Memberi jawaban atas simpulan cengkeraman malas pada orang Melayu pada topik ini penting adanya. Betapa negatifnya sikap malas itu jika mencengkerami orang Melayu. Bisa jadi orang Melayu jadi hambatan dan tidak bisa maju.
Memang ada ungkapan untuk orang Melayu malas, letih dan tidak teliti. Ketiga bentuk itu negatif untuk maju. Kalau malas, letih dan tidak tetliti bergabung jadi satu maka kesimpulannya orang Melayu menjadi mundur terbelakang. Benarkah demikian?
Jawaban mungkin sebagian saja benar dan tidak sepenuhnya teori itu benar. Alasannya orang atau masyarakat Melayu adalah masyarakat diaspora atau perantau. Mana mungkinlah orang Melayu itu pemalas. Karena merantau itu modalnya hanya tulang delapan kerat saja; tidak bermodal, kalau tidak gesit dan rajin sengsara.
Seperti dikatakan dalam tulisan Rosihan Anwar almarhum yang mengistilahkan orang Melayu itu termasuk tujuh suku dunia yang menyandang predikat diaspora. Antara lain suku China, Amerika, Israel, Indonesia, India, Vietnam dan lain-lain. Mereka termasuk suku yang perkasa. Demikian pendapat Rosihan Anwar seorang pengamat dan penulis terkenal.
Ungkapan malas, letih dan tidak teliti itu lawan dari kata berkemajuan. Sebab kata-kata itu negatif untuk maju. Maju itu maknanya positif dan berkelanjutan. Kata itu hanya terdapat pada orang perantau. Gesit dan perkasa.
Buktinya orang atau suku Melayu sampai ke Afrika dan beranak keturunan di sana. Tidak ditemukan ada orang Melayu yang malas di sana. Bahkan mereka menjadi pemdoronng majunya masyarakat di sana.
Alhasil cengkeraman malas bukan sikap suku atau orang Melayu secara umum. Walaupun terdapat malas namun itu bukan sikap dasar orang Melayu tapi pengecualian bagi banyak suku di dunia. Maksudnya cengkeraman malas orang Melayu itu hanya sebagian kecil masyarakat.
Dalam perspektif berkemajuan memang ungkapan atau sikap malas itu adalah hambatan. Sebuah negara akan maju bila sikap negatif itu dieliminir. Meski tidak bisa dihilangkan semuanya.
Penulis selalu membandingkan Indonesia dan Singapura dalam bidang ekonomi yang berbeda ekonominya. Singapura maju, metode Indonesia tidak maju, apa yang berbeda. Yang jelas Singapura itu lebih rajin masyarakatnya dari Indonesia.
Salah satu yang positif untuk maju adalah rajin dan teliti. Di samping sistem atau metode yang efisien. Demikianlah untuk Indonesia berkemajuan.
Oleh karena itu, dalam rangka Indonesia emas di tahun ke 100 yaitu 2045 yang akan datang, marilah kita mengeliminir sikap yang menghambat kemajuan. Menggantinya dengan yang positif untuk maju, yaitu rajin, teliti dan bersatu.
Tahun Indonesia emas yaitu masyarakat yang adil dan makmur di bawah lindungan Allah yang maha kuasa. Baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Insya Allah!
Jakarta, 28 Oktober 2022
*) Masud HMN adalah Dosen Paskasarjana Universitas Muhammadiah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta