Subang, Demokratis
Berbagai praktek penyalahgunaan kekuasaan (abuse of Power) dan perilaku koruptif yang dilakukan rezim penguasa dinilai telah menghianati legitimasi yang diberikan rakyat. Virus korupsi dengan berbagai dalih dan modus kini kian mewabah dan cenderung sporadis di semua lini, baik di tubuh birokrasi, sosial, ekonomi, budaya dan tak terkecuali di bidang politik.
Dampaknya tidak saja merugikan keuangan negara, tetapi juga dapat menghancurkan perekonomian dan menyengsarakan masyarakat, bahkan dalam skala yang lebih luas bisa menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional sebagai akibat dari efek domino.
Fenomena itu kini tengah membelit di tubuh Pemkab Subang, Provinsi Jawa Barat. Dimana sejumlah pejabatnya diduga terlibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) telah dilaporkan oleh HMI Subang ke Aparat Penegak Hukum (APH).
“Sejumlah kasus yang cukup menjadi sorotan publik adalah kegiatan refleksi 5 tahun kepemimpinan Bupati Subang H Ruhimat dan Wakil Bupati Subang Agus Masykur Rosadi alias Jimat-Akur yang menelan biaya hampir mencapai Rp6 miliar, ditengarai dijadikan ajang kampanye politik Bupati Subang,” ujar aktivis Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi-RI (GNPK-RI) Kabupaten Subang Syamsudin, S.Sos saat dimintai tanggapan di kantornya kepada Demokratis, (21/8/2023).
Menurut Syamsudin, berdasarkan hasil inventigasi dan data yang dihimpun disebutkan, dugaan penyalahgunaan wewenang dan berkatagori KKN yang dilakukan Jimat-Akur demi kepentingan melanggengkan syahwat politik kekuasaan. Pihaknya juga mempertanyakan dasar hukum dan kemanfaatannya. “Sejauhmana capaian tolok ukur kinerja dari kegiatan tersebut, jumlah prosentase kemiskinan di angka berapa?” tanyanya.
“Ini sangat miris, anggaran ratusan juta per kecamatan, digunakan untuk kegiatan yang imbas terhadap penurunan kemiskinan, prosentasenya sangat minim,” ungkap Syamsudin.
Dicontohkannya kegiatan refleksi yang tidak ada CPCL di RPJMD itu lebih mengedepankan penctiraan yang tidak berbanding lurus dengan realitas yang dirasakan oleh masyarakat baik peningkatan Indek Pembangunan Manusia (IPM) maupun infrastruktur dan terutama janji politik yang tak kunjung ditepati.
Disebut-sebut adanya kejanggalan terkait pengusul program refleksi 5 tahun Jimat-Akur digagas oleh nama-nama yang tidak punya kewenangan dalam tupoksinya di nataranya Hari Rubiyanto (eks Kepala BP4D), Iwan Syahrul alias Iwan Saprol (Sekdis BP4D) dan Ali sebagai Tim TOS. Sementara OPD pengusul BP4D memploting dana tidak kurang sebesar Rp200 juta dititipkan pada DPA kecamatan masing-masing, dengan rincian Rp85 juta diperuntukan membiayai even organizer (EO) dan 115 jutaan sisanya untuk keperluan lainnya. Dicontohkan seperti Kecamatan Sukasari menganggarkan biaya EO Rp84.870.500 dan Kecamatan Compreng Rp85.000.000.
“Menurut analisa kami, sumber kekacauan anggaran di Kabupaten Subang merupakan kesalahan dari DPRD terkhusus Banggar, BP4D yang membiarkan kegiatan refleksi bisa lolos dari pembahasan Rapat Anggaran di DPRD, atau memang sudah ada pesanan sebelumnya?” ujar Syamsudin heran.
Tak hanya sampai di situ, lanjut Syamsudin, SKPD yang bersangkutan (baca: Pemerintah Kecamatan) dalam hal ini Camat selaku pengguna anggaran harus turut mempertanggungjawabkan. Pasalnya, mata anggaran refleksi berada pada Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) kecamatan masing-masing.
Pihaknya meminta agar Aparat Penegak Hukum (APH) baik Kepolisian dan Kejaksanaan bisa menjalankan fungsi dan perannya seperti diamanatkan Undang-undang dan ketentuan berlaku, janganlah melakukan pencitraan seperti para politisi.
“Seret pelakunya hingga ke meja hijau, apabila terbukti bersalah beri hukuman setimpal agar ada efek jera,” tandasnya.
Selanjutnya tak hanya GNPK-RI Kabupaten Subang yang menyoroti adanya indikasi praktek KKN yang membelit sejumlah pejabat Pemkab Subang, HMI Cabang Subang belakangan menggelar Unras di sejumlah instansi baik di Pemkab Subang, DPRD Subang Kejari dan Polres untuk menyuarakan aspirasinya.
Dalam press release-nya yang ditandatangani Ketua HMI Cabanag Subang M. Ali An-Naba menyampaikan pernyataan sikap dan tuntutan di antaranya seperti berikut:
- Sumber anggaran kegiatan Refleksi Jimat-Akur dari mana??? Indikasi kejanggalan yang tidak transparan harus dibuka ke publik. Karena faktanya kegiatan tersebut merupakan kegiatan kampanye politik Bupati. Atas temuan tersebut maka perlu adanya penyelidikan dan penyidikan terkait program refleksi 5 tahun Kang Jimat–Akur terkhusus kepada nama-nama yang yang menggagas kegiatan refleksi yang tidak punya kewenangan dalam tupoksinya di antaranya Hari Rubiyanto, Iwan Sahrul alias Iwan Saprol, dan Ali sebagai tim TOS.
Infonya OPD pengusul BP4D memploting dana sebesar Rp200 juta dengan perincian Rp85 juta jasa EO dan Rp115 juta untuk keperluan lainnya persatu titik kecamatan. Penuh tanda tanya soal perencanaan, dasar hukum, pelaksanaan, anggran apalagi kebermanfaatannya???
- Terjadinya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Wakil Bupati Subang terkait pembangunan lapangan tembak Perbakin yang awalnya akan dibangun di belakang gedung SKB kemudian dipindahkan ke area Ranggawulung. Karena ada indikasi muatan politis dan kepentingan pribadi karena lebih dekat dengan vila Wakil Bupati. Maka dari itu, atas informasi tersebut kami mendorong kepada pihak berwenang untuk melakukan pemanggilan, penyelidikan dan penyidikan terkait kejanggalan pembangunan lapangan tembak Perbakin.
- Indikasi adanya dugaan sikap bermewah-mewahan yang dilakukan oleh oknum pejabat Pemerintah Daerah Subang yaitu oleh mantan kepala BP4D Subang Hari Rubiyanto dan Asisten Daerah-I yaitu Rahmat Efendi dengan menggunakan fasilitas negara untuk digunakan sebagai fasilitas pribadi.
Seperti pengadaan mobil dinas jenis CRV dan Innova, urgensi dari pada pengadaan mobil dinas tersebut apa??? Karena mobil dinas yang sebelumnya juga masih layak dan bisa digunakan.
- Harus dilakukan penyelidikan terkait edaran surat DPKAD tentang refocusing anggaran untuk Dinas PUPR tahun 2023 yang rencanannya dibatalkan dengan alasan pemerintah daerah sedang mengalami defisit. Tetapi malah dilanjutkan sebesar Rp19.000.000.000 (sembilan belas miliar rupiah) mengapa hal seperti ini bisa terjadi?? Sedangkan dari awal terjadinya defisit, Sekda Kabupaten Subang H. Asep Nuroni mengeluarkan edaran tersebut tetapi malah ditarik kembali, apa landasannya??
- Adanya dugaan tindakan maladministrasi yang dilakukan oleh Bupati Kabupaten Subang yang telah mengeluarkan Surat Keputusan Bupati tentang penetapan ruas-ruas jalan dan jembatan dengan Nomor : Pu.02.03 / Kep .45- DPUPR/2023. Bahwa terkait pembebasan lahan secara admisnistratif tidak ditempuh oleh pihak pemerintah!! Maka perlu adanya tindakan penyelidikan terkait kasus maladministrasi yang dilakukan oleh Bupati Kabupaten Subang.
- Sekretaris Daerah H. Asep Nuroni sebagai Kepala Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan dalam melakukan rotasi mutasi dan promosi jabatan hanya berdasar kepada kedekatan, kepentingan atau arahan dari bupati hal ini tentu tidak dibenarkan sesuai dengan aturan dan pedoman rotasi dan mutasi yang secara kualifikasi harus mengedepankan komptensi dan linearitas. Maka dari itu harus ada sikap tegas dari pihak berwenang untuk menegakan reformasi birokrasi secara proporsional dan berkeadilan dengan cara penyelidikan terkait kejanggalan rotasi dan mutasi jabatan. Yang dugaan kuatnya terjadi gratifikasi dan jual beli jabatan.
- Kadisdik Subang Tatang Komara yang juga menjabat Plt pada beberapa instansi lainnya, bahkan digadang-gadang jadi kandidat Pjs Bupati Subang hanya perpanjangan kepentingan kekuasaan lebih fokus pada pengkondisian pencitraan, sehingga hanya berperan sebagai bandar dan bendahara kekuasaan saja. Disebut-sebut juga berperan sebagai pemupul pundi-pundi cuan gratifikasi dan jual beli jabatan.
- Kadis PUPR Heri Sopandi dan Iwan K Kusnadi (Kabag ULP) diperankan sebagai Pemupul pundi-pundi bancakan proyek dan penjamu gratifikasi seolah hanya office boy.
HMI Cabang Subang menuntut:
1). Pecat dan copot anggota dan pimpinan DPRD Kabupaten Subang berinisial LM diduga Lina Marlina dan HP diduga Hendra Purnawan, karena dengan sengaja telah menghianati amanah Undang-Undang dengan melakukan tindakan amoral yaitu skandal perselingkuhan sesama anggota dewan.
2). Usut dugaan adanya praktik pungli dan politisasi pendidikan yang terjadi di Dinas Pendidikan dan sekolah-sekolah di tingkatan SD, SMP dan SMA/SMK di bawah komando TK diduga Tatang Komara (Kadisdik Subang) terkait wajib membayar iuran uang Pramuka dan pengadaan baju bertuliskan BATARA/BATAKO.
3). Harus dilakukan klarifikasi publik oleh DPRD Kabupaten Subang, karena kekacauan yang terjadi di Subang merupakan kesalahan dari DPRD, terkhusus Banggar, Bapemperda yang membiarkan kegiatan refleksi bisa lolos dari pembahasan Rapat Anggaran di DPRD!!! Atau memang sudah menjadi pesanan!!??.
4). Kami mendorong kepada APH untuk mengusut tuntas terkait kasus Dana Bagi Hasil Cengkih dan Tembakau (DBHCT) yang kini sedang diselidiki jangan sampai kembali menjadi kasus yang tidak selesai.
Kenyataannya Subang sekarang euphoria dengan raihan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) serta berbagai penghargaan lainnya yang tak berbanding lurus dengan apa yang dirasakan rakyat Subang terutama janji politik yang tak kunjung ditepati.
Ditanya apakah pihaknya sebagai penggagas kegiatan refleksi 5 tahun Jimat-Akur? Mantan Kepala BP4D yang kini Kadis Lingkungan Hidup Subang Hari Rubianto mengaku tidak hafal pada tataran teknis kegiatan. “Saya tidak hafal sampai teknis,” tulisnya dilansir tiradar.id.
Saat dikirimi Rencana Kegiatan Anggaran (RKA) sejumlah kecamatan, Hari mengatakan, bila RKA tersebut merupakan teknis kegiatan. “Itu teknis kegiatannya. Kan mengundang Bupati dan stakeholder di kecamatan serta kepala OPD,” jelasnya.
Hingga berita dimuat, belum ada tanggapan baik dari pihak Kejaksaan Negeri Subang maupun dari Pemkab Subang. (Abh)