Senin, September 30, 2024

Meninggalkan Perkataan dan Perbuatan Sia-sia

Salah satu sifat orang beriman adalah sanggup meninggalkan perbuatan yang sia￾sia (lagha) semata-mata karena mengharap ridha Allah. Sebab perbuatan sia-sia itu tidak diridhai oleh Allah, bukan contoh dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam serta bukan pula karakter orang-orang beriman.

Allah menyebutnya dalam ayat :

و معرضون

وٱلذين هم عن ٱللغ

Berbagai dalam Tafsir menyebut, “AI-Laghwi” dari kata “Laghoo”, artinya perbuatan atau kata-kata yang tidak ada faedahnya, tidak ada gunanya, tidak ada nilainya. Baik senda-gurau atau main-main yang tak ada ujung pangkalnya.

Kalau perbuatan atau tingkah laku atau perkataan sudah banyak yang percuma dan sia-sia, itu menunjukkan pribadinya memang senilai itu rendahnya.

Karena itu, di suatu pertemuan, pembicaraan atau majelis tertentu, pribadi-pribadi seseorang dapat diukur menurut nilai tingkah laku dan ucapannya.

Demikian pula status yang diunggah di jejaring sosial, itu pun menunjukkan kepribadiannya. Apakah pribadi sia-sia, pribadi tak berguna atau bermanfaat bagi orang banyak. Pepatah mengatakan “Bahasa menunjukkan bangsa”.

Pepatah lain menyebutkan, “Barangsiapa yang banyak main-mainnya, dipandang orang ringanlah nilai dirinya.”

Di dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu disebutkan,

sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda :

ت

من كان يؤمن باهلل واليوم اآلخر فليقل خيرا أو ليصم

Artinya: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik-baik atau diam (HR.Bukhari Dan Muslim).

Oleh karena itu, setiap pribadi orang beriman, ia senantiasa memperhatikan kata￾katanya dalam berbicara, baik bicara langsung secara tatap muka, di mimbar, media, dalam tulisan, pesan singkat atau dalam mengunggah status.

Sebab, sebagaimana ciri-ciri orang beriman di dalam awal Surat Al-Mu’minun, yakni mampu menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak berguna, yang sia-sia, atau lagha.

Karena itu, di beberapa masjid dalam pelaksanaan shalat Jumat, biasanya bilal mengingatkan sebelum khatib naik mimbar agar seluruh makmum meninggalkan perbuatan sia-sia dalam rangkaian Jumatan, di antaranya bermain-main, berbicara, melakukan hal-hal yang dapat mengganggu kekhyusu’an mendengarkan khutbah.

Kalau tidak, dan tak pula mendengarkan isi khutbah, maka “faman lagha falaa jum’atalah”. Ia telah berbuat lagha dan tidak mendapatkan pahala Jumat.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan di dalam sabdanya:

من توضأ فأحسن الوضوء ثم أتى الجمعة فاستمع وأنصت, غفر له ما

بينه وبين الجمعة وزيادة ثالثة أيام, ومن مس الحصى فقد لغى

Artinya: “Barangsiapa yang berwudhu lalu memperbagus wudhunya kemudian dia mendatangi shalat Jumat, lalu dia diam mendengarkan khutbah, maka akan diampuni dosa-dosanya antara Jumat tersebut dengan Jumat yang akan datang, ditambah tiga hari. Dan barangsiapa yang bermain kerikil, sungguh ia telah berbuat sia-sia.” (H.R. Muslim)

Pada hadits lain dikatakan:

إذا قلت لصاحبك يوم الجمعة أنصت . واإلمام يخطب فقد لغوت

Artinya: “Jika engkau berkata pada sahabatmu pada pelaksanaan Jumat, ‘Diamlah, khotib sedang berkhutbah!’ Sungguh engkau telah berkata sia-sia.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Itulah sebagian dari ciri orang beriman, yakni ia dapat meninggalkan perkataan dan perbuatan sia-sia. Dan itu pula yang merupakan bagian dari ke-Islaman seseorang. Waktu yang dipunyai tiap Muslim akan diisi hanya dengan hal yang bermanfaat. Sebagaimana diingatkan oleh baginda Nabi:

ه

من حسن إسالم المرء تركه ما ال يعني

Artinya: “Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.” (H.R. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Apalagi kalau sampai berkata dusta, menipu, bahkan menyakiti orang lain. Ini jelas semakin menambah dosa baginya, sebagaimana peringatan Nabi Shallallahu

‘Alaihi Wasallam:

مسلمون من لسانه ويده

المسلم من سلم ال

Artinya: “Seorang Muslim adalah orang yang tangan dan lisannya tidak menyakiti orang lain.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Berkaitan dengan hadits ini, Ibnu Rajab Al-Hambali mengatakan, jika Islam seseorang itu baik, maka sudah barang tentu ia meninggalkan pula perkara yang haram, yang syubhat dan perkara yang makruh. Begitu pula perkataan berlebihan dalam hal mubah yang sebenarnya ia tidak butuh. Meninggalkan hal yang tidak bermanfaat semisal itu menunjukkan baiknya keislaman seseorang.

Dan, yang patut menjadi perhatian kita adalah adanya malaikat yang selalu mencatat apa-apa yang kita kerjakan dan katakan. Seperti firman-Nya:

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (Q.S. Qaaf [50]: 16-18).

ولقد خلقنا اإلنسان ونعلم ما توسوس به نفسه ونحن أقرب إليه من

حبل الوريد )16( إذ يتلقى المتلقيان عن اليمين وعن الشمال قعيد

)17( ما يلفظ من قول إال لديه رقيب عتيد )1

Ibnu ‘Abbas mengatakan, bahwa yang dicatat adalah setiap perkataan yang baik atau yang buruk. Sampai pula perkataan (status) “aku makan, aku minum, aku pergi, aku datang, sampai aku melihat”, semuanya dicatat. Dan ketika tiba hari Kamis, perkataan dan amalan tersebut akan dihadapkan kepada Allah.

Akhirnya, marilah kita ikuti arahan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar kita selamat dunia dan akhirat, yakni dengan meninggalkan perkataan dan perbuatan sia-sia, supaya hidup kita tidak sia-sia.

إن من حسن إسالم المرء قلة الكالم فيما ال يعنيه

Artinya: “Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah mengurangi berbicara dalam hal yang tidak bermanfaat.” (H.R. Ahmad).

Dalam sebuah hadis Nabi bersabda iman itu ada 69 cabang yang paling utama mengucapkan Tidak ada Tuhan melainkan Allah yg nomor 69 yaitu membuang duri dari yang akan dilalui. Iman yang 69 tersebut sudah ada di dalam diri manusia, iman fiqalbil mukminin di hati mukmin shhatul iradah segala sesuatu yang dilakukan tulus karena Allah, iman filisanihi shidqul maqal bijak menyampaikan yang benar, kadang-kadang yang disampaikan tersebut benar cuma cara penyampaiannya yang tidak benar, iman fijaufihi aklal watarkassubhat memakan yang halal meninggalkan yang subhat, iman fiyadihi ikthaussadaqah gemar bersedekah dan berinfaq, iman firajlaihi yamsyi jamaah mau bersama suka dan duka dan shalat berjamaah, iman fiainihi penglihatan dijadikan iktibar, iman fifarjihi tidak akan melakukan hubungan suami isteri kecuali setelah aqad nikah.

Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan bahwa ada sepuluh hal yang tidak  bermanfaat.

  1. Memiliki ilmu namun tidak diamalkan.
  2. Beramal namun tidak ikhlash dan tidak mengikuti tuntunan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  3. Memiliki harta namun enggan untuk menginfakkan. Harta tersebut tidak digunakan untuk hal yang bermanfaat di dunia dan juga tidak diutamakan untuk kepentingan akhirat.
  4. Hati yang kosong dari cinta dan rindu pada Allah.
  5. Badan yang lalai dari taat dan mengabdi pada Allah.
  6. Cinta yang di dalamnya tidak ada ridho dari yang dicintai dan cinta yang tidak mau patuh pada perintah-Nya.
  7. Waktu yang tidak diisi dengan kebaikan dan pendekatan diri pada Allah.
  8. Pikiran yang selalu berputar pada hal yang tidak bermanfaat.
  9. Pekerjaan yang tidak membuatmu semakin mengabdi pada Allah dan juga tidak memperbaiki urusan duniamu.
  10. Rasa takut dan rasa harap pada makhluk yang dia sendiri berada pada genggaman Allah. Makhluk tersebut tidak dapat melepaskan bahaya dan mendatangkan manfaat pada dirinya, juga tidak dapat menghidupkan dan mematikan serta tidak dapat menghidupkan yang sudah mati.

Itulah sepuluh hal yang melalaikan dan sia-sia.

Di antara sepuluh hal tersebut yang paling berbahaya dan merupakan asal muasal segala macam kelalaian adalah dua hal yaitu: hati yang selalu lalai dan waktu yang tersia-siakan. Hati yang lalai akan membuat seseorang mengutamakan dunia daripada akhirat, sehingga dia cenderung mengikuti hawa nafsu. Sedangkan menyia-nyiakan waktu akan membuat seseorang panjang angan-angan.

Di antara tanda baiknya seorang muslim adalah ia meninggalkan hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Waktunya diisi hanya dengan hal yang bermanfaat untuk dunia dan akhiratnya. Sedangkan tanda orang yang tidak baik islamnya adalah sebaliknya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

ه

ال يعني

ه ما

م المرء ترك

من حسن إسال

“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak

bermanfaat” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahTanda Baiknya Islam Seorang Muslim Hadits ini mengandung makna bahwa di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baik berupa perkataan atau perbuatan.

(Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 288)

Tanda baiknya seorang muslim adalah dengan ia melakukan setiap kewajiban.

Juga di antara tandanya adalah meninggalkan yang haram sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ه

ه ويد

ن سلم المسلمون من لسان

المسلم م

Artinya : “Seorang muslim (yang baik) adalah yang tangan dan lisannya tidak menyakiti orang lain” (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 40). Jika Islam seseorang itu baik, maka sudah barang tentu ia meninggalkan pula perkara yang haram, yang syubhat dan perkata yang makruh, begitu pula  berlebihan dalam hal mubah yang sebenarnya ia tidak butuh. Meninggalkan hal yang tidak bermanfaat semisal itu menunjukkan baiknya seorang muslim.

Demikian perkataan Ibnu Rajab Al Hambali yang kami olah secara bebas (Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 289).

Menjaga Lisan, Tanda Baiknya Islam Seseorang

Kata Ibnu Rajab rahimahullah, “Mayoritas perkara yang tidak bermanfaat muncul dari lisan yaitu lisan yang tidak dijaga dan sibuk dengan perkataan sia-sia” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 290).

Tentang keutamaan menjaga lisan ini diterangkan dalam ayat berikut yang menjelaskan adanya pengawasan malaikat terhadap perbuatan yang dilakukan oleh lisan ini. Allah Ta’ala berfirman,

ه ونحن أقرب إليه من

ه نفس

س ب

م ما توسو

ن ونعل

ولقد خلقنا اإلنسا

ن اليمين وعن الشمال قعيد

ذ يتلقى المتلقيان ع

ل الوريد )16( إ

حب

د )18(

ه رقيب عتي

ال لدي

ل إ

ن قو

ظ م

)17( ما يلف

Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang la duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (QS. Qaaf: 16-18).

Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Yang dicatat adalah setiap perkataan yang baik atau buruk. Sampai pula perkataan “aku makan, aku minum, aku pergi, aku datang, sampai aku melihat, semuanya dicatat. Ketika hari Kamis, perkataan dan amalan tersebut akan dihadapkan kepada Allah” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13: 187).

Dalam hadits Al Husain bin ‘Ali disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ال يعنيه

م فيما

ء قلة الكال

م المر

ن إسال

ن من حس

إ

Artinya : “Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah mengurangi berbicara dalam hal yang tidak bermanfaat” (HR. Ahmad 1: 201.

Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan adanya syawahid –penguat-).

Abu Ishaq Al Khowwash berkata,

إن هللا يحب ثالثة ويبغض ثالثة ، فأما ما يحب : فقلة األكل ، وقلة

النوم ، وقلة الكالم ، وأما ما يبغض : فكثرة الكالم ، وكثرة األكل ،

وكثرة النوم

Artinya : “Sesungguhnya Allah mencintai tiga hal dan membenci tiga hal. Perkara yang dicintai adalah sedikit makan, sedikit tidur dan sedikit bicara. Sedangkan perkara yang dibenci adalah banyak bicara, banyak makan dan banyak tidur” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 5: 48).

‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,

ل كالمه إال فيما يعنيه

من عدََّ كالمه من عمله ، ق

Artinya : “Siapa yang menghitung-hitung perkataannya dibanding amalnya, tentu ia akan sedikit bicara kecuali dalam hal yang bermanfaat”

Kata Ibnu Rajab, “Benarlah kata beliau. Kebanyakan manusia tidak menghitung perkataannya dari amalannya” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 291). Yang kita saksikan di tengah-tengah kita, “Talk more, do less (banyak bicara, sedikit amalan)”. Ibnu Rajab berkata, “Jika seseorang meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat, kemudian menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat, maka tanda baik Islamnya telah sempurna” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 295).

Amar Ma’ruf Nahi Mungkar Termasuk yang Bermanfaat

Mungkin ada sebagian yang menganggap bahwa meninggalkan hal yang tidak bermanfaat berarti meninggalkan pula amar ma’ruf nahi mungkar. Jawabnya, tidaklah demikian. Bahkan mengajak pada kebaikan dan melarang dari suatu yang mungkar termasuk hal yang bermanfaat. Karena Allah Ta’ala berfirman,

ف وينهون عن

ن بالمعرو

ر ويأمرو

ة يدعون إلى الخي

م أم

ولتكن منك

ك هم المفلحون

المنكر وأولئ

Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran: 104)

Sehingga dari sini menunjukkan bahwa nasehat kepada kaum muslimin di mimbar-mimbar dan menulis risalah untuk disebar ke tengah-tengah kaum muslimin termasuk dalam hal yang bermanfaat, bahkan berbuah pahala jika didasari dengan niat yang ikhlas.

Ya Allah, berilah kami petunjuk untuk mengisi hari-hari kami dengan hal yang bermanfaat dan menjauhi hal yang tidak bermanfaat.

Penulis adalah guru Besar Fakultas Syari’ah UIN IB Padang, Ketua Wantim MUI Sumbar, Anggota Wantim MUI Pusat, A’wan PB NU

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles