Jakarta, Demokratis
Undang-undang Nomor 41 tentang Kehutanan Tahun 1999 yang lahir setelah reformasi oleh Fraksi ABRI, Fraksi PDI, Fraksi PPP dan Fraksi Karya Pembangunan sekarang Fraksi Partai Golkar, sudah mengatur tentang pengakuan Hutan Adat. Tapi PP-nya sampai sekarang belum diterbitkan oleh pemerintah. Ada Apa?
“Makanya DPD RI mendesak agar pemerintah agar segera mengeluarkannya PP yang mengatur Hutan Adat,” kata Bustami Zainudin Wakil Ketua Komite II DPD RI di Bandar Lampung, Selasa (21/1/2020).
Dikatakan, dengan melindungi hutan adat maka hutan yang rawan dan rentan dieksploitasi akan terjaga dari pengrusakan oleh orang luar.
“Nyatanya sampai sekarang masyarakat adat terus terpinggirkan di tanah kelahirannya dikalahkan dengan pendatang yang dibiayai pengusaha kuat tetapi hutannya tetap saja rusak jikalau kemarau sering terjadi kebakaran,” ungkapnya.
Menurutnya, paling tidak kawasan hutan sekarang terus dikorbankan dengan alasan untuk investasi sektor pertambangan, perkebunan dengan dalih alih fungsi lahan. “Saya setuju saja asalkan terkontrol dan sesuai aturan yang berlaku,” tegas Bustami yang dekat dengan Ketua DPD Lanyala Mataliti.
Sabagai mantan bupati, ia pernah meminta pemilik izin yang memanfaatkan hutan juga diwajibkan menjaga hutan yang ada di wilayah kerjanya agar tidak menimbulkan kerusakan hutan yang lebih parah lagi.
“Termasuk Kementerian Pertanian supaya turun tangan jika kebakaran Karhutla muncul dari perkebunan dari alih fungsi hutan,” jelasnya.
Lebih jauh secara khusus ia meminta agar kawasan hutan produksi lainnya, juga ikut disertifikasi sebagai hutan produksi lestari sehingga dapat dijadikan instrumen pengendalian tata kelola hutan yang baik.
Untuk diketahui dalam 10 tahun terakhir pemanfaatan hutan di Indonesia berlangsung ekspansif. Forest Watch Indonesia mencatat laju deforestasi sudah lama menyasar wilayah-wilayah yang memiliki hutan alam yang baik.
Paling tidak seluas 11,2 juta hektar lahan hutan di beberapa wilayah suatu propinsi, telah sudah dikuasai korporasi pemegang izin HPH, HTI, perkebunan kelapa sawit dan pertambangan, sudah dari sejak lama.
Lembaga riset ideas merilis di antaranya dipergunakan untuk perkebunan sawit seluas 2,32 juta ha, yang sebagian besar dikuasai oleh 15 perusahaan swasta besar.
Sementara Greenpeace melansir kawasan hutan Indonesia sekarang mendapat ancaman dari perkebunan kelapa sawit yang sangat serius.
Di mana posisi kebun sawit sudah jadi musuh abadi hutan alam yang berlangsung terus dan untuk dikalahkan.
Artinya sampai saat ini pembukaan kebun sawit menjadi ancaman deforestrasi terbesar jika dibandingkan dengan alih fungsi hutan untuk pertambangan.
Malah sebagian lahan perkebunan sawit milik perusahaan besar terindikasi sudah memanfaatkan kawasan hutan lindung dan hutan konservasi. (Erwin Kurai)