praktek, atau tindakan dari pihak manapun yang mengeluarkan narasi sara yaitu, suku, agama, dan rasis.

Namun dalam perjalanan 74 tahun NKRI harga mati, nuansa di atas dan implementasinya makin terasa jauh panggang dari api. Nuansa tersebut terjadi karena penguasa kita selalu mengutamakan kebijakan ekonomi, pembangunan dan industri, sehingga terkesan telah mengabaikan rasa sosial kemanusian Indonesia yang hakiki, mengakibatkan kebutuhan hidup sosial warga bangsa terjadi kesenjangan yang sangat jauh, dan secara konstitusi tidak tidak lagi berkeadilan. Di sisi lain sesungguhnya faktor kebutuhan hidup sosial masyarakat bangsa adalah sederhana yaitu, mengutamakan sandang, pangan, papan. Ketiga syarat itu dahulu, pernah menjadi syarat penting dan telah menjadi kesepakatan berfikir antara pemimpin bangsa dan rakyatnya.

Namun pada situasi dan kondisi sekarang, dalam perjalanan zaman kita tidak lagi melaksanakan kesepakatan itu, tentang kebutuhan pokok yang bernama, sandang, pangan, dan papan, sehingga lebih dari itu kita telah berbuat keserakahan yang merusak persatuan berupa, kekayaan harta yang melahirkan segelintir konglomerat atau taipan, dan menjadikan seratus orang terkaya dari warga negara Indonesia, kemudian kita lebih mengutamakan kekuasaan melalui jabatan, untuk mengeruk dan merampas hak-hak bersama warga bangsa, dengan prilaku membentuk rezim atau dinasti yang melanggengkan kekuasaan atau jabatannya secara oligarki dan otoriter, dengan maksud untuk menguasai aset-aset NKRI demi kepentingan keluarga dan kelompoknya. Kriteria tersebutlah yang dirasa dapat memicu NKRI tidak lagi harga mati, sebab sesungguhnya tugas atau tujuan pokok kita bersama dalam membentuk negara yang dilaksanakan oleh pemerintahan adalah berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 yaitu, penting, mencerdaskan bangsa dan hidup dengan, berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai dengan setandar kebutuhan hidup layak yang sejahtera.

Dari sejumlah uraian di atas harapannya kita paham akan sejarah dan syarat terbentuknya NKRI. Kemudian kita dapat berfikir dengan akal sehat, melalui perilaku jangan ada lagi, dusta di antara kita sesama warga bangsa yaitu, terjemahkan Pancasila itu dengan makna untuk kepentingan rakyat banyak, bila pemikiran tersebut tidak terwujud, maka kita akan menjadi bangsa pengkhianat, yaitu pengkhianat Sumpah Pemuda, pengkhianat Pancasila, dan pengkhiat Undang-undang Dasar 1945. Bila itu yang terjadi maka kita sebagai warga bangsa, wajib sadar dan bersiap menghadapi zaman yang nantinya NKRI menjadi kenangan dan hilang dari peta dunia, lalu kita tidak akan tahu lagi, akan menjadi bangsa apa di zaman yang akan datang? suwarnotarigan1@gmail.com

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles