Kamis, Oktober 3, 2024

Prof. DR. Asasriwarni, MA, MH, Anak Petani Kampung Sukses Jadi Guru Besar

Padang, Demokratis

Sosok Profesor Asasriwarni memiliki kepribadian yang ramah, mudah senyum dan selalu bersimpatik.

Prof. Dr. Asasriwarni, MA, MH yang lahir pada 27 Maret 1952 adalah seorang akademisi Indonesia dan Guru Besar Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang.

Ia terpilih menjadi Ketua Senat UIN Imam Bonjol Padang periode 2020-2021, sejak 12 Juni 2020 ia pernah menjabat Rektor IAIN Imam Bonjol Padang dengan status pengganti sementara sejak 9 Maret 2015, setelah Makmur Syarif rektor sebelumnya diberhentikan oleh Menteri Agama RI.

Asasriwarni dikukuhkan jadi Guru Besar dalam Bidang Hukum Islam. Sebelum menjadi rektor, ia pernah menjabat sebagai Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan.

Ia meraih sarjana lengkap doktorandus dari IAIN Imam Bonjol pada 1980. Doktor dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada 2011, dan megister hukum dari Universitas Ekasakti pada 2008 (sumber wikipedia dan padek.co dan jawapos.com).

Dalam bedah buku autobiografi Prof. Asasriwarni Anak Petani Jadi Guru Besar di Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) IB Padang, Asasriwarni memasuki masa purnabaktinya pada usia 70 tahun. Pensiunnya putra kelahiran Maek Kabupaten 50 Kota ini, diisi dengan kuliah umum dan bedah buku autobiografinya 70 tahun Prof. Asasriwarni bertempat di Aula Prof. Mahmud Yunus Kampus UIN Imam Bonjol, Senin (28/3/2022).

Buku autobiografi ini berjudul Kesuksesan Anak Petani Menjadi Guru Besar dibedah oleh Prof. Ganefri (Rektor UNP), Prof. Iwan Prayitno (mantan gubernur Sumatera Barat 2 periode) dan Prof. Amran Suardi (Ketua Kamar Agama MA).

Rektor UIN Imam Bonjol Padang Prof. Martin Kustati menyatakan Prof. Asasriwarni merupakan salah satu figur hebat. Keilmuannya diakui berbagai kalangan dan sebagai birokrasi Prof. Asasriwarni mememiliki jenjang karir yang mengagumkan.

Masa purnabakti jelas bukanlah kabar baik bagi UIN Imam Bonjol Padang. Prof Asasriwarni adalah inspirasi dan motivasi yang tepat bagi civitas akademisi UIN Imam Bonjol.

“Seluruh sisi hidup beliau yang dimuat dalam autobiografi ini dapat dijadikan sumber inspirasi dan motivasi. Dengan menghayati spirit hidup beliau, saya optimis figur-figur baru dengan semangat yang tak kalah besar,” ujar Profesor Martin Kustanti.

Sementara itu, Rektor UNP Prof. Ganefri mengungkapkan, Prof. Asasriwarni adalah tokoh pendidikan Islam yang pantas mendapat apresiasi. Sebagai seorang akademisi Prof. Asasriwarnj juga telah mewakafkan diri untuk UIN Imam Bonjol Padang.

Di usia memasuki 70 tahun, Prof. Asariwarni masih terus memberikan pendidikan kepada umat. Banyak nilai-nilai yang bisa diambil dari salah satu guru besar UIN Imam Bonjol ini.

Menurut Prof. Ganefri, ada beberapa alasan Prof. Asasriwarni bisa sampai menjadi seperti itu. Pertama adalah Prof. Asasriwarni selalu berfikir ke depan.

Kedua, terpaan agama membuatnya menjadi hebat seperti sekarang. Kemudian banyaknya organisasi yang diikuti oleh Prof. Asasriwarni juga menjadi kunci salah satu kesuksesan beliau. Dimana Prof. Asasriwarni bergabung di HMI sewaktu kuliah dan juga merupakan anggota Nahdhatul Ulama.

“Terpaan organisasi membuat Prof. Asasriwarni menjadi orang sukses. Kemudian perjuangan hidup yang dilaluinya ikut mempengaruhi kesuksesannya,” jelas Prof. Ganefri.

Menurut Prof. Ganefri, sebagai anak kampung di Maek Kabupaten Lima Puluh Kota tinggal di daerah terisolir, jauh dari keramaian dan sarana pendikan, serta sulitnya transportasi, Prof. Asasriwarni harus berjalan kaki hingga 21 kilometer menuju sekolah.

Kondisi ini tidak membuat semangat meraih pendidikan tidak kendur. Namun tetap membawa hingga kini.

Untuk itu Prof. Ganefri menyarankan mahasiswa dan aktivis membaca buku autobiografi dari Prof. Asasriwarni tersebut.

Sementara mantan gubernur Sumbar 2 periode Prof. Irwan Prayitno menyatakan, sejak sekolah SMP 1 Padang hampir setiap hari bertemu dengan Prof. Asasriwarni di IAIN Imam Bonjol yang saat itu berkantor di Jalan Sudirman.

“Papa dan mama saya teman sekantor Prof. Asasriwarni,” ucap Irwan Prayitno. “Masih terkenang dan teringat saat itu Prof. Asasriwarni muda adalah seorang aktivis, enerjik, penyapa, pandai berkomunikasi, ligat dan gesit,” tambahnya.

Keulamaan Prof. Asasriwarni tak diragukan lagi. Ia menjadi tempat bertanya. Sebagai tokoh tarbiyah dan aktif di MUI menjadi pelita yang menerangi hati masyarakat.

Profesor Asasriwarni itu ulama yang profesor dan profesor yang ulama. Seperti Rois Syuriyah dan Mustasyar NU Sumbar dan Ketua Pertimbangan MUI Sumbar dan anggota Wantim MUI Pusat dan A’wan PBNU.

“Itulah bedanya ulama yang aktivis, tahu kebutuhan umat, tahu masalah umat dan tahu bagaimana menyelesaikannya. Solusi yang menyejukkan dengan nasehat-nasehat yang diberikan begitu bernas,” ungkap Prof. Irwan Prayitno.

Sementara itu, Ketua Tim Editor DR Yasrul Huda, MA mengatakan, berdasarkan testimoni yang terhimpun, tergambar bahwa sosok Prof. Asasriwarni merupakan sosok yang disenangi lantaran selalu tampil sebagai pemberi semangat, humoris dan santun dan ramah bagi kolega dan para mahasiswa yang dibimbingnya, dan juga memberi solusi yang cermat.

Muhammad Taufiq (moderator), menyimpulkan tiga poin penting, pertama, suasana kebatinan yang bercampur aduk antara senang dan bahagia, karena prestasi dan pencapaian sebagai guru besar, sekaligus sedih, karena secara formalitas akan meninggalkan Fakultas Syari’ah untuk ke depannya.

Kedua, buku tersebut menceritakan seluruh komplikasi yang sangat komplek terkait keadaan dan perjuangan Prof. Asasriwarni dalam menata karir. Baik dalam aspek sosial ekonomi yang tinggal di ujung negeri maupun kondisi geografis tempat tinggalnya.

Ketiga, buku tersebut memperlihatkan aspek penting dalam pencapaian kesuksesan Profesor Asasriwarni. Beliau mempunyai jejaring yang disegani oleh teman dan orang di bawahnya. Kemudian secara vertikal memilih relasi dengan orang besar yang dicintai murid dan dihormati oleh atasannya. (Addy DM)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles