Subang, Demokratis
Masalah korupsi masih menjadi isu hangat untuk dibicarakan, dibahas dan diskusikan. Tak sedikit elemen masyarakat yang merasa jengah dan muak dengan perilaku koruptif, sehingga ingin segera diterapkannya pasal hukuman mati bagi pelakunya. Seperti di negeri Beruang Merah (baca: China).
Ironis memang, tindak pidana korupsi (tipikor) ini tidaklah sama dengan tindak pidana lainnya. Tipikor merupakan sebuah kejahatan sangat luar biasa (extraordinary crime). Disebut begitu lantaran dampaknya dapat menimbulkan disparitas ekonomi bahkan krisis ekonomi secara nasional, gagalnya pembangunan nasional, kerugian keuangan negara/daerah/desa sehingga dapat menimbulkan kesengsaraan masyarakat luas.
Jika ada yang mengatakan bila penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) sudah menjalar hingga ke tingkat pedesaan, fenomena itu memang telah lama berlangsung, hanya saja ada yang mencuat dan tidak mencuat ke permukaan.
Akan halnya dugaan perbuatan KKN itu, kini tengah melanda di tubuh Pemerintah Desa Manyingsal, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, terkait adanya dugaan penyelewengan penggunaan Dana Desa (DD) dan Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Barat (Banprov) yang dijadikan ajang korupsi, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/desa mencapai puluhan juta bahkan hingga ratusan juta rupiah.
Dari berbagai sumber dan hasil investigasi yang dihimpun awak media menyebutkan, berawal dari tudingan Kades Manyingsal cs yang diduga mengangkangi regulasi pengelolaan keuangan desa (baca: APBDes).
Adapun modus operandi penjarahan anggaran desa (baca: kegiatan fisik) dengan cara mengurangi volume fisik, pengadaan matrial tidak sesuai spek teknis dan RAB, mark up upah tenaga kerja (HOK). Selain itu adanya joki pembuatan SPj dan atau SPj fiktif, dengan itu pihak-pihak yang terlibat membuat administrasi bodong (aspal-red) dianggap telah melakukan kebohongan publik, sehingga terancam dipidana.
Atas ulahnya, menurut sumber akhirnya oleh salah seoang warga Kades Manyingsal cs dilaporkan ke aparat penegak hukum pada Sabtu (4/3/2023).
Sumber membeberkan, sejumlah kegiatan pembangunan yang dilaporkan pelaksanaan APBDes TA 2022 yang diduga sarat KKN, di antaranya: (1). Pembangunan cor jalan di Jl Pancadasan– Tongtolokan sebesar Rp. 117.511.200,- (sumber Dana Desa/DD); (2). Pembangunan cor jalan di Ciracas RT 015 dan RT 016 sebesar Rp. 82.000.000,- (sumber DD); (3). Pembangunan cor jalan di Jl. Pancadasan – Tongtolokan sebesar Rp. 104.511.200,- (sumber DD); (4). Lanjutan pembangunan cor jalan di Jl. Pancadasan – Tongtolokan sumber sebesar Rp. 84.200.000,- (sumber Banprov); (5). Program SAPA Warga sebesar Rp. 4.050.000,- (sumber Banprov); (6). Kegiatan penanggulangan Covid-19 sebesar Rp. 70.000.000,- (sumber DD); (7). Bantuan kepada Gapoktan Desa Manyingsal untuk program ketahanan pangan pada peningkatan produksi tanaman pangan sebesar Rp. 93.000.000,-, diduga Gapoktan tersebut tidak menerima (sumber DD).
Sumber menambahkan yang cukup mencengangkan kegiatan pengecoran jalan di Kampung Pancadasan-Tongtolokan dari pagu anggaran Rp. 117.511.200,- diduga hanya diterapkan Rp. 46.638.000,- atau hanya 40% saja.
Melansir Medianasional.id (2/3), Kepala Desa Manyingsal Cepi Syahroni saat dihubungi mengatakan pihaknya (pemerintah desa) telah melaksanakan tugas apa yang telah diinstruksikan oleh pemerintah daerah.
“Kalaupun terkait laporan dugaan penyimpangan sampai saat ini kami pihak pemerintah desa belum menerima surat pemanggilan dari pihak IRDA ataupun dari pihak APH,” ungkapnya.
Menurut Cepi, seharusnya terkait laporan atau apapun dapat dikonfirmasi terlebih dulu kepada dirinya. “Bahkan saya tidak menerima konfirmasi secara langsung, malah saya dapat informasi dari rekan–rekan dan secara otomatis nama baik saya tercemar. Adapun lapdu tersebut atau laporan oleh orang tersebut bukan berarti seolah-olah ngaririweuh,” pungkasnya. (Abh)