Jakarta, Demokratis
Pengamat kepolisian Ali Asghar mengapresiasi ketegasan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dalam menindak anak buahnya yang terbukti melakukan pelanggaran, seperti eks Kadiv Propam Ferdy Sambo dan eks Kapolda Sumatera Barat Teddy Minahasa.
Menurut Ali, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (29/4/2023), ketegasan Kapolri tersebut menunjukkan bahwa sosoknya berkomitmen kuat dalam membangun cita-cita, yakni menghadirkan anggota kepolisian yang didambakan masyarakat.
“Pak Kapolri sudah sejak awal berkomitmen. Dia punya visi dan integritas untuk membangun cita-cita polisi yang didambakan oleh masyarakat. Kalau enggak punya komitmen kuat, mana mungkin jadi Kapolri,” ujar dia.
Di bawah kepemimpinan Listyo Sigit, sejumlah oknum polisi yang melakukan pelanggaran etik ataupun pidana ditindak secara tegas. Bahkan dari pengembangan penindakan tersebut, saat ini eks Kapolda Sumatera Barat Teddy Minahasa dan eks Kadiv Propam Ferdy Sambo terancam hukuman mati.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, jaksa penuntut umum menuntut Teddy dihukum hukuman mati karena terlibat dalam perdagangan narkotika jenis sabu-sabu seberat lima kilogram. JPU menilai Teddy terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Lebih lanjut, Ali menyampaikan sejauh ini reformasi Polri sudah berjalan baik, terutama di bidang regulasi. Ia mencontohkan saat ini muncul banyak peraturan internal, termasuk menyangkut kode etik, yang menjadi wujud upaya membangun integritas kepolisian.
Meskipun begitu, ia menilai Polri perlu pula melakukan reformasi di bidang kultur menyangkut sikap para anggota kepolisian.
“Yang belum ada, perbaikan atau reformasi di sektor kultur, attitude (sikap). Seharusnya, dimulai dari sejak dini, sektor pendidikan. Ini momennya bersih-bersih,” ucap akademisi dari Universitas Bhayangkara Jakarta Raya itu.
Selanjutnya, Ali mengingatkan komitmen kuat Kapolri dalam memperbaiki citra Polri tersebut harus diikuti segenap jajaran di bawahnya. Dengan demikian, lanjut dia, setiap ada anggota Polri yang terbukti melakukan kesalahan dapat langsung ditangani sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
“Jangan kemudian ketika sudah viral, baru ada atensi dari Kapolri. Maka, nanti ujung-ujungnya muncul istilah ‘pemolisian netizen’,” ucap dia.
Berikutnya, Ali juga mengingatkan anggota Polri untuk memperhatikan etika dalam memanfaatkan media sosial.
“Jadi, harus hati-hati. Menjadi anggota polisi ada risiko. Kalau anda jadi pejabat negara, jangan memamerkan kekayaan, hedon. Ini yang harus ditanamkan nilai-nilai attitude,” ucap Ali.
Ia menambahkan pula langkah memaksimalkan reformasi di tubuh Polri, tidak hanya memerlukan upaya internal institusi tersebut, tetapi juga perlu diiringi perubahan kultur masyarakat.
“Dalam teori kepolisian, polisi itu adalah cerminan masyarakat. Jadi, polisi itu adalah masyarakat. Masyarakat itu adalah polisi, saling terikat. Maka, mendorong polisi baik tidak cukup hanya mengandalkan institusi polisi,” kata dia.
Ia lalu mencontohkan masyarakat, dalam hal ini pengusaha juga harus mengubah sikapnya, yakni berhenti merasa tidak aman menjalankan bisnis jika tidak memberikan uang setoran kepada kepolisian. (Dasuki)