Senin, November 25, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Kasus Penganiayaan Murid, Dewan Pendidikan Dituntut Bertindak Adil

Indramayu, Demokratis

Kasus yang terbilang sial yang menimpa Muslik 45 tahun warga Desa Balongan, kini telah resmi dilaporkan oleh orangtua Jontrio 14 tahun selaku siswa ke Polisi Resor (Polres) Indramayu, Rabu (22/01/2020).

Muslik selaku oknum guru dari tahun 2001 yang mengajar di kelas VII dan VIII di SMP 2 Negeri Juntinyuat, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yang diduga telah melakukan penganiayaan kepada Jontrio yang tidak lain adalah anak didiknya.

Berdasarkan Surat Tanda Bukti Penerimaan Laporan (STBPL) dengan Nomor STBPL/ B/ 25/ I/ 2020/ SPKT III, dalam isinya tertulis bahwa pada hari Kamis tanggal 16 tahun 2020 sekitar pukul 09.00 Wib, di sekolah SMPN 2 Juntinyuat Indramayu, diduga telah terjadi tindak pidana penganiayaan anak di bawah umur yang dilakukan terlapor terhadap korban atau pelapor.

Akibat dari kejadian tersebut, terlapor dikenakan pasal penganiayaan anak di bawah umur sebagaimana dimaksud dalam pasal 80 Undang-undang (UU) Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) RI nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU. Keterangan dan laporan tersebut ditandatangani dan distempel oleh petugas Aipda H Tukidi Wangsa.

Wakil Kepala Sekolah (Wakepsek) Kurikulum, Muhamad Nurdin (23/01) mengatakan bahwa pihaknya akan memberikan sanki terhadap oknum guru tersebut melalui kedinasan. Sang guru atau terlapor akan disidangkan di Dewan Pendidikan pada pekan depan, selain diberikan sanksi yang setimpal, secara kode etik guru, pihak sekolah pun akan memberikan hukuman berupa pemindahan atau penurunan pangkat, sebagaimana hasil yang telah diputuskan oleh Dewan Pendidikan.

“Yang bersangkutan akan ditangani secara kedinasan, selain akan menjalani sidang kode etik guru pihak sekolah pun akan memberikan hukuman setimpal. Berkas sudah disiapkan dan sidang akan dilakukan di Dewan Pendidikan pada Senin depan,” Jelas Wakepsek kepada awak media saat diwawancara.

Surat tanda bukti penerimaan laporan dari pihak kepolisian yang ditunjukkan kepada awak media. Foto-foto: Demokratis/RT

Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) telah menerbitkan aturan yang melarang dan mencegah praktek-praktek kekerasan di sekolah. Hukuman disiplin yang dilakukan oleh oknum guru merupakan tindakan kekerasan yang dilarang

Dan mengimbau agar dinas pendidikan lebih aktif melakukan sosialisasi aturan-aturan terkait sekolah aman dari tindak kekerasan, baik kepada guru, siswa, maupun tenaga kependidikan.

Terlebih Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, menyatakan bahwa tindak kekerasan yang dilakukan di lingkungan sekolah maupun antar sekolah, dapat mengarah kepada suatu tindak kriminal dan menimbulkan trauma bagi peserta didik.

Di sisi lain, Pasal 11 dan Pasal 12 Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 menyebutkan sanksi terhadap oknum pelaku tindak kekerasan dilakukan secara proporsional dan berkeadilan sesuai tingkatan dan atau akibat tindak kekerasan.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Pangihutan Haloho selaku pengacara yang ada di Jakarta, saat dihubungi oleh awak media untuk dimintai pendapat hukumnya terkait hal di atas, bahwa seorang tenaga pendidik seharusnya justru membimbing, mengayomi dan mendidik anak didiknya.

Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 54 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah melalui Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014, pada Pasal 54 UU Nomor 35 Tahun 2014 berbunyi, anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan atau pihak lain.

Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau masyarakat. Selain itu, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Perlindungan Anak juga telah secara tegas mengatur setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.

“Tidak ada pendidik yang melakukan kekerasan terhadap peserta didik, sekarang semua sudah ada aturannya,” jelas Haloho.

“Bagi yang melanggarnya akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta,” tambahnya. (RT)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles