Oleh Dr Masud HMN
Perbedaan tidak selalu buruk meskipun tidak semua perbedaan itu baik. Ungkapan ini dapat ditarik pada persoalan perbedaan pendapat tentang musibah banjir di Jakarta. Para pejabatĀ masuk pada lingkaran beda pendapat dan memunculkan aroma tengkar yang saling menyalahkan.
Rasa-rasanya tengkar saling menyalahkan bahkan dibumbui rasa dengki, benci dan politik tidaklah tepat. Siapa yang salah adanya banjir, jelas tidak ada siapa-siapa. Bajir itu bencana bukan dibuat atau diciptakan seseorang. Kalaupun ada hubungan adalah sebab dan akibat yang tidak dengan sengaja. Menggundulkan hutan di bagian utara atau wilayah Puncak dan Bogor menimbulkan banjir di Jakarta. Itu saja.
Seperti terekspos dari percakapan dialog Menteri Pekerjaan PUPR Basuki Hadimuljono dengan Gubernur DKI Anies Baswedan. Mereka berdua beda pendapat dalam menaggulangi banjir di Jakarta. Konsep penanggulangan banjir Menteri PUPR adalah dengan menormalisasi aliran sungai Ciliwung dengan membebaskan lahan sepanjang 33 Km dari hulu hingga ke laut. Tetapi Gubernur DKI memiliki pandangan berbeda dan tidak setuju karena banjir berasal dari luar Jakarta. Sehingga harus ditangani dengan naturalisasi, penghijauan bendungan dan waduk resapan.
Perbedaan normalisasi dan naturalisasi. Keduanya konsep solusi banjir Jakarta bertujuan sama namun dalam esensi beda. Singkat kata yang satu pro penggusuran normalisi dan yang keduaĀ pro rakyat tanpa gusuran yaitu naturalisasi. Apalagi penggusuran ditetapkan pengadilan dalam perkara yang telah diputus pengadilan.
Gubernur Anies Baswedan tak terelakkan mendapatkan kecaman pahit sekali, karena gayanya yang tenang seolah tak berbuat banyak oleh khalayak yang mencelanya. Namun Anies bukan sendirian merasakan ocehan yang berlebihan. Banjir tahun ini luar biasa. Dia disudutkan dan dianggap tidak berbuat banyak. Tuduhan yang tak berdasar.
Hal yang selalu mengambil sikap tuduhan buruk dengan dasar beda pandangan adalah aliran tak sesuai dengan watak jiwa bangsa. Sikap positif adalah spirit dari falsafah hidup berkemanusiaan. Perbedaan adalah pelangi, perbedaaan adalah irama, perbedaan adalah jiwa, watak kerjasama dalam menghadapi kesulitan dan bencana.
Dalam hal ini bisa ditarik pembelajaran penting dengan langkah penanggulangan jangka pendek dan konsep jangka panjang, yaitu:
Pertama, urus saja dulu korban banjir yang ada sekarang. Tanpa tengkar dan saling menyalahkan. Singsingkanlah lengan baju. Kumpulkan sumbangan dan sumbangkan langsung pada korban yang memerlukan.
Kedua, konsep jangka panjang adalah yang relevan dengan pembangunan pro rakyat. YaituĀ naturalisasi. Jauh dari penggusuran. Pemerintah Pusat harus mengambil alih peran koordinasi.
Dalam pandangan kita ke depan, banjir Jakarta adalah tantangan pembangunan wilayah masa depan yang tidak menjadi masalah Jakarta belaka. Problemnya membentang luas meliputi provinsi yang berbatasan. Di sinilah konsep berwawasan kewilayahan pro rakyat anti gusur atau naturalisasi menjadi relevan.
Adanya perbedaan pendapat adalah lazim. Perbedaan tidaklah selalu buruk. Meskipun Ā perbedaan tidak baik. Menjadi baik jika kita menerimanya dengan pengertian positif. Sementara jadi buruk jika mengandung curiga, iri atau sikap berpikir negatif. Simpul pikir kita, banjirĀ Jakarta adalah pembelajaran dan tantangan sikap kegotong royongan kita.
Jakarta, 4 Januari 2020