Jumat, September 20, 2024

Pengelolaan Keuangan Desa Kediri-Subang Diduga Sarat KKN

Subang, Demokratis

Berawal dari carut marutnya pengelolaan keuangan Desa Kediri, Kecamatan Binong, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, terutama yang besumber dari Dana Desa (DD) dan dana Bantuan Desa (Bandes) atau lazim disebut dana Pokok Pikiran Dewan (Pokir) alias dana aspirasi TA 2023, dimana dalam pelaksanaan kegiatan di sejumlah titik asal jadi (asjad) dan diduga tidak sedikit anggarannya diselewengkan, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/desa.

Dampak carut marutnya kegiatan pembangunan tersebut, sehingga menimbulkan tidak harmonisnya  sesame anggota Tim Pelaksana Kegiatan Desa (TPKD) Kediri dan berujung sejumlah pengurus LPMD  mengundurkan diri dan pemberhentian perangkat desa.

“Iya saya bekerja di lembaga merasa tidak nyaman, lantaran dituduh menyelewengkan dana program bersumber DD TA 2023, diperuntukan membangun drainase saluran pembuang. Makanya saya mengundurkan diri saja,” ujar Aji T salah seorang anggota TPKD saat ditemui di kediamannya, (12/9/2023).

Tak hanya sampai di situ, bahkan Kades sempat dilaporkan oleh salah satu LSM kepada Aparat Penegak Hukum (APH) terkait dengan dugaan penyelewengan dana program, terkhusus bersumber dari dana bandes alias dana pokir. “Tapi konon Kades dilepas lantaran diduga nyawer hingga puluhan juta kepada APH,” ujar sumber yang mengetahui seluk beluk jalannya roda Pemerintahan Desa (Pemdes) Kediri.

Sumber menuding dilepasnya Kades Kediri dalam proses pulbaket dan atau lidik, lantaran adanya dugaan patgulipat antara oknum LSM yang memediasi APH, sehingga tarjadi permufakatan jahat.

Drainase yang dibangun bersumber dana DD, diduga anggarannya disunat, sehingga kualitasnya dipertanyakan.

“Di sini pemerintah dinilai gagal dalam mewujudkan aparatur yang bebas dari KKN dan pencegahan korupsi tak terkecuali Aparat Penegak Hukum,” tandasnya.

Informasi yang dihimpun dari berbagai sumber menyebutkan Tim Pelaksana Kegiatan Desa (TPKD)/LPMD sendiri merasa kebingungan atas berbagai pungutan yang dibebankan pada suatu pekerjaan fisik bila kucuran dana/keuangan desa mulai dicairkan, pungutan tersebut di antaranya untuk pajak sebesar 12% lebih padahal tidak semua barang kena pajak termasuk HOK, dan pemotongan 8 sampai 10% untuk “tambahan penghasilan” Kepala Desa.

Selanjutnya sebagai  testimoni pelaksanaan kegiatan fisik yang carut marut pembangunan drainase saluran sepanjang 250 meter, bahan drafer (Leter U) 250 bh, diameter 80 cm a Rp300 ribu/bh, pagu anggaran Rp75 jutaan, namun hanya direalisasikan 35 % saja atau sebesar Rp30 jutaan dengan belanja bahan drafer 250 bh berdiameter 50 cm, harga Rp110.000/bh.

TPKD mengkorfirmasi bila bahan drafer yang dibelanjakan berdiameter 50 cm, seharga Rp110.000/bh pasalanya bila habel berdiameter 80 cm akan memakan badan jalan, sehingga jalannya akan menyempit. Tapi yang dipertanyakan dikemanakan kelebihannya?

“Bahkan saat dikonfrontir dalam suatu rapat evaluasi di kantor desa Bendahara SM tidak berkenan hadir. Ada apa gerangan?” tanya sumber.

Kepala Desa Ny. Suhaenah saat dikonfirmasi di ruang kerjanya (12/9), menampik bila sesama pengurus TPKD kurang harmonis, tapi anehnya awak media malah diarahkan untuk menemui TPKD.

Ihwal adanya potongan dana program diakuinya sebesar 12% diperuntukkan PPh dan PPn, namun jika tambahan penghasilan (baca: BOP) sebesar 8% tidak benar. “Kami tidak pernah memotong dana program, tapi tidak menampik jika TPKD/LPMD suka ngasih ada kelebihan dari HOK,” tandasnya.

Masih kata Kades, jika perangkat desa, RT/RW suka dipekerjakan menjadi tenaga kerja (buruh/kuli-Red) bagi yang berminat untuk mendapat tambahan penghasilan.

Ketika ditanya seputar adanya pemanggilan dari APH, pihaknya mengakui tapi sudah beres. “Iya, memang dimintai keterangan oleh APH tapi sudah beres, ujung-ujungnya materi (baca: UUD),” tandasnya. (Abh/Esuh)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles