Tapteng, Demokratis
Setelah sebelumnya merusak tanaman warga, segerombolan oknum mafia tanah bersama preman bayaran, kembali membuat ulah di areal lahan perkebunan warga.
Kelurahan Lumut, Kecamatan Lumut, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Provinsi Sumatera Utara.
Oknum mafia tanah ini memasang patok-patok batas di kebun warga. Mereka mengklaim jika objek yang mereka patok merupakan lahan perkebunan milik mereka. Sementara warga yang telah mengusahai dan menguasai lahan perkebunan tersebut selama puluhan tahun, memiliki surat kepemilikan yang sah.
Pemilik kebun yang merasa keberatan, mencabut patok-patok yang terpasang. Imbasnya, para petani ini dilaporkan ke polisi, sebagaimana LP/B/107/III/SPKT/RES TAPTENG/POLDASU, tanggal 29 Maret 2023, dengan pasal pengrusakan. Padahal patok-patok tersebut, diserahkan warga ke pihak kepolisian.
“Patok-patok yang mereka pasang kita cabut dan kita serahkan ke Polsek Sibabangun. Ada berita acara dan tanda terimanya,” ungkap M. Hutagalung, salah seorang warga pemilik kebun, Kamis (20/4/2023).
Hutagalung menyebutkan, tidak ada alasan oknum-oknum mafia tanah itu melaporkan pemilik lahan ke polisi. Pasalnya, patok tersebut mereka buat di lahan perkebunan milik warga yang memiliki bukti kepemilikan yang sah.
“Saya sudah minta mereka mencabut, mereka tidak mau. Lalu saya tertibkan dengan menyerahkan ke polisi. Lha kok saya jadi dilaporkan. Itu patok yang mereka pasang kan di kebun saya,” terangnya.
Hutagalung mengungkapkan, orang yang sama telah ia laporkan ke Polres Tapteng pada bulan April 2022, dengan laporan Nomor LP/B/VII/POLRES TAPANULI TENGAH/POLDA SUMATERA UTARA, yang ditindaklanjuti dengan SP2HP NomorB/198/IV/RES.1.2./2023.
“Dari keterangan yang disampikan pihak kepolisian, mereka mengatakan terkendala dengan hasil cek TKP dengan BPN untuk pengambilan titik koordinat,” timpalnya.
Dalam hal ini, Hutagalung mempertanyakan apa alasan BPN tidak melakukan cek TKP, untuk pengambilan titik koordinat. Ia mensinyalir adanya persekongkolan pihak BPN dengan oknum mafia tanah.
Menurut Hutagalung, akibat lambatnya BPN melakukan pengambilan titik koordinat, para mafia merasa di atas angin, dengan memasangi patok di kebun warga. Mirisnya, oknum pemasang patok tidak ada dikenal dan bukan warga setempat.
Terpisah, kuasa hukum warga, Yeesrel Gunadi Hutagalung, SH, saat dikonfirmasi awak media menyebutkan, jika hamparan lahan perkebunan yang diklaim oknum-oknum tertentu adalah milik mereka, adalah hal yang sangat tidak masuk akal.
Menurut Gunadi, warga Kelurahan Lumut telah lama mengusahai lahan yang disengketakan. Hal ini dibuktikan dari surat dari Bupati Tapteng Nomor 1227/7-(B.CH), tertanggal 24 Maret 1969, serta surat jual beli sesama warga sekitar tahun1988.
Masalah muncul setelah Lurah Lumut berganti dari A. Rohim Nasution ke Halomoan Saing, yang disinyalir bekerjasama dengan mafia tanah. Pada tahun 1996, Halomoan Saing menerbitkan SKT Nomor 592.1/080/Sk/1996 atas nama Sumihar Simanjuntak.
“Ini sumbernya. Semoga dalam kasus ini tidak ada permainan. Pasca Lebaran, kita akan bersurat kepada Menko Polhukam, Mahfud MD, mengadukan permasalahan yang dialami warga,” sebut Gunadi. (Tim)