Subang, Demokratis
Penyelenggara Pemilu yang rangkap jabatan jadi polemik menjelang Pemilu 2024 ini, terutama di Kabupaten Subang, Jawa Barat, baik di Panwaslu maupun PPK. Pasalnya, ada pendamping desa yang nyambi menjadi penyelenggara Pemilu. Sejumlah pihak pun meminta agar Koordinator Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) Kabupaten Subang, Jawa Barat, bersikap tegas terhadap anak buahnya yang melanggar etika.
Dari informasi yang diperoleh Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi RI (GNPKRI) Syamsudin kepada Demokratis mengatakan, ada di beberapa kecamatan yang penyelenggara Pemilunya diduga dari pendamping desa maupun pendamping PKH. “Seperti halnya di Kecamatan Binong dan Legonkulon, serta juga di kecamatan lain,” tegasnya.
Syamsudin mengatakan, para pendamping desa sudah jelas tidak boleh jadi penyelenggara Pemilu. “Dan harus tahu diri saja, kan sudah ada aturannya seperti yang tertuang dalam Kepmendes Nomor 40 Tahun 2021 dan dipertegas lagi dengan Kepmendes Nomor 143 Tahun 2022. Di situ ditegaskan pendamping tidak boleh menyalahgunakan status,” ujarnya.
Sementara Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) Kabupaten Subang, Hj. Marsiah saat dihubungi Demokratis via telepon selularnya guna menindak lanjuti pemberitaan media Demokratis yang berjudul Pendamping Desa Double Job Langgar Kepmendes 40 Tahun 2021 mengatakan, akan mengumpulkan para pendamping desa pada tanggal 12 Januari 2023 karena banyaknya pengaduan. “Bahkan undangan telah disebar ke semua pendamping desa melalui grup Whatsapp,” tegasnya.
Namun sampai kini Marsiah selalu berkelit dan saling lempar tanggung jawab bahkan menyuruh Demokratis menghubungi Koordinator TAPM Kabupaten Subang Dede Winardi. Namun sama saja, setali tiga uang, Dede Winardi saat dihubungi via telepon selularnya selalu tidak diangkat. Padahal nada deringnya aktif, di-SMS dan dikirim chat Whatsapp pun tidak membalas. Ini menandakan tidak adanya implementasi Kepmendes di Kabupaten Subang, Jawa Barat. (Dang’s)