Bandung, Demokratis
Polda Jawa Barat (Jabar) mengungkapkan 56 persen dari total 1.045.517 Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Jabar bekerja di luar negeri secara ilegal.
Kabidhumas Polda Jawa Barat Kombes Pol. Ibrahim Tompo mengatakan, angka itu didapat dari 23 kabupaten dan kota di Jabar dan akan ditelusur Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Polda Jabar.
“Pada tanggal 5 Juni 2023, Polda Jawa Barat telah membentuk Satgas TPPO yang dipimpin oleh Wakapolda dan pelaksana hariannya Direktur Reserse Kriminal Umum,” kata Ibrahim Tompo di Polda Jawa Barat, Kota Bandung, Jumat (9/6/2023).
Dia mengatakan PMI yang berangkat atau diberangkatkan secara ilegal itu dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Sehingga menurutnya hal itu pun menjadi atensi bagi institusi kepolisian.
Sejak terbentuknya Satgas TPPO, menurutnya pihaknya telah mengungkap 37 kasus TPPO. Dari puluhan kasus itu, menurutnya ada sebanyak 82 orang yang menjadi korban eksploitasi TPPO.
“Kemudian dari 37 kasus tersebut, sebanyak 59 tersangkanya,” kata dia.
Berdasarkan sejumlah kasus yang diungkap, menurutnya korban TPPO yang paling banyak berasal dari Cianjur, Subang, Sukabumi, Indramayu, dan Bogor.
Menurutnya ada tiga modus yang dilakukan dalam TPPO, yakni melalui perusahaan, agensi, maupun perorangan. Mayoritas, kata dia, korban-korban TPPO itu dikirimkan ke kawasan Timur Tengah atau Arab Saudi.
“Kita melakukan pengungkapan itu paling banyak memang sebelum berangkat. Kemudian ada juga yang sesudah kembali, baru membuat laporan polisi,” katanya.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Pol Yani Sudarto mengatakan biasanya para perekrut itu mendatangi langsung calon korban untuk menawarkan pekerjaan di luar negeri. Bisa jadi, kata dia, perekrut itu merupakan mantan PMI yang mengajak tetangga atau saudara.
Selain itu, menurutnya ada juga korban yang terkena TPPO dengan tawaran kerja di luar negeri melalui media sosial. Lalu menurutnya tak menutup kemungkinan perusahaan resmi juga berpotensi melakukan TPPO jika ujungnya tidak sesuai dengan komitmen awal.
“Secara teknis, mereka biasanya membawa, memberangkatkan korban ke luar negeri tanpa prosedur, melakukan bujuk rayu, tipu muslihat, dan dijerat dengan utang. Biasanya dikasih uang dulu, dan itu dihitung nanti, biayanya berapa, dan nanti akan dipotong ketika mereka menerima gaji,” kata Yani.
Dia mengatakan pelaku TPPO itu bisa dijerat dengan Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 6 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hingga 15 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar.
Kemudian juga bisa terjerat Pasal 80 dan Pasal 81 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp15 miliar. (IS)