Kata paradoks berarti berlawanan atau identik persaingan. Padi tumbuh dengan saingan. Siang dengan malam berlawanan. Tak dapat ditiadakan. Semua berlawanan dan biasa saja.
Lazim adanya. Tetapi ada jamak orang tidak suka persaingan bahkan pesaing itu harus dilenyapkan. Atau pesaing itu dimatikan. Maka timbulah ungkapan tidak boleh balam dua sepematang.
Tanpa ada saingan dan tantangan, tiada pula perjuangan. Menjelmalah diktator. Kekuasaan di tangan satu penguasa. Tiada kontrol kekuasan.
Dalam persfektif demikian Abraham Lincoln seorang Presiden Amerika menyatakan pendapat lain. Salah satu bukti, ketika ia terpilih lalu mengangkat lawan politiknya dalam kampanye menjadi Sekretaris Negara. Kedudukan jabatan penting diisinya.
Bagi Abraham Lincoln persaigan adalah penting. Sebab yang dipersaingkan adalah pengabdian bukan kepentingan lain. Presiden kedua Amerika dimaksud pendapatnya pesaing itu dilihat sebagai fastabiqul khairat (berlomba-lomba untuk berbuat) persaingan ide untuk mengabdi negara.
Menjadi menarik juga itu yang dilakukan Prabowo Subianto Menteri Pertahanan Republik Indonesia (Menhan) bersama Joko Widodo. Saat Joko Widodo menang terpilih, maka Prabowo Subianto ditunjuk sebagai Menhan. Ia terima.
Sejauh ini hasilnya sukses dalam mengemban jabatan Menhan Republik Indonesia tersebut.
Dengan demikian maka ungkapan yang menyatakan pandangan persaingan dua kekuatan paradoks tidak boleh tidaklah sepenuhnya benar. Yang benar itu pesaing itu adalah keniscayanan atau tidak dapat dihindarkan. Di mana saja selalu ada pesaing. Jadi jangan takut disaingi.
Ajaran agama agar berlomba-lomba berbuat baik atau fastabiqul khairat itu harus dilestarikan. Kata berlomba-lomba untuk berbuat baik untuk berbakti bagi negara adalah harga mati.
Jangan ada yang berhianat pada bangsa dan negara. Yang penting itulah. Semoga!
Jakarta, 18 Maret 2023
*) Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta