Senin, September 30, 2024

PKSPD Indramayu Kritis Tanggapi Kinerja MUI Pusat

Indramayu, Demokratis

Hasil Investigasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ditemukan dugaan tindak pidana di Pondok Pesantren (Pontren) Al Zaytun Indramayu Jawa Barat, pada Jumat, 23 Juni 2023. Tim Investigasi dari MUI Pusat itu mendatangi Polres Indramayu untuk melakukan koordinasi terkait polemik di Al-Zaytun. Di antaranya membahas data dan fakta baru seputar Pontren yang dipimpin Panji Gumilang tersebut.

Namun, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan MUI Pusat, Profesor Firdaus Syam menjelaskan bahwa data tersebut perlu dilakukan klarifikasi oleh yang bersangkutan. Hal itu untuk mengambil keputusan yang adil dalam perspektif yang sesuai ajaran-ajaran dan aturan sesuai konstitusi.

“Ya kami di dalam mengumpulkan data dan nanti setelah kami lakukan klarifikasi, minta penjelasan langsung dari beliau (Panji Gumilang) gitu ya. Karena kan kita harus konfirmasi. Di dalam ajaran Islam kan kita harus bertabayun gitu ya, apa yang kita dapat, atau dari berita yang kita dapat tentu harus ditanyakan ke yang bersangkutan,” kata dia saat di Mapolres Indramayu, Jumat (23/6/2023).

Menurutnya, setelah melakukan investigasi, tim telah menemukan sejumlah fakta baru seputar polemik di tubuh Ponpes Al-Zaytun. “Ya ada fakta baru. Harus kita dalami ya. Artinya kita harus kaji, kita kaitkan dengan fakta-fakta lain,” tandasnya.

Diketahui bahwa di antara deretan fakta yang ditemukan tim investigasi MUI Pusat ada menduga tindak pidana. “Namun, terkait hal itu, saya kira bahwa dugaan itu ya ada tapi tentu kita harus hati-hati sebab menyangkut hukum, ini kan menyangkut orang banyak. Kita tidak ingin merugikan seseorang tapi kita juga tidak akan membiarkan kalau ada pelanggaran hukum gitu ya. Saya kira gitu,” terang Firdaus.

Kapolres Indramayu AKBP M Fahri Siregar juga memastikan kepolisian akan menindaklanjuti polemik di Al-Zaytun sesuai atensi Kapolri. Pihaknya akan mempelajari terkait tindak pidana dalam peristiwa tersebut.

“Tapi yang jelas kami banyak berdiskusi dengan Prof Firdaus.  Jadi banyak hal yang kita diskusikan. Karena memang ini ada kaitannya dengan kaidah syariah dan fiqih maka memang kami juga meminta pendapat dan berdiskusi dengan Prof Firdaus supaya langkah kami dalam rangka menentukan sikap dalam masalah ini kami juga punya gambaran,” ujar Fahri.

Dua pendapat di atas, yang dinilai sarat dengan keragu-raguan itu, ditanggapi kritis oleh Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD) Indramayu, dengan serius dan akademis.

Tanggapan bos PKSPD itu mengatakan bahwa MUI Pusat yang menurunkan tim investigasi kebenaran atas kesesatan di Al-Zaytun yang dipimpin Prof. Firdaus Syam itu pada akhirnya bersikap ambiguitas, tidak tegas dan tidak konsekuen atas fakta dan temuan timnya sendiri.

“Hal itu dikonkretkan dengan penjelasan, ada fakta baru, kita harus kaji atas adanya dugaan tindak pidana. Harus hati-hati, sebab menyangkut hukum, ini kan menyangkut banyak orang. Kita juga tidak ingin merugikan seseorang juga tidak akan membiarkan kalau ada pelanggaran hukum,” ujar O’ushj dialambaqa, menirukan kata Firdaus.

Menurut Oo, begitu publik mengenalnya menyebut bahwa kesimpulan atas penjelasan hasil tim investigasi MUI Pusat dengan teknik tabayun yang dikedepankan, dan atau dijadikan landasan pijakan untuk mengambil kesimpulan, pada akhirnya terasa bersikap ambigu,atau  tidak tegas dan ragu ragu.

“Tabayun sih boleh saja sebagai prosedur etika, tetapi metodologi untuk menguji kebenaran, tabayun tidak dijadikan landasan pokok untuk berpijak,” katanya.

“Mengapa? Karena bila berdasarkan fakta dan data konkret, misalnya, sudah ditemukan adanya penyimpangan dan atau pelanggaran menyangkut soal kesesatan agama atau aliran sesat dan unsur pidana. Maka fakta dan data konkret itu harus dikunci, sebagai alat bukti hukum. Adapun jika bertabayun, untuk mengkonfirmasi atas nama agama, maka bertanayunlah,, itu hanya suatu etika, bukan untuk menguji fakta kebenaran, sebab pastilah Panji Gumilang tidak akan mengaku dan atau pasti membantah bila dibilang sesat atau dengan pelanggaran lainnya. Itu kelemahan dalam teknik tabayun untuk menguji fakta kebenaran materi hukum. Masa iya, bila maling atau koruptor, saat ditanya, mengaku, jawabnya tentu tidak!” jelasnya.

0o juga menilai bahwa tim kerja MUI Pusat itu menjadi cengeng, yang akhinya seolah mengkhawatirkan lembaganya dan atau tim pencari faktanya dengan mengatakan: jangan merugikan seseorang.

“Logika dan akal waras yang dibangun menjadi berantakan, ngawur bin naif, karena bagi Zaytun dan Negara Islam Indonesia (NII)nya, pasti merasa dirugikan atas tindakan hukum jika dilanjutkan dengan adil, tuntas dan transparan. Dijamin 100 persen mereka mengatakan dirugikan,” tandasnya.

“Bagi negara dan bangsa ysng beragama, pasti merasa dirugikan karena Zaytun dianggap sesat dan berbahaya, jika Zaytun dibiarkan hidup menggurita, pasti ada yang dirugikan, sehingga tim MUI Pusat tidak perlu ragu atau ambigu dalam mempertimbangkan baik buruknya, walau dengan apologi naif seperti itu. Tim MUI Pusat, cukup memberikan rekomendasi pada Aparat Penegak Hukum (APH), ke Polres, Polda atau ke Mabes Polri atas temuan fakta lama dan fakta terbarunya soal di Al Zaytun. Biarkan APH melakukan penyelidikan dan penyidikan atas rekomendasi MUI Pusat yang terindikasi kuat ada penyimpangan, dalam bentuk aliran sesat dan itu jelas ada unsur pidananya, lantas MUI mengawal kejelasan APH bersikap dan bertindak atas dasar hukum, sebab kepastian hukum itu semestinya tidak mengatakan, ini harus serba hati hati. Biarkan otoritas APH itu, diterapkan sesuai tupoksi dan SOP-nya, jika terbukti soal penistaan agama dan atau aliran sesat, itu bukan wilayah MUI Pusat. Dan APH pun pasti sangat teliti, jika menutup dugaan pidana ini, dengan apologi atau alibi yang berasumsi tidak cukup bukti, maka pemerintah akan berhadapan dengan kekecewaan publik dan menjadi kegaduhan nasional yang bisa menjadi tragedi atas nama agama,” saran Oo.

“Belum lekang dari ingatan publik, bahwa sebenarnya MUI Pusat itu pernah menurunkan timnya sekitar 15 tahun lalu, kemudian tahun 2022, mereka ada melakukan kajian dan kini menurunkan tim lagi. Jadi amatlah jelas dan konkret bahwa  waktu itu benar telah ditemukan adanya penyimpangan praktek keagamaan.lalu sekarang mereka kembali menurunkan tim investigasinya, namun ajaib, kok malah menjadi bubur mentah, dan ambigu pula pada kesimpulan akhir.  Sehingga pemilik pontren Al Zaytun atau Syeh Panji Gumilang, seolah sangat kebal hukum. Adapun dugaan sederhana, publik ada inteversi kekuasaan yang membekingi, atau  MUI Pusat  yang bekerja dibayangi ketakutan atau kekhawatiran lembaganya dan personal timnya.sebab publik paham, bahwa Al Zaytun diasuh oleh kelompok berkedok negara, begitu istilah Al Chaidar, selaku mantan NII KW-9 pimpinan Nabi Panji Gumilang. Padahal mereka bukan negara, hanya  kekuasaan. Jika benar yang dikatakan Al Chaidar, berarti aparatus negara ini, telah menjadi alat kekuasaan. Ini buruk bahkan bencana bagi kedaulatan rakyat, dan negara,” sergah 0o.

“Kita tunggu keberanian MUI Pusat. Semoga berani dan tegas memvonis Panji Gumilang dengan delik menganggu ketertiban umum dan menyebarkan aliran sesat, serta penistaan agama, khususnya agama Islam. Kita tunggu kesaktian MUI Pusat, sebab jika ke Kemenag publik pesimis, sebab jika berharap kepada Kemenag bagai mimpi di langit mendung tak kunjung hujan, gerimis pun sirna,” pungkas bos PKSPD, yang biasa disapa O’o. (S Tarigan)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles