Subang, Demokratis
Guna mengetahui perkembangan pengananan kasus yang dilaporkan Ormas Forum Masyarakat Peduli (FMP) Jabar, akhirnya Kejari Subang Cq Sie Pidsus menggelar audensi dengan Tim Pemburu ormas FMP Jabar, berlangsung di ruang Media Center, (9/5/2023).
Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejaksaan Negeri Subang Akhmad Adi Sugiarto, S.H.,M.H., didampingi Stafnya Nurman, S.H., di kesempatan itu menyampaikan bila Kepala Kejaksaan Negeri Subang Dr. Akmal Kodrat, S.H., M.Hum., tidak bisa hadir karena ada dinas di luar kota di Bandung, sama halnya dengan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Subang William Jakson Sigalingging, S.H., juga tidak dapat hadir karena sedang maraton melakukan penanganan kasus sewa lahan bengkok Desa Patimban.
Menanggapi pertanyaan Tim Pemburu koruptor FMP Jabar, Tim Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Subang mengaku hingga kini masih terus menelisik perkara Korupsi Dana Sewa Bengkok Desa Patimban.
Namun berdasarkan pantauan Tim Pemburu Koruptor FMP Jabar Sejauh ini, Kejari Subang hanya menetapkan Kades dan Bendaharanya saja, sementara yang lainnya yang juga diduga turut menikmati aliran dana tersebut, seperti Sekdes, para kepala urusan, BPD dan perangkat lainnya masih bebas berkeliaran.
Selain kasus korupsi sewa lahan Bengkok, Tim Pemburu Koruptor FMP Jabar juga mempertanyakan penanganan kasus besar mafia tanah Patimban yang diduga kerugian negaranya hingga mencapai 1 triliun rupiah, termasuk juga pelaku lain kasus korupsi SPPD fiktif dan pelaku lain dalam perkara BP PBB yang sudah memiliki kekuatan hukum yang sah hingga kini tidak jelas rimbanya, kasus dugaan korupsi pengadaan jaring nelayan Patimban, kasus dugaan korupsi Bantuan desa atau Bandes Padamulya, kasus korupsi CSR Alun-Alun Subang dan kasus dugaan korupsi Desa Anggasari.
Menanggapi hal tersebut Kepala Seksi Intelejen Kejari Subang Akhmad Adi Sugiarto, S.H.,M.H. menerangkan bahwa Kejari Subang sudah menetapkan 2 tersangka dalam kasus sewa lahan bengkok Desa Patimban dan meminta FMP Jabar untuk bersabar serta menghormati proses penanganannya yang masih secara maraton dilakukan oleh Kasi Pidsus.
Terkait kasus mafia tanah Desa Patimban pihaknya mengatakan, masih pasif atau belum bisa melanjutkan penanganannya, karena sudah dilaporkan oleh FMP Jabar ke Kejaksaan Agung dan menunggu konfirmasi petunjuk dari Kejaksaan Agung, apakah perkara tersebut akan ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung sendiri atau dilimpahkan ke kejati dan atau ke Kejaksaan Negeri Subang.
Sementara itu, untuk kasus korupsi CSR Alun-Alun Subang hingga saat ini belum P21, karena pihaknya menunggu pelimpahan dari Polres Subang.
Ditambahkan Kasi Intelejen Kejari Subang, bahwa untuk perkara pelaku lain kasus korupsi SPPD fiktif dan pelaku lain dalam perkara BP PBB yang sudah memiliki kekuatan hukum yang sah, kasus dugaan korupsi pengadaan jaring nelayan Patimban, kasus dugaan korupsi Bantuan Desa atau Bandes Padamulya dan kasus dugaan korupsi Desa Anggasari, akan disampaikan kepada pimpinannya.
Usai audensi, Ketua Umum FMP Jabar Abah Asep Betmen kepada Perak TV berharap Kejari Subang dapat benar-benar menegakan supremasi hukum, khususnya dalam penanganan kasus-kasus korupsi diwilayah hukum Subang, sehingga preseden buruk terhadap penegakan hukum dapat dihindarkan.
Seperti diberitakan sebelumnya, terkait dugaan korupsi dana sewa lahan bengkok selain Kades dan Bendahara Desa Patimban, ada pihak lain yang disebut-sebut turut menikmati aliran dana tersebut, namun masih bebas berkeliaran.
Berikut informasi detailnya, Kaur Kesra Desa Patimban diduga menerima sebesar 3 juta rupiah per sekali pencairan dikali 6 sama dengan 18 juta rupiah, Kaur Umum diduga menerima 3 juta rupiah per sekali pencairan dikali 6 sama dengan 18 juta rupiah, Operator diduga menerima 3 juta rupiah per sekali pencairan dikali 6 sama dengan 18 juta rupiah, Kolektor PBB diduga menerima 3 juta rupiah per sekali pencairan dikali 6 sama dengan 18 juta rupiah, Satgas diduga menerima 3 juta rupiah per sekali pencairan dikali 6 sama dengan 18 juta rupiah, Pos KB diduga menerima 3 juta rupiah per sekali pencairan dikali 6 sama dengan 18 juta rupiah dan Badan Permusyawaratan Desa atau BPD diduga menerima sebesar 30 Juta rupiah dikali 6 sama dengan 180 juta rupiah. Sementara untuk Kepala Dusun dan Ketua RT pun diduga menerima aliran dana tersebut, namun belum diketahui nominal yang diterimanya. (Abh)