Sabtu, November 23, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Rempang Menulis Air Mata Luka Nestapa dalam Sejarah Kelam

Bagian 1 dari 4 tulisan

Wadas masih terus menjerit dan rempang makin menjerit. air mata menetes segobang segobang telah mongering sudah. luka derita mengkristal menjadi nestapa dan mengembun di batu batu andesit di pasir pasir kuarsa dan silika sepanjang abad peradaban umat manusia.

Anak anak wadas dan anak anak rempang bathinnya telah diasah dan digores dengan raungan buldoser dan serbuan gas air mata. kepedihan dan nestapa bersemayam dalam jiwa untuk terbang  ke angkasa dan mengarungi gelombang samodra.

Anak anak wadas dan rempang bangkitlah dengan air mata luka derita dan nestapa untuk menyambut  matahari terbit. untuk menatap cahaya kelak dikemudian hari. atap dan dinding dinding sekolah akan bicara dalam sejarahmu dan sejarah negeriku ini.

Anak anak wadas dan anak anak rempang, kebrutalan, kejahanaman dan kebengisan membuat lukamu abadi. peliharalah dan asuhlah menjadi kebajikan dan arifanmu di masa datang karena cahaya tak akan meredup jika kau tidak melupakan melawan lupa.

Genggamlah kapak Ibrahim! bawalah kapak Ibrahim karena itu yang bisa dan mampu menjaga situs situs dan artefak artefakmu. hanya kapak ibrahim yang bisa menyingkirkan pecahan pecahan kaca di jalan setapakmu. hanya kapak ibrahim yang bisa menjaga perairanmu dari air  tuba bagi kehidupanmu. gemggamlah kapak ibrahim! genggamlah kapak ibrahim!

Bangkit! bangkitlah dengan kapak Ibrahim! lawan! lawanlah dengan kapak Ibrahim! pecahan pecahan kaca yang berserak di sekelilingmu. debu debu pasir kuarsa dan silika yang beterbangan di angkasa akan menggelapkan pandanganmu ke langit dan air tuba akan mengusir air lautmu. kepalkanlah tanganmu! kepalkanlah tanganmu untuk meninju dunia. bahwa kau tidak sekedar meng-ada dalam hidup dan kehidupan semesta. o, semesta yang fana. di mihrabmu menggenang luka derita dan nestapa.

Singaraja, 15.9.2023.

(O’ushj.dialambaqa-Puisi: WADAS DAN REMPANG MENULIS AIR MATA LUKA NESTAPA DALAM SEJARAH KELAM)

 

Lempar Batu Sembunyi Tangan

Warga di 16 titik Kampung Tua Melayu Rempang bak diguyur angin surgawi tatkala Presiden Jkw membuat pernyataan dan janji merdu manis, bahwa hak kepemilikan tanah (sertifikasi pembuatan sertifikat) masyarakat Kampung Tua Melayu Rempang-Galang-Batam akan diselesaikan dalam waktu maksimal 3 bulan (Janji Presiden Jkw tahun 2019 di muka umum warga Rempang-Galang-Batam).

Pada kesempatan lain, Presiden juga sangat tegas menyatakan, bahwa  konsensi yang diberikan kepada swasta maupun BUMN, kalau di tengahnya ada desa atau kampung yang sudah bertahun-tahun hidup di situ,  menjadi bagian dari konsesi itu, ya siapapun pemilik konsesi itu, berikan kepada masyarakat kampung desa kepastian hukum. Saya sampaikan kalau yang diberi konsesi sulit sulit cabut konsesinya, saya perintahkan ini (Janji Presiden Jkw).

Jkw sebagai Presiden, ketika mengatakan-membuat pernyataan tersebut, seolah-olah benar-benar sebagai Negarawan yang mengemban amanat konsitusi: negara melindungi segenap tumpah darah, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mensejahterakan rakyat.

Janji tinggalah janji, yang tersisa dan yang menga-ada hanyalah omong kosong semata, jika yang dijanjikan tidak melakukan perlawanan atas kebohongan janji tersebut. Presiden menjadi penyebar hoax dan kekuasaan selalu memproduksi hoax.

Lantas, apa yang tetjadi, dimana ucapan dan pernyataan Presiden itu masih melekat dalam ingatan kolektif bangsa, karena publik dan atau warga Rempang Galang dan lainnya belum pikun semua, meski kemudian banyak yang membebek dan membeo pada kekuasaan.

Angin surgawi berubah total menjadi angin  neraka. Penduduk Kampung Tua Melayu Rempang menjadi sangat ketakutan dan mencekam, karena Presiden kemudian dengan sangat lantang dengan ekspresi dingin, seperti umumnya para pemimpin Rusia era Bresnev atau Mao Tse Tung di China. Salah satu ciri kekuasaan otoritarianisme adalah dingin dan mengedepankan arogansi kekuasaan, merepresi, karena kekuasaan adalah absolut di tangannya.

Tetapi, bukan berarti harus disamakan, karena Presiden Jkw jelas sangat berbeda, tidak bisa disamakan dengan mereka-pemimpin Rusia atau China tersebut. Presiden Jkw memang tidak bisa bersuara keras, Karena Presiden Jkw bukan seorang orator (ulung) seperti halnya Soekarno, Bung Tomo, dan lainnya. Presiden Jkw dalam bertutur kata lembut sekali. Presiden terbilang murah senyum.

Akan tetapi, meski tidak bisa bersuara keras, kata-kata yang dilontarkan atau pernyataannya sangat keras sekali; yang tidak bisa mengamankan investasi-proyek-PSN (Proyek Strategis Nasional), diganti alias dicopot jabatannya. Aksi massa yang menghalang-halangi investasi kejar mereka, tangkap mereka, hajar mereka, hamtam mereka, door mereka kalau undang-undang membolehkan. Meski murah senyum, tetapi kebijakannya menindas.

Penegasan Presiden mengenai pengamanan apa yang dikatakannya sebagai PSN ditegaskam kembali, sangat tegas dan konkret. Presiden: sekali lagi, ditegaskan sekali lagi, kepada seluruh Kapolda, jajaran Polda, kepada Kapolres,  jajaran Polres dan Polsek semuanya, kejar mereka, tangkap mereka, hajar mereka, hamtam mereka, door mereka kalau undang-undang membolehkan. Konkret betul itu. Sungguh luar biasa Presiden kita.

Penegasan Presiden tersebut, tentu sesungguhnya tidak hanya tertuju pada Polri saja, melainkan juga pada jajaran TNI (Tentara Nasional Indonesia) pada pelaksanaannya. Karena, Polri-TNI ada dalam kewenangan atau otoritas Presiden langsung takdir sosial jabatannya pada level Kapolri, Panglima TNI dan Kasad.

Jika para petinggi Polri-TNI menjadi penghamba kekuasaan dan atau pemuja kekuasaan, niscaya akan membeo dan atau membebek saja. Mumpung ada sandaran dan perintahnya, sehingga di lapangan bisa memperlakukan rakyatnya sendiri bagaikan musuh seperti mau mengusir kolonial.

Dipertegas pula, dalam pengarahan Kasatwil 2021, Presiden perintahkan Kapolri: Untuk Peringatkan Kapolda, Kapolres yang tak bisa mengawal Agenda Besar negera, Presiden Jokowi minta mereka dicopot. Jaga investasi. Inestasi yang sudah ada, investasi yang baru proses maupun investasi yang baru datang, jaga.  Saya sudah titip Kapolri, Kapolda, yang tidak bisa menjaga sama diperingatkan, sulit tidak bisa mengawal, tidak bisa menyelesaikan kaitan dengan  agenda besar  negara kita, ya maaf   saya memang ga bisa ngomong keras, ga bisa dia : Ganti! (TVOne-KOMPAS TV).

Penegasan Prersiden tersebut, oleh jajaran Polri dan TNI dimainkan di lapangan pada saat warga Rempang  yang menolak penggusuran atas kampunya. Pecahlah bentrok warga Kampung Tua Melayu Rempang yang mempertahankan penggusuran dengan aparat keamanan-Polri-TNI dan Satpol PP.

Pasukan gabungan Polisi-TNI dan satpol PP menembakkan gas air mata kepada warga yang menghadang penggusuran. Tidak hanya itu tindakannya. Sambil menembakkan gas air mata, aparat merangsek ke warga sambil memberikan komado: tangkap mereka yang melawan. Tangkap mereka, tangkap mereka (Kamis, 7 September 2023).

Anak-anak sekolah berhamburan keluar, ketakutan dan mencekam, karena gas air mata masuk dalam sekolah. Teriakan tangkap mereka yang melawan terdengar keras sambil pasukan terus merangsek memukul mundur rakyat yang dianggap sebagai musuh.

Janji surgawi Presiden tersebut harus ditelan menjadi  neraka-kepedihan bagi warga dan anak-anak Kampung Tua Melayu Rempang, karena Presiden pun kembali menegaskan soal pengamanan investasi-proyek-PSN, sehingga mengatakan pada jajarannya: memperkuat sosialisasi kepada masayarakat yang akan direlokasi, karena tanah yang ada saat ini adalah milik Otorita BP. Batam, sehingga mau tidak mau, pada saat dibutuhkan harus diserahkan (IDN TIMES).

Tidak hanya berhenti di situ, janji surgawi yang berujung pengkhianatan, tidak saja sebagai penyebar dan memproduksi hoax tersebut, kemudian memicu reaksi sosial makin membara. Kemarahan sosial pun meledak pada unjuk rasa,  Senin, 11/9/2023. Amuk massa mengakibatkan gedung BP Batam dihujani lemparan batu, memecahkan kaca-kaca gedung. Akibatnya 43 masa aksi (7/9/2023 dan 11/9/2023) ditangkap aparat dan ditahan, yang 34 orang tetap ditahan untuk lanjutan proses hukumnya.

Setelah amuk masa terjadi tak terhindarkan sebagai kemarahan sosial, dengan enteng Presiden mengatakan, itu soal komunikasi saja.  Presiden  telah menelpon Kapolri tengah malam, soal Rempang ada salah komunikasi di jajaran bawahnya, yaitu memberian lahan yang lokasinya masih belum tepat untuk warga.  Masa urusan begitu saja harus sampai Presiden.

Inkonsistensi Presiden menunjukkan dan atau mencerminkan sikap lempar batu sembunyi tangan. Diberbagai daerah terjadi Aksi Solidaritas Rempang, karena Presiden lempar batu sembunyi tangan. Tidak hanya unjuk rasa, Mosi Tidak Percaya dari banyak kalangan pun bermunculan. Aksi Solidaritas Untuk Rempang makin menggema dan makin menguat diberbagai daerah dan bahkan di Pusat Ibu Kota NKRI-Jakarta.

Lantas, Presiden mengatakan pula, Aparat penegak hukum diminta bertindak menggunakan cara-cara represif dalam menyelesaikan sengketa lahan dengan masyarakat. Sekali lagi, Presiden lempar batu sembunyi tangan hingga membuat Panglima TNI pun meralat kata-katanya: soal ‘Piting-Memiting’.

 

Kebiadaban Itu Bermula

Jika kita melakukan pembacaan atas inkonsistensi Presiden tersebut, tindakan kebiadaban aparat itu bermula, karena jika tidak bisa mengamankan investasi dan atau tidak mampu mengusir perlawanan amuk massa yang menolak relokasi dan atau menghadang penggusuran lahan, berseriko jabatannya dicopot. Jika mampu mengusir dan menindas rakyatnya, itu sebuah prestise dan reputasi di mata Presiden, karena ”politik kembang gayong”-proyek-PSN yang diampikannya terlaksana.

Atas dasar itulah tindakan biadab dalam menghadapi massa demo tersebut harus dilakukan. Tentu, dengan berbagai dalih, dalil, apologi dan alibi yang dimainkan. Tindakan kebiadaban yang dilakukan aparat tersebut juga dipahami oleh pasukan yang di lapangan telah mendapat persetujuan atau restu dari atasannya dan bahkan direstui Presiden.

Oleh sebab itu, tindakan tersebut bisa dilakukan pembenaran. Tidak bisa dikatakannya sebagai tindakan kebrutalan atau kebiadaban. Pasukan yang di lapangan tidak mau tahu dan bahkan tidak ingin tahu apa itu HAM dan prinsip-prinsip HAM. Silakan saja Komnas HAM menyalak atau meg-aum bersama civil society. Anjing Menggonggong Kafilah Tetap Berlalu-Berlari.

Diyakininya juga, bahwa kebrutalan dan kebiadaban tindakan tersebut yang termobilisasi secara institusional Polri-TNI dan Satpol PP, tidak akan disalahkan dan atau tidak akan diberikan sanksi, sekalipun menuai aksi di mana-mana, protes, kutukan, caci maki dan cercaan publik yang waras. Anjing Menggonggong, Kafilah Tetap Berlari. Alasan lainnya yang sangat pokok, karena perintah Presiden untuk bisa mengamankan agenda besar yang bernama PSN. Apapun yang terjadi, yang penting bisa mengamankannya-harga mati.

Bayangkan, dan terbayangkah oleh kita yang mengaku masih punya logika dan akal waras, bahwa fakta konkretnya adalah Lembaga Negara yang dibentuk oleh Negara, yang bernama Komnas HAM sulit (tidak bisa) menemui ke-34 orang yang ditahan akibat amuk kemarahan sosial mempertahankan hak 16 Kampung Tua Melayu Rempang pada 7/9/2023 dan 11/9/2023. Komas HAM hanya diperbolehkan bertemu dengan 3 tahanan saja, dan itu pun bukan atas pilihan Komnas HAM sendiri.

Tetapi dengan gagahnya rezim penguasa masih mengatakan, negara ini berdasarkan demokrasi dan Pancasila dan negara hukum. Investasi China ini untuk kemakmuran bangsa dan negara. Rezim penguasa mengklaim (kebohongan publik dan menyebarkan berita hoaks), bahwa pabrik kaca-Xyni Glass Holdings Ltd di Rampang merupakan pabrik kaca terbesar kedua di dunia setelah (induk semangnya)  China Komunis. Luar biasa. Dunia menjadi terperanjat dan terperangah atas pernyataan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dan atau Istana.

Padahal Xinyi Glass Holdings Ltd tidak masuk dalam 10 besar industri kaca, dan Xyni Holdings Ltd juga sebagai investor telah ditolak atau hengkang dari Canada-AS. Istana tetap berupaya menutup-nutupi rekam jejak digitalnya. Ini pula juga yang menjadi luar biasa pejabat publik-negara kita. Kebohongan dank e-hoax-kan rupanya sudah melekat dan mendarah daging bagi pejabat negara kita. Ini bencana buat masa depan bangsa dan negara.

Kebrutalan dan kebiadaban yang terjadi pada saat kericuhan-bentrokan antara aparat dan kemarahan massa, kita bisa melakukan pembacaan dalam 2 (dua) klaster atas peristiwa yang terjadi. Tetapi, sekali lagi, kebiadaban itu bermula dari adanya pengkhianatan atas janji Presiden dan atau inkonsistensinya Presiden, sehingga kebrutalan-kebiadaban, ternyata harus dilawan dan atau dihadapi dengan kebrutalan-kebiadaban lagi. Sungguh menyedihkan dan memilukan sebagai bangsa  dan negara, negeri ini.

Yang pertama, amuk kemarahan massa Rempang dipicu karena suara, teriakan dan jeritan 16 Kampung Tua Melayu Rempang tidak didengar oleh rezim penguasa, dan aparat keamanan telah menulikan pendengarannya dan telah menggerhanakan matanya atas relasi kausalitas akar masalah yang terjadi.

Tidak pernah mau dipahami mengapa mucul reaksi sosial,  yang akhirnya membuat amuk massa sebagai bentuk kemarahan sosial yang tak bisa diredam lagi dalam ketakutan dan kemencekaman situasi yang penuh dengan intimidatif, agitatif, adu domba, bentur membentur-pembenturan antarwarga, pemuka masyarakat dan elemen-elemen masyarakat lainnya yang berada di Rempang dan sekitarnya, termasuk adanya Aksi Solidaritas Rempang dituding sebagai provokasi.

Yang meng-ada, justru faktanya untuk saling dibentur-benturkan atau dilakukan politik devide et impera, seperti ditampilklannya sosok Aliansi Pemuda Melayu yang dihadapan Menteri Investasi/BKPM, yang mengklaim sebagai representasi penuh dari 16 Kampung Tua Melayu Rempang. Padahal, ke-3 sosok yang mengatasnamakan Aliansi Pemuda Melayu pun fakta konkretnya digugat dan dibantah oleh warga masyarakat yang akan digusurdemi investasi-proyek PSN tersebut. Menteri Bahlil mengklaim masalah penolakan relokasi Rempang telah sepakat dan diselesaikan.

Oleh sebab itu, hukum kausalitas menjadi fakta yang konkret, yaitu amuk-kemarahan sosial massa demo itu dipicu oleh kebijakan investasi yang brutal, dan inkonsistensinya Presiden dan atau karena terjadi lempar batu sembunyi tangan yang dilakukan Presiden, yang merembet dan mengalir ke jajaran pemerintahan di bawahnya. Kemarahan dan amuk tersebut tidak berdiri sendiri, jika kita punya kejujuran, logika dan akal waras dalam menilai tregedi Rempang tersebut.

Yang kedua adalah adanya intruksi Presiden yang sangat tegas dan konkret, jika tidak bisa mengamankan proyek-PSN, para petinggi di jajaran Polri-TNI akan dicopot- DIGANTI, kata Presiden Jkw. Pencopotan jabatan tersebut berpengaruh besar pada mentalitas pejabat pemuja kekuasaan dan atau penghamba kekuasaan untuk mengamankan jabatannya. Intruksi Presiden tersebut, tentu, dibaca pada lapisan bawah yang diterjunkan dilapangan sebabai beban, sekaligus ancaman bagi karier dan jabatannya. Konkret betul itu.

Beban itu yang kemudian menjadi pemicu penanangan demo menjadi brutal dan biadab. Aparat keamanan dengan legitimasi Presiden tersebut akhirnya berhasil dan sukses memiting 43 masa aksi Rempang. Realitas empirik yang menjadi sebuah fakta konkret adalah kebrutalan dan atau kebiadaban dilawan dengan kebrutalan-kebiadaban yang sama. Bangsa ini menjadi kehilangan kompas dan bandul arah masa depannya. Mengerikan!

Sikap dan tindakan kebrutalan dari keduanya, semuanya mempunyai apologi. Tetapi, apologi yang harus dimenangkan dan atau dilakukan pembenaran oleh rezim penguasa adalah apa yang dilakukan oleh aparat keamanan dalam mengantisipasi huru hara masa aksi tersebut, telah sesuai dan tidak melanggar, karena  harus dikategorikannya telah membuat anarkisme, telah melawan petugas dan itu melanggar hukum.

Jadi jika menindas rakyat, piting memiting rakyat, bukan dikategorikan melawan hukum. Itu fakta dan realitasnya. Aparat keamanan tampak gagah dan dingin menghadapi aksi Rempang yang berakibat amuk massa. Salah seorang pasukan Polri yang mencoba meredam amuk dengan  amat sangat humanis, tidak mampu membalut kebrutalan dan kebiadan lainnya pada saat yang sama dan atau dilain waktu.

Piting-memiting, seolah-olah ini sebuah kesempatan untuk melumpuhkan musuh (rakyat dianggap musuh) tatkala amuk massa melempari gedung BP. Batam pada 11/9/2023 dan sebelumnnya pada 7/9/2023, dimana dentuman dan tembakan gas air mata terdengar keras, dengan intruksi: tangkap yang melawan petugas. Tangkap provokator. Yang menghalangi petugas masuk adalah melawan hukum. Tangkap mereka yang melawan petugas.

Presiden mengatakan, kejar mereka, tangkap mereka, hajar mereka, hamtam mereka, ddoorr mereka kalau undang-undang membolehkan. Dahsyat betul itu, konkret betul itu, dan sempurna betul kita punya watak pemimpin (Presiden) sebagai cermin dari karakteristik  kartel politik, kartel penguasa dan kartel oligarki yang dibalut dengan negara hukum, negara demokrasi-Pancasila, meski yang sesungguhnya adalah otokrasi-legalism yang meng-ada.

Dddooorrr mereka kalau undang-undang membolehkan,  niscaya itu akan dan atau bisa terjadi dalam konflik Rempang pada hari takdir sosial nanti, jika benar pada  28/9/2023 adalah batas akhir penggusuran, harus dikosongkan paksa. Tentu, itu akan dan atau bisa terjadi jika terjadi perlawanan militanssi dari masyarakat Rempang untuk tetap mempertahankan kampungnya, dan itu jika  makin membara, rela mati untuk tidak berlutut daripada hidup berkalang tanah di tanah leluhurnya, di negerinya sendiri.

Dddooooorrr mereka, alibinya dan apologinya menjadi sangat gampang dan sederhana untuk melakukan tindakan tersebut, karena Komnas HAM hanya sebatas bisa ngomong bahwa ada pelanggaran HAM di Rempang, dan DPR-RI juga hanya bisa ngomong di depan Menteri atau Presiden, tetapi tidak punya alasan keberanian untuk masuk pada ranah Hak Angket, meski Prersiden nyata-nyata telah melanggar konstitusi yang mengatasnamakan proyek-PSN untuk kepentingan bangsa dan negara.

Pasukan Polri-TNI-Satpol PP, mungkin mereka tidak pernah membayangkan, bahwa dikemudian hari akan pensiun, kembali menjadi masyarakat biasa, tidak gagah lagi, karena segala atribut seragam, bedil, tongkat komando, panser, water canon dan lainnya telah tanggal, dan akan berada di tengah kehidupan masyarakat (biasa). Meski mungkin mereka berada dalam hunian eksklusif yang tidak berbaur dengan kejelataan hidup masyarakatnya.

Akankah kelak punya malu dan kemaluan, apa yang dulu mereka lakukan dengan sangat gagah sambil mengatakan. tangkap mereka,  tangkap yang melawan, tangkap provokator. Menutup jalan adalah melawan hukum. Menghalang-halangi aparat adalah melawan hukum. Yang melawan aparat itu melawan hukum. Sungguh luar biasa hukum menjadi permainan untuk para kartel politik, kartel oligarki dan kartel kekuasaan.

Yang aneh bin menggelikan-bin menyedihkan, Presiden sendiri menceritakan pengalaman masa kanak-kanaknya, bahwa tempat tinggal orang tuanya di tanah bantaran kali, lantas digusur paksa, sehingga mau tidak mau, harus keluar dari rumah tinggalnya. Presiden mengatakannya pengalaman masa kanak-kanak tersebut sangat sedih.

Tetapi, sekali lagi, aneh bin menggelikan bin menyedihkan, kok megapa setelah menjadi Presiden, berwatak penguasa-berkuasa, dan akhirnya kebijakannya (sangat) menindas. Harus dikosongkan, kembali ke negara.  Padahal, itu tanah ulayat bukan tanah bantaran seperti Presiden Jkw waktu kanak-kanak bersama orang tuanya di bantaran kali.

Rupanya Presiden bisa melupakan melawan lupa atas kepedihan masa kanak-kanaknya. Sehingga, bukannya menjadi arif-bijak setelah berkuasa. Lantas kata psikolog dan kriminolog bilang, pelaku adalah korban. Itulah fakta dan realitas konkret pemimpin di negeri ini. Jangan lupakan “Jas Merah”, begitu slogan dan retorikanya. ***

Penulis adalah Penyair, Peneliti sekaligus Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD) dan Accountant Freelance, tinggal di Singaraja. Kontak: 0819 3116 4563. E-mail: jurnalepkspd@gmail.com.

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles