Jumat, November 8, 2024

Puasa yang Tidak Diterima Dengan Sempurna

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan zur (perkataan dusta), mengamalkannya, atau tindakan bodoh, maka Allah tidak butuh atas usahanya dalam menahan rasa lapar dan dahaga” (HR. Bukhori No. 1903).

Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:

1- Makna zuur pada hadis di atas adalah perkataan dusta. Yang paling parahnya adalah persaksian palsu, yakni persaksian untuk menindas hak orang lain, atau untuk membenarkan yang keliru. Kemudian “mengamalkannya”, maksudnya melakukan tindakan-tindakan runtutan dari perkataan dustanya.

2- Termasuk dalam hal ini, segala macam perbuatan yang menyimpang dari kebenaran; yakni maksiat. Adapun makna tindakan bodoh di sini, adalah bodoh (tidak peduli) terhadap hak sesama. Seperti iri, hasad, menebar kebencian sesama muslim, dll.

3- Ternyata untuk meraih kesempurnaan puasa, tidak cukup hanya dengan meninggalkan makan dan minum saja. Namun harus ada perjuangan meningalkan perbuatan sia-sia dan maksiat. Yang mana hal-hal tersebut akan merusak pahala puasa.

4- Bila puasa sekedar menahan lapar dan dahaga saja, semua orang bisa melakukannya. Tidak yang awam, tidak yang sudah tau agama. Bahkan orang-orang non muslim pun mampu. Namun, puasa lahir dan batin; yakni puasa dari makan minum, dan juga dari perbuatan-perbuatan maksiat yang dapat menodai kesucian hati dan merusak pahala puasa, tak semua orang dapat melakukan. Kecuali mereka yang dirahmati Allah ‘azza wa jalla.

5- Disinilah saudaraku, peluang untuk berlomba-lomba dalam meraih kualitas puasa terbaik. Semakin maksimal seorang hamba meninggalkan perbuatan maksiat saat puasa, semakin baik kualitas puasanya, dan tentu semakin sempurna pahalanya.

Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur’an:

1- Inilah puncak daripada tujuan disyariatkan puasa dan bentuk puasa yang diinginkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian untuk berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi insan yang bertakwa” (QS. Al- Baqarah: 183).

2- Semakin maksimal seorang hamba meninggalkan perbuatan maksiat saat puasa, semakin baik kualitas puasanya, dan tentu semakin sempurna pahalanya. Dalam Al Quran Allah ‘azza wa jalla selalu memberi motivasi kepada hambaNya dalam hal ini.

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ

“Berlomba-lombalah dalam kebaikan” (QS. Al Baqarah: 148).

Penulis adalah Guru Besar UIN IB/ Ketua Dewan Pertimbangan MUI Sumbar/Anggota Wantim MUI Pusat/A’wan PB NU

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles