Rabu, Oktober 2, 2024

Profil Kemiskinan di Indramayu

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan, dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Metode yang digunakan adalah menghitung garis kemiskinan(GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan(GKM), dan garis kemiskinan non makanan (GKNM).

Penduduk miskin, adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita, per bulan di bawah (GK). Garis Kemiskinan Penduduk Miskin Di Kabupaten Indramayu Tahun 2010-2018.Pada Tahun 2010.Garis Kemiskinan(GK),264.576.Jumlah,276,00.Persen(%),16.58.Tahun 2011.GK,301.788.Jumlah,272,10.%,16,01.Tahun 2012.GK,325.787.Jumlah,257,30.%,15,44.Tahun 2013.GK,350.455.Jumlah,251,10.%,14,99.Tahun 2014.GK,364.360.Jumlah,240,70.%,14,29.Tahun 2015.GK,379.088.Jumlah,253,12.%,14,98.Tahun 2016.GK,397.196.Jumlah,237,00.%,13,95.Tahun 2017.GK,413.857.Jumlah,233,38.%,13,67.Tahun 2018.GK,447.378.Jumlah,204,18.%,11,89.

Selain itu, dari pembangunan juga ada yang berdampak sebagai suatu permasalahan bagi Kabupaten Indramayu. Salah satunya dampak pembangunan jalan Tol Cikampek-Palimanan (Cipali), yang menjadikan jalan reguler pantura kosong, dan mematikan perekonomian masyarakat sekitar jalur pantura. Tol Cipali memang memberikan perubahan dalam hal keleluasaan bagi pengguna jalan untuk menghindari kemacetan, namun justru menjepit keberadaan pengusaha di kawasan pantura. Banyak para pengusaha di sekitaran pantura yang usahanya gulung tikar.

Oleh karena itu, berdasarkan masalah masalah di atas, perlu adanya solusi untuk meminimalisir masalah tersebut. Diharapkan dari pemecahan masalah yang ada, dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam bidang ekonomi di Indramayu.

 

Bisnis Kerakyatan

Dalam rangka memecahkan permasalan tersebut, harus ada perencanaan yang berfokus dan berbasis pada potensi sumber daya, serta dijalankan secara konsisten dan tepat guna, dengan melibatkan rakyat. Adapun peluang bisnis atau usaha yang sangat terbuka, dalam rangka membangun ekonomi kerakyatan di Indramayu adalah, PERTANIAN.

Persawahan di Indramayu, umumnya hanya ditanami padi, selama ini, hasil yang dibawa pulang hanya gabah, sedangkan hasil produksi sawah lainnya, seperti jerami dengan potensi sebanyak 500.000 ton umumnya dibakar. Sehingga terbuang dan mengakibatkan menurunnya mutu lingkungan hidup. Apabila jerami tersebut dimanfaatkan dengan kreatif dan efektif, misalnya dibuat jamur, maka akan dihasilkan nilai tambah sebanyak 150.000 ton jamur merang, dengan nilai ekonomi minimal Rp1,95 juta per ton, per satu tahun.

Limbah jamur merang juga masih punya nilai ekonomi, yaitu bisa dibuat pupuk organik dengan potensi sekitar 250.000 ton, dengan nilai ekonomi minimal Rp375 miliar. Selanjutnya pupuk organik tersebut, dapat dikembalikan ke sawah, yang pada gilirannya akan memulihkan kualitas tanah dan sesuai dengan paradigma pembangunan berwawasan lingkungan yang sehat. Total nilai perputaran uang dari mengolah bisnis jamur merang dan pupuk organik ini, minimal Rp2,3 juta per ton, per satu tahun. Di samping akan mendatangkan penghasilan ekonomi langsung bagi petani, usaha tersebut juga memberi peluang kerja padat karya sebanyak 125.000 orang per hari.

Sedangkan dari hasil usaha kompos, bisa menghidupi 628.425 jiwa. Pengelolaan jerami menjadi kompos, akan menjadi nilai ekonomi tambah besar, bila ada upaya tambahan dari pengelolaan sampah organik lainnya, misal sampah organik dari pasar, rumah tangga dan sumber limbah lainnya, dalam bentuk pengolahan sampah terpadu.

Jamur merang diperdagangkan dalam bentuk segar dan juga bisa dalam bentuk olahan, misalnya dikalengkan dan atau dibuat kripik. Dengan demikian pada usaha jamur olahan akan turut membuka lapangan kerja baru. Sehingga ekonomi di pedesaan atau daerah akan berkembang karena masyarakatnya memiliki penghasilan ekonomi.

Apabila jerami dijadikan pakan ternak atau sapi, terjadi pertumbuhan daging 3 ton per satu ekor sapi, per 4 bulan. Maka bisa dihasilkan sapi 150.000 ekor, untuk bisa hidup cukup, maka setiap keluarga dapat memelihara 3 ekor sapi. Dengan demikian terdapat 16.500 keluarga, atau 82.500 jiwa yang dapat ditingkatkan kesejahteraannya, melalui peternakan sapi. Selanjutnya dari sapi bisa menghasilkan biogas dan pupuk organik, yang selanjutnya dapat digunakan kembali untuk mensuburkan lahan sawah petani.

Di samping itu, pertanian padi masih banyak menemui kendala, misalnya tingkat kehilangan gabah masih tinggi (rendeman), saat panen di musim hujan berakibat pada harga gabah murah. Masalah lain adalah kelangkaan pupuk pada saat dibutuhkan, adanya serangan hama penyakit, kebanjiran dan atau kekeringan. Permasalahan tersebut perlu dibenahi, sehingga dapat meningkatkan produktifitas petani, dan pada gilirannya dapat memberikan kesejahteraan bagi petani dan keluarganya.

Untuk komoditas palawija, apabila dikembangkan secara massal dengan melakukan pengelolaan yang baik juga dapat mengangkat ekonomi petani. Ada sejumlah contoh tanaman palawija yang bisa dikembangkan di Indramayu, di antaranya kedelai, jagung dan sorgum. 1-Buahnya sebagai bahan baku industri, termasuk bio etanol. 2-Produksi bio etanol 5.000 liter per hektar, per tahun, dan total produksi bio etanol 45 juta liter per tahun. 3-Limbahnya bisa untuk pengembangan ternak di petani. 4-Limbah ternak bisa menghasilkan biogas, dan sebagian kembali jadi pupuk organik. 5-Penyerapan tenaga kerja (keluarga) langsung, minimal 13.000 orang per hari, dan perputaran uang minimal Rp196,5 miliar per tahun. 6-Akan terjadi multiflier efect ekonomi di kawasan tersebut. 7-Tercapai swasembada ternak di Kabupaten Indramayu. Makalah bersambung…

Penulis pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles