Jakarta, Demokratis
Tanah tanah milik Kereta Api Indonesia (PT KAI), tidak henti-hentinya diincar oleh mafia tanah yang letaknya sangat strategis yang berada di tengah kota besar, sebaliknya yang berada di kota kecil tanah tanah milik PT KAI banyak yang dibiarkan tak terurus.
Hal ini terungkap dalam rapat konsultasi BAP DPD ke kantor Menteri ATR/ BPN dengan Direktur PT KAI Edi Sukmoro di Jakarta, Rabu (29/1/2020).
Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mengatakan, saat ini pemerintah sedang mengejar program sertifikasi dan redistribusi lahan yang tujuannya adalah mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat.
“Kami bekerja sangat serius menangani konflik-konflik pertanahan. Bahkan kami punya Direktorat Sengketa dan Konflik Tanah dan Tata Ruang. Kami akan bantu terbitkan surat tanah jika benar, agar supaya mereka dapat menjaga aset dan mencegah konflik dengan adanya legalitas hukum dari BPN, tetapi jika yang menyangkut aset negara maka kami tidak boleh menghilangkannya,” tegasnya
Untuk itu, kata Direktur Utama PT KAI Edi Sukmoro, saat ini PT KAI sedang mengebut memproses sertifikasi tanah status grondkaart sebagai upaya menunjang tranportasi publik yang sedang dikerjakan oleh pemerintah. “Dan sertifikasi aset PT KAI baru mencapai 41% dan kami bekerja keras mengejar sertifikasi aset yang 59% lagi itu,” ujar Edi.
Djoko Marihandono ahli sejarah dan Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia mengatakan, tanah milik PT Kereta Api Indonesia didasarkan pada ditandatanganinya Konferensi Meja Bundar (KMB), pada 27 Desember 1949 yang intinya mengakui Kedaulatan Republik Indonesia. Dan pemerintah Kolonial Belanda menyerahkan semua aset pemerintah Belanda kepada pemerintah Republik Indonesia yang berdaulat.
Salah satu yang diserahkan adalah aset milik eks Kereta Api Belanda yang dikuasai oleh pemerintah Belanda (Staatspoorwegen/SS) yang sekarang diwarisi oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero).
“Salah satu dasar hukumnya adalah Pengumuman Menteri Perhubungan, Tenaga Kerja, dan Pekerjaan Umum Indonesia Nomor 2 Tahun 1950 yang menyebutkan mengalihkan semua aset SS itu kepada Djawatan Kereta Api (DKA) Republik Indonesia. Dengan demikian, terhitung sejak 6 Januari 1950 semua aset SS berada di bawah kewenangan dan kepemilikan DKA RI, yang sekarang dikelola oleh KAI,” katanya. (Erwin Kurai)