Subang, Demokratis
Massa aksi yang tergabung dalam Forum Peduli Masysrakat Peduli (Perak) Jawa Barat, Komunitas Anak Muda Peduli Anti Korupsi (KAMPAK), Laskar Jihad Anti Korupsi dan Forum Anak Jalanan, kembali berunjuk rasa (unras) turun ke jalan mendesak Kejaksaan Negeri Subang bersama Satgas Mafia Tanah segera menetapkan tersangka dan menangkap mafia tanah Pelabuhan Patimban yang diduga melibatkan Kepala Desa Patimban Kec. Pusakanagara, Kab. Subang, Dar, oknum ATR/BPN Subang dkk, termasuk mediator jangkrik yang harganya mencapai 7 miliar, (8/12/2022).
Korlap aksi massa yang juga orator Atang Sudrajat berseru bahwa demi tegaknya Pancasila, UUD 1945, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai, Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penataan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2009 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Nilai-Nilai Kemerdekaan, Persatuan, Kedaulatan, Keadilan, Kemakmuran dan Kebajikan Universal di Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini, segera tangkap dan tetapkan tersangka dugaan pelaku mafia tanah pembebasan Pelabuhan Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat.
Disebutkan Atang, bahwa seperti kita ketahui bersama kasus tersebut sudah naik tahap penyidikan bulan Mei 2022 lalu dan kasus lainnya yaitu sewa tanah bengkok naik tahap penyidikan bulan Oktober 2022 lalu. “Namun hingga saat ini belum ada penetapan tersangkanya,” ujar Atang seperti dilansir Peraknews.com.
“Untuk itu kami mengajak warga Subang untuk mendukung gerakan Kejari Subang segera tetapkan tersangka, jangan pernah takut menegakan kebenaran kami selalu bersama Kejari Subang,” serunya.
Selanjutnya diungkapkan Atang, sebagai informasi tambahan terkait masalah tersebut kita bisa cek langsung melalui aplikasi SENTUH TANAHKU-SURVEI TANAHKU dan terkuak dalam rangkaian mafia tanah ini diduga ada sekitar 500 bidang tanah di Desa Patimban, Kec. Pusakanagara, Kab. Subang, proses sertifikasinya menggunakan program Presiden RI, yakni melalui Redistribusi Tanah Obyek Landreform Tahun 2021 dan luar biasanya ada sekitar 69 bidang seluas lebih kurang 1.029.346 m2 objeknya adalah laut/teluk bernama Cirewang.
Perlu diketahui bahwa identifikasi dan inventarisasi subyek dan obyek, pengukuran, penelitian lapang dilakukan oleh anggota sidang Panitia Pertimbangan Landreform (PPL), sidang PPL (sesuai SK Bupati), penetapan SK dan sampai penerbitan sertifikat.
Laut Cirewang sudah bersertifikat diakui dan dibenarkan oleh pihak Kantor ATR/BPN Subang.
Lebih jauh Atang memaparkan, bahwa proses sertitifikasi dasarnya adalah Surat Keterangan Desa (SKD) atas tanah Timbul/Negara yang diterbitkan Pemerintah Desa Patimban yang diduga fiktif. Lebih mirisnya pemilik nama yang tercatat dalam SKD hanya dipinjam KTP-nya saja dengan iming-iming uang sebesar Rp3-5 jutaan.
Sesuai informasi tetkini, masih kata Atang, bahwa proses sertipikasi tersebut diduga melibatkan oknum pejabat tinggi cq pengusaha papan atas dan tebaran cuan yang mencapai puluhan, bahkan ratusan miliar.
Tak hanya aksi massa, di kesempatan itu mendesak pula agar Kejari Subang segera menuntaskan tunggakan kasus korupsi lainnya, di antaranya dugaan korupsi Pemdes Anggasari, pelaku lain kasus korupsi SPPD fiktif DPRD Subang, pelaku lain dalam perkara BP PBB yang sudah memiliki kekuatan hukum yang sah, korupsi pengadaan jaring nelayan Patimban, kasus dugaan korupsi Bandes Padamulya, P21 kan kasus korupsi CSR Alun-Alun Subang.
Sementara itu, Asep Sumarna Toha alias Abah Betmen pentolan Perak Jabar dan selaku penanggung jawab aksi menyebut ada bocoran dari sumber yang layak l fasilitas program Presiden sempat ditolak oleh ATR/BPN Subang pada tahun 2018-2019 padahal konon sempat ada salah satu pejabatnya ditawari uang 2 koper dengan alasan, pertama karena muncul Akta Jual Beli (AJB) padahal jelas ini adalah tanah timbul atau Tanah Negara (TN) yang dikelola oleh masyarakat adat/setempat dan tidak boleh diperjual-belikan; Kedua penerima hak adalah mestinya benar-benar masyarakat setempat bukan warga dari luar wilayah; Ketiga ada sebagian objek tanahnya yang dibebaskan adalah laut.
“Makanya ditolak karena memang melanggar peraturan perundangan, tapi anehnya tiba-tiba pada tahun 2021 sertifikat tersebut dapat diterbitkan, ada apa dengan ATR/BPN Subang?” ungkap Abah Betmen heran.
Untuk itu, pihaknya bersama pasukan militannya akan terus bergerak untuk mendukung dan mendesak Kejari Subang hingga kasus ini benar-benar diusut tuntas. “Sikat habis siapapun yang terlibat di dalamnya tanpa pandang bulu, termasuk mediator jangkriknya,” tegasnya.
Mengakhiri pernyataannya Abah Betmen menyampaikan bahwa hasil audiensi dengan Kasi Pidana Khusus dan Intelejen Kejari Subang, bahwa kasus Sewa Tanah Bengkok Desa Patimban tinggal digelar ekpose untuk penetapan tersangkanya. (Abh)